Menuju konten utama

Pelarungan Jenazah ABK, KKP Lapor Otoritas Perikanan Internasional

KKP RI akan segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization).

Pelarungan Jenazah ABK, KKP Lapor Otoritas Perikanan Internasional
Jenazah ABK Indonesia yang dibuang ke Laut dari Kapal Ikan Cina, tangkapan layar video dari kanal berita Korea Selatan di Youtube, MBC NEWS

tirto.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo angkat bicara atas viralnya video pelarungan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) WNI di kapa Cina. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI bakal menindaklanjuti dugaan eksploitasi ABK WNI di kapal ikan Long Xin 629 dan Long Xin 604 ke otoritas pengelolaan perikanan laut lepas.

“KKP akan segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi,” ucap Edhy dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (7/5/2020).

Edhy bilang ada dugaan perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia tersebut telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali. Ia menjelaskan mereka terdaftar sebagai authorized vessel di 2 RFMO yaitu Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).

Kendati demikian, Edhy menyebutkan kalau pelarungan di laut itu memang dimungkinkan aturan kelautan Organisasi Buruh Internasional atau ILO dengan syarat. Dalam Pasal 30 ILO "Seafarer’s Service Regulations" kapten kapal harus segera melaporkan pelaut yang meninggal saat berlayar ke pemilik kapal dan keluarga korban.

Adapun syarat pelarungan di laut dilakukan antara lain kapal berlayar di perairan internasional, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan, dan kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, serta alasan sah lainnya.

Syarat lainnya pelarungan yakni memperlakukan jenazah dengan hormat. Antara lain melakukan upacara kematian dan dilakukan dengan cara seksama sehingga jenazah tidak mengambang di atas air.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak pemerintah mengusut tuntas perkara ini. Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan praktek perbudakan modern di atas kapal penangkapan ikan menjadi praktik yang sering kali terjadi.

Susan menjelaskan kalau situasi ini menjadi sinyal mendesak agar pemerintah segera memperbaiki situasi dan kondisi kerja, serta mendorong kesejahteraan ABK. Terutama meratifikasi Konvensi ILO 188 (C188) tentang pekerja perikanan.

Kiara juga mendesak pemerintah mengusut tuntas praktik pelanggaran HAM pekerja ABK kapal di dua kapal Cina itu. Menurutnya, pernyataan dan alasan melarung jenazah oleh kapten kapal yang sempat diungkapkan Kementerian Luar Negeri belum dapat dipercayai sepenuhnya.

“KIARA mendesak pemerintah mengambil langkah segera. Memberikan sanksi sebesar-besarnya terhadap pelaku praktek perbudakan, termasuk industri perikanannya,” ucap Susan dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (7/5/2020).

Baca juga artikel terkait ANAK BUAH KAPAL WNI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan