Menuju konten utama

Pelanggaran HAM Internasional & Apa Saja Kategori Kasus HAM Berat

Apa saja kejahatan yang masuk dalam pelanggaran HAM berat secara internasional? Berikut penjelasannya.

Pelanggaran HAM Internasional & Apa Saja Kategori Kasus HAM Berat
Tengkorak korban genosida di Kamboja dipajang di museum memorial korban Khmer Merah, Phnom Penh, Kamboja (6/8/2014). REUTERS/Damir Sagolj

tirto.id - Pelanggaran HAM Internasional dapat diklasifikasikan di beberapa kategiori. HAM Internasional merupakan salah satu kesepakatan soal hak asasi manusia yang dibuat secara internasional.

Negara yang melanggar dapat diberi sanksi akan dikucilkan dan diberi sanksi yang bermacam-macam tergantung kesepakatan bersama.

Menurut Buku Pokok-Pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional oleh Rudi M. Rizki, yang dimaksud dengan hukum HAM Internasional di sini adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalamnya upaya menggalakkan hak-hak tersebut.

Kategori Pelanggaran HAM Berat Internasional

Berdasarkan Statuta Roma dan Undang-Undang Ri No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, terdapat 4 pelanggaran HAM yang diperhatikan secara Internasional. Dikutip dari Jurnal Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma oleh Sylvester Kanisius Laku, keempat kejahatan tersebut adalah.

1. Kejahatan Genosida (Genocide)

Pada pasal 6 Statuta Roma genosida didefinisikan dengan istilah yang sama yang dipakai pada Konvensi Genosida tahun 1948. Unsur penting yang harus dibuktikan adalah adanya tujuan menghancurkan sebagian maupun seluruhnya dari suatu negara, kelompok etnis, kelompok ras atau agama atau kelompok semacamnya.

Terdapat lima tindakan yang termasuk dalam kategori menghancurkan dalam definisi genosida yaitu membunuh anggota kelompok, menyebabkan cacat tubuh atau mental yang serius terhadap anggota kelompok, secara sengaja dan terencana mengkondisikan hidup kelompok ke arah kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian, memaksakan langkah-langkah yang ditujukan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut dan dengan paksa memindahkan anak-anak kelompok tersebut ke kelompok lain.

2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity)

Dalam Statuta Roma pasal 7 ayat 1, definisi Kejahatan terhadap Kemanusiaan melingkupi aksi yang sebagian besar adalah kejahatan yang menimbulkan penderitaan besar dan tak perlu terjadi, yaitu pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk lain dari pelecehan seksual, perbudakan, penyiksaan dan pengasingan.

Penekanan dari kejahatan ini adalah dilakukan secara sengaja dan sistematis dengan mengikuti kebijakan yang disusun dan ditujukan secara langsung pada penduduk sipil baik oleh aparat negara (kepolisian atau tentara) maupun suatu entitas organisasi, dan bukan kejahatn yang secara spontan yang merupakan sebuah kriminal biasa.

3. Kejahatan Perang (War crimes)

Pada Statuta Roma Pasal 8 definisi tentang kejahatan perang yaitu bahwa kejahatan dikategorikan sebagai kejahatan perang apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan, atau bagian dari skala besar perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut.

Tindakan yang termasuk kejahatan perang adalah pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaan-kebiasaan perang seperti pembunuhan, perlakuan kejam terhadap penduduk sipil dengan mengasingkan mereka, mempekerjakan mereka secara paksa, atau di wilayah pendudukan memperlakukan tawanan-tawanan dengan kejam, membunuh mereka, atau memperlakukan orang di laut secara demikian, merampas milik Negara atau perorangan, menghancurkan kota atau desa dengan cara berlebihan atau semaunya

4. Kejahatan Agresi (Aggression)

Sebelumnya, kejahatan agresi belum memiliki kejelasan mengenai definisi yang tepat untuk menggambarkan kejahatannya. Menjelang akhir tahun 2010, mahkamah melakukan upaya amandemen terhadap statuta termasuk definisi kejahatan agresi.

Kejahatan agresi atau kejahatan terhadap perdamaian adalah perencanaan, persiapan, inisiasi atau pelaksanaan, oleh seseorang dalam posisi secara efektif untuk menjalankan kendali atas atau mengarahkan tindakan politik atau militer dari suatu Negara, dari tindakan agresi yang, dengan karakter, gravitasi dan skala, merupakan pelanggaran nyata dari Piagam PBB.

Dalam hal ini, negara tidak boleh melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Piagam PBB yaitu ketika suatu negara menggunakan kekuatan bersenjata terhadap kedaulatan, integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara lain.

Instrumen HAM di Indonesia

Sebagai negara yang mengakui keberadaan HAM pada diri tiap manusia, Indonesia berkewajiban untuk memenuhi hak-hak yang termasuk dalam HAM.

Salah satu bentuk usaha penegakan HAM yang dilakukan Indonesia adalah meratifikasi instrumen HAM internasional.

Dilansir modul pembelajaran PPKn Kelas XI (2020) terbitan Kemendikbud, Indonesia berkomitmen untuk meratifikasi instrumen-instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Berikut adalah instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia:

1. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 59 Tahun 1958.

2. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI 68 tahun 1958.

3. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1984.

4. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

5. Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Penyimpanannya serta pemusnahannya (Convention on the Prohobition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxic Weaponsand on their Destruction). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1991.

6. Konvensi Internasional terhadap Anti-Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 1993.

7.Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998.

8. Konvensi orgnisasi Buruh Internasional No. 87 Tahun1998 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO (International Labour Organisation) Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom Association and Protection on the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.

9. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1999.

10. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998.

11. Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Right). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005.

12. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2005.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM BERAT atau tulisan lainnya dari Versatile Holiday Lado

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Versatile Holiday Lado
Penulis: Versatile Holiday Lado
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Penyelaras: Yulaika Ramadhani