tirto.id - Polresta Yogyakarta merilis kasus penyalahgunaan narkoba di wilayah Kota Yogyakarta sepanjang Agustus hingga September 2024. Dalam kurun waktu sebulan, ada 8 pelaku yang diringkus. Mayoritas berusia muda, dan selain pemakai, mereka juga jadi pengedar yang pangsa pasarnya adalah mahasiswa dan pelajar.
Kasatresnarkoba Polresta Yogyakarta, AKP Ardiansyah Rolindo Saputra, mengatakan pelaku penyalahgunaan narkoba yang ditangkap oleh jajarannya terdiri dari pengangguran dan wiraswasta. Para pelaku, kata Ardiansyah, mengatakan alasannya jadi pengedar karena faktor ekonomi.
"Masalah makan, masalah perut, itu alasan (pengedar) menjual, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujar Ardiansyah pada wartawan di Mapolresta Yogyakarta, Rabu (11/9/2024).
Dalam konferensi pers pun terungkap, polisi mengamankan 22.700 pil Y dan 5 gram tembakau sintetis. Ardiansyah lantas mengungkap, harga satu botol Pil Y paling mahal dijual dengan harga Rp1,5 juta dengan isi 1.000 butir.
Oleh sebab itu, narkoba jenis ini dapat dijual dengan harga murah yang sasarannya termasuk pelajar dan mahasiswa.
"Target orang yang membutuhkan mau murah dan enak. Rata-rata pelajar, mahasiswa, dan menengah ke bawah," jelas Ardiansyah.
Dia pun membeberkan, bahwa pemberantasan narkoba jadi atensi khusus jajarannya. Sebab peredaran narkoba berkontribusi terhadap gangguan kamtibmas di Yogyakarta.
Ardiansyah pun membeberkan, dari delapan pelaku yang diciduk oleh Polresta Yogyakarta, enam di antaranya masih berusia di bawah 30 tahun.
"Mereka untuk sasaran obaya, harganya murah. Yang kami tangkap rata-rata pekerja swasta, pelajar, mahasiswa. Dapat disimpulkan ke yang gampang dapat uang tidak seberapa, (tapi) bisa dipengaruhi untuk beli barang tersebut," paparnya.
Dalam upaya penindakan, Ardiansyah bilang, kalau pengedar pun cukup profesional. Lantaran segera menghapus bukti transaksi. Hal ini menyulitkan jajarannya untuk mengungkap pelaku yang lebih besar.
Oleh sebab itu, Ardiansyah mengimbau agar orang tua lebih memperhatikan buah hatinya. Antara lain dengan memperbanyak interaksi sehingga terjalin komunikasi sehat antara orang tua dan anak.
"Kepada semua orangtua dan keluarga harus berperan penting pada anak-anaknya. Terutama masih bersekolah, karena tidak dapat dipungkiri, pergaulan di luar sudah eranya beda. Ketika tidak bisa memprotek diri, rentan terkontaminasi terhadap hal seperti itu (penyalahgunaan narkoba)," ucapnya.
Ardiansyah pun mengungkap, beberapa kasus yang ditemui, pelaku merupakan korban dari rumah tangga yang tidak harmonis.
Sebelumnya, Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Herristanti, menyatakan dinasnya memiliki dua program berkaitan dengan pengasuhan, yaitu Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR).
“BKR untuk orangtua yang mempunyai remaja, untuk PIR untuk remajanya itu sendiri. Meskipun sebenarnya dari jumlah PIKR di Kota Yogyakarta baru sekitar 70. Jadi perlu ditingkatkan lagi untuk jumlahnya,” terang Herristanti.
Sementara, Kemenko PMK mengungkap bahwa KDRT jadi kasus paling banyak dilaporkan pada 2023. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengemukakan, laporan KDRT sepanjang 2023 ada sebanyak 1.400 kasus.
"KDRT itu kekerasan yang paling banyak dilaporkan di tahun 2023. Ini sebagai gambarannya. Yang paling banyak (menjadi korban) perempuan dan anak," jelas Woro.
Dihubungi terpisah, Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, meminta agar polisi lebih gencar melakukan patroli berkaitan dengan kejahatan jalanan yang dilakukan remaja atau biasa disebut klitih.
"Hampir tiap akhir pekan terjadi tindakan klitih terutama pada Sabtu atau Minggu dini hari," cecarnya.
Berdasar pengamatan JPW, kata Kamba, aksi tawuran yang berujung meninggalnya korban jiwa terjadi di Seyegan, Sleman, DIY, Minggu (8/9/2024) dini hari dan tawuran disertai dengan aksi klitih di depan pasar Sleman pada hari yang sama.
Tak jarang aksi tawuran yang disertai dengan aksi klitih ini para pelaku menggunakan senjata tajam atau sajam. Maka diharapkan, dengan dilakukan patroli secara rutin dapat meminimalkan aksi tawuran dan klitih.
"Para pelaku tawuran maupun klitih umumnya kan masih remaja dan masih sekolah. Maka perlu pembinaan tidak hanya diamankan oleh pihak kepolisian kemudian dengan mudah dilepaskan lagi dan berbuat ulah lagi," lontarnya.
Kemudian, Kamba menuding bahwa miras dan narkoba turut berdampak pada aksi tawuran dan klitih.
"Ya bisa jadi tidak hanya narkoba tetapi miras juga dapat berdampak pada kasus kekerasan jalanan atau klitih yang kembali marak terjadi," jelasnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Bayu Septianto