tirto.id - Seleksi calon pimpinan KPK menuai sorotan. Direktur Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Univesitas Andalas Padang Feri Amsyari menyebut ada banyak kecacatan prosedur atau substansi yang diabaikan oleh panitia seleksi. Hal ini menuai kecurigaan seleksi pimpinan KPK memang telah diatur sejak awal.
"Jangan-jangan memang pansel dan pemerintah sudah mengatur sedemikian rupa siapa dari awal siapa ke depannya pimpinan KPK," kata Feri di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/7/2019).
Salah satu poin yang disoroti Feri adalah kepatuhan LHKPN. Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) telah merilis banyak calon pimpinan KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Kendati begitu mereka tetap diloloskan oleh pansel KPK hingga tahap tes psikotes.
Padahal, menurut Feri, salah satu syarat pimpinan KPK yang diatur di UU KPK adalah melaporkan kekayaan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2016 telah mewajibkan penyelenggara negara melaporkan harta kekayaan secara berkala setiap setahun sekali.
"Mestinya mereka [pansel] mengetahui ada beberapa calon yang tidak memenuhi syarat sebagai calon pimpinan KPK. Salah satunya ada beberapa orang yang tidak melaporkan LHKPN," ujar dia.
Feri juga menyoroti adanya beberapa calon pimpinan KPK yang mempunyai masalah etik, tapi tetap diloloskan oleh pansel.
Seperti diketahui, seleksi capim KPK diikuti oleh bekas Deputi Penindakan KPK Irjen Firli. Kala menjabat di komisi antirasuah itu, bekas Kapolda NTB itu pernah dilaporkan ke komite etik KPK karena bertemu dengan Gubernur NTB Zainul Majdi. Padahal, pria yang akrab disapa TGB itu tengah diusut dalam dugaan korupsi divestasi Newmont.
Feri juga menyoroti pemerintah yang terkesan tertutup dalam pembentukan pansel pimpinan KPK. Untuk diketahui, LBH Jakarta memohon salinan Keputusan Presiden nomor 54/P tahun 2019 tentang pembentukan panitia seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 ke Kementerian Sekretariat Negara.
Namun permohonan itu ditolak. Padahal, Keppres pembentukan pansel capim KPK di masa sebelumnya bisa diakses bebas dari internet.
Feri juga menilai, salinan Keppres itu penting. Sebab, jika ada masyarakat yang tidak setuju dengan formulasi pansel bentukan presiden, masyarakat bisa menguji keabsahannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tapi dengan sengaja ditutupnya akses publik kepada Keppres ini, maka ada hambatan-hambatan tersendiri untuk mempermasalahkan Keppres," ujar dia.
Feri juga mengatakan, ketiga poin itu menjadi tanda adanya cacat prosedur dan cacat substansi dalam proses seleksi capim KPK.
Berdasarkan pasal 71 UU Administrasi Pemerintahan, jika ada keputusan yang dibuat dengan kecacatan prosedur dan substansi, maka keputusan itu harus dibatalkan.
Namun kenyataannya, proses seleksi terus berjalan dengan calon-calon yang bermasalah tersebut.
"Nah ini kan bisa tergambar, jangan-jangan pansel mengabaikan nilai-nilai penting syarat pimpinan KPK, sehingga loloslah figur-figur tertentu yang sudah diinginkan dari awal," ujar dia.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali