tirto.id - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meminta kepada masyarakat tidak mempermasalahkan terkait harga telur ayam yang naik mencapai Rp 33.000 per kilogram. Dia menilai harga tersebut belum seberapa dan tidak terlalu tinggi.
Ketua koordinator Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Zulkifli Hasan. Dia berharap Zulhas begitu sapaan akrabnya tidak menyepelekan masalah tersebut.
“Ya enggak bisa, dia [Zulhas] itu pernah makan di warteg enggak? yang suka makan di warteg itu mereka mengeluh. Mereka itu kayak punya uang Rp10.000 silahkan mau dapet apa, sekarang cuma dapet orek tempe aja sama telur,” kata dia kepada Tirto, Rabu (24/8/2022).
Dia menuturkan telur merupakan salah satu panganan yang paling diandalkan oleh para pekerja berupah kecil saat makan di warteg. Cukup merogoh kocek Rp10.000 perut bisa terisi, namun kini dengan harga pangan yang terus meroket membuat para pedagang memutar otak agar pelanggan tidak lari.
"Gini kita kan yang dihadapkan dengan Abang Ojol, buruh, tukang angkot, penyapu jalan sampai pedagang keliling ya. Ibaratnya saat mereka bilang punya uang Rp10.000 makan apa saja yang penting makan. Kalau kita kasih orek tempe saja apa kita tega sebagai pedagang lihat pembeli kita makan. Kita miris," lirih Mukroni.
Tidak hanya telur, dia mengakui harga beras di pasaran juga mengalami kenaikan sebesar 20 persen. Diikuti dengan cabai rawit, bawang merah dan beberapa komoditas lain yang sudah melonjak dari awal tahun hingga saat ini.
Mukroni mencontohkan saat ini untuk sepiring menu berisi ikan bawal, sayur dan nasi sudah dibandrol dengan harga Rp12.000. Jika ditambah telur, maka harganya sudah Rp17.000.
Kenaikan harga telur di pasar tidak bisa membuat Mukroni menaikkan harga menu. Karena persaingan antar pedagang warung makan di level bawah sudah begitu ketat. Sementara di sisi lain harga pangan harus diredam dengan berbagai cara agar konsumen tidak kabur.
“Pemerintah ini gimana, jangan nyepelein. Gimana ini pada menjerit ini pengusaha warteg. Yang paling banyak mengeluh karena harga makanan naik itu tukang ojol ya, kemudian supir angkot ya pedagang asongan yak an. Terus penyapu jalanan, orang-orang yang punya uang misalnya di saku mereka terbatas untuk makan, jadi kalau bisa irit dengan adanya kembalian Rp1.000 pun habis makan itu dikejar karena berharga,” pungkasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin