tirto.id - Kehebohan terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2019 di Surabaya, Jawa Timur. Mengutip Antara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluarkan rekomendasi penghitungan surat suara ulang di seluruh TPS yang jumlahnya mencapai 8.146. Diduga terjadi kecurangan sistematis di kota yang dipimpin Tri Rismaharini itu.
Kecurangan termasuk penggelembungan, pengurangan, kesalahan penjumlahan suara sah, jumlah suara keseluruhan yang melebihi jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT), serta perbedaan data antara hasil penghitungan suara antara C1 Plano dan salinannya.
Isu kecurangan digulirkan pertama kali oleh PKB. Ketua DPC PKB Surabaya, Musyafak Rouf, bilang terjadi penggelembungan suara untuk partai tertentu, dan di sisi lain penggembosan suara partai lain, termasuk partainya.
“Kalau 12 persen, ya, penggelembungan itu signifikan, mas, jadi kursi hampir tujuh,” kata Musyafak kepada reporter Tirto, Senin (22/4/2019) kemarin.
Dugaan semakin menguat, kata Musyafak, ketika proses penghitungan. Penggelembungan dilakukan dengan cara menambahkan suara kepada salah satu partai dengan kelipatan 10. Misal, di TPS 22 Gubeng, salah satu partai seharusnya memperoleh suara 28 saja, namun yang dicatat malah jadi 98.
Penggelembungan tidak terjadi di surat suara eksekutif (presiden-wakil presiden) dan nasional, hanya di lingkup legislatif daerah.
“Kalau DPD sama pilpres sudah clear dari awal itu, yang legislatif karena penghitungannya mulai malam. Nah itu mulai permainan penggelembungan, bermain di mana-mana. Ada partai tertentu kepengin mayoritas tunggal di Surabaya dengan cara itu,” klaim Musyafak.
Musyafak tidak menyebut partai apa yang dimaksud.
Musyafak bilang PKB Surabaya tidak akan tinggal diam. Saat ini, PKB tengah mencari dalang di balik upaya curang ini. Ada kira-kira 300 kader partai yang ditugaskan untuk itu.
“Kami tetap [minta] dihitung lagi dari awal karena bisa saja yang awal itu banyak kesalahan,” kata Musyafak menjelaskan apa keinginan partai.
Tidak Semuanya
Bawaslu Jawa Timur langsung turun tangan. Komisioner Bawaslu Jawa Timur Aang Kunaifi membenarkan kalau mereka memang memberi rekomendasi penghitungan ulang, namun tidak di semua TPS seperti pemberitaan di media massa.
Penghitungan ulang baru akan dilakukan jika formulir C1 (formulir penghitungan suara) yang dipegang Bawaslu dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tidak selaras.
“Kalau kemudian ternyata tidak sesuai, maka acuan utamanya adalah dihitung kembali,” kata Aang.
Aang menegaskan kalau rekomendasi ini dikeluarkan bukan atas desakan PKB. Rekomendasi ini murni hasil pengawasan saat pemungutan dan penghitungan suara berlangsung yang lantas dirapatkan dalam pleno pada 20 April.
Dalam pleno itu mereka menyimpulkan bahwa memang ada masalah. Semuanya dituangkan dalam berita acara nomor 30/BA/K/JI-38/IV/2019.
Aang menduga ini terjadi karena petugas yang kelelahan. Namun, ia juga tak menutup kemungkinan kalau memang ada pihak-pihak yang sengaja merekayasanya. Karena itulah, ia berjanji Bawaslu akan menginvestigasi lebih lanjut.
“Yang kami dalami selain prosedur administrasi juga memastikan akurasi penghitungan suara itu tidak ada manipulasi. Kami mendalami dugaan pidana pemilu bilamana hal tersebut dilakukan sengaja,” kata Aang.
Aang memastikan semua akan baik-baik saja. Ia yakin akan hal itu karena Bawaslu sudah memegang salinan formulir C1 sekaligus dokumentasi di lapangan.
Pernyataan Aang soal tak ada penghitungan ulang di semua TPS diperkuat Komisioner KPU Jawa Timur Choirul Anam. Ia menjelaskan rekomendasi Bawaslu itu terdiri dari enam poin. Pada poin pertama, jika ada kesalahan penjumlahan, maka diperbaiki sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara poin dua menyatakan jika ada selisih formulir C1 berhologram, maka dicek dengan C1 Plano.
Jika antara formulir C1 berhologram dengan C1 Plano tidak tidak sesuai, maka yang dilakukan adalah pengecekan daftar hadir atau formulir C7. Begitu tidak ada kesesuaian, baru petugas melakukan penghitungan suara ulang.
“Tidak benar terkait isu hitung ulang se-Surabaya. Rekomendasi Bawaslu itu ada pertimbangan dasar hukum. Hitung ulang dilakukan kembali kalau memenuhi unsur di romawi 2. Jadi bukan semua,” kata Anam kepada reporter Tirto, Senin.
Anam menjelaskan kalau sampai ketika dihubungi baru ada beberapa TPS saja yang melakukan penghitungan ulang. Jumlahnya jauh dari ratusan.
“Kita enggak bisa bicara detail. Tapi kemarin ada dua TPS yang memang tidak ada kecocokan antara plano dengan C7 dengan C1. Hanya dua TPS,” kata Anam.
Soal tuduhan penggelembungan, Anam tak mempersoalkan. Ia menegaskan semua mesti dicek dulu.
“Siapa pun boleh melakukan klaim. Tapi kembali lagi, tinggal kita cek C1 hologramnya, di planonya, apa benar atau tidak. Kalau memang yang disampaikan itu benar maka baru kemudian dilakukan hitung ulang,” pungkas Anam.
Respons PDIP
Saat melayangkan tuntutan ke Bawaslu Surabaya, PKB, Gerindra, Hanura, PAN, PKS, mengatakan yang paling diuntungkan dalam kasus ini adalah PDIP. Caleg-caleg partai penguasa ini mendapat suara lebih banyak dari yang semestinya.
Menanggapi tuduhan ini, PDIP Surabaya malah menyerang balik dengan mengatakan bahwa rekomendasi Bawaslu kental hasil intervensi pihak tertentu.
“PDIP Perjuangan Kota Surabaya melihat sikap Bawaslu dan surat no. 436 tertanggal 21 April 2019 punya indikasi kuat untuk memenuhi pesanan caleg-caleg yang terancam tidak lolos karena suaranya pas banderol dan tidak mendapat kepercayaan rakyat di bilik-bilik suara,” kata Ketua DPC PDIP Surabaya Whisnu Sakti Buana, dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Senin.
PDIP juga curiga kalau ada sejumlah anggota Bawaslu yang memiliki hubungan dengan sejumlah caleg.
Whisnu lantas meminta agar KPU Kota Surabaya tetap melakukan penghitungan sesuai prosedur. Mereka juga berharap Ketua Bawaslu Kota Surabaya Hadi Margo mempercayai kinerja KPPS, kelurahan, maupun kecamatan.
Dia pun mengklaim PDIP siap melawan segala kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019.
“Sebagai peserta pemilu, PDI Perjuangan akan melawan seluruh upaya yang akan merusak kemurnian suara rakyat di Pemilu 2019. Kami akan melawan setiap upaya itu dengan cara konstitusional,” kata Whisnu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino