Menuju konten utama

PDIP Ubah Petitum di PTUN, Minta Prabowo-Gibran Tak Dilantik

PDIP meminta PTUN menjatuhi sanksi administrasi ke Prabowo-Gibran agar tidak dilantik sebagai presiden dan wapres periode 2024-2029.

PDIP Ubah Petitum di PTUN, Minta Prabowo-Gibran Tak Dilantik
Ketua Tim Hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun (tengah) menyampaikan keterangan pers sebelum dimulainya sidang perdana gugatan PDI Perjuangan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Pilpres 2024 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Kamis (2/5/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun mengatakan pihaknya mengubah permohonan gugatan terhadap dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Gugatan ini dilayangkan buntut KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Semula tim PDIP meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya. Namun, karena KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden, PDIP pun meminta agar pasangan nomor urut 2 itu tidak dilantik.

"Karena petitum kami semula adalah mencoret putusan KPU. Kami ubah dengan tidak melantik," kata Gayus di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (2/5/2024).

Dalam persidangan hari ini, kata Gayus, pihaknya meminta majelis hakim memeriksa dan mengadili KPU apakah telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Ia mengatakan bila ditemukan, maka Prabowo-Gibran harus dijatuhi sanksi administrasi, berupa tidak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029.

"Kalau itu terbukti dalam persidangan kami minta untuk tidak dilantik," ucap Gayus.

Gayus menyadari PTUN tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan keputusan MK yang menyatakan gugatan pasangan Ganjar-Mahfud dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tidak beralasan menurut hukum. Alhasil, gugatan kedua kubu itu ditolak MK.

"Jadi, kami tidak urusi hasil pemilu, kami hormati putusan MK. Kami minta agar PTUN mengadili apakah betul KPU telah melanggar hukum sebagai aparatur negara di bidang pemilu ini," tutur Gayus.

Diketahui, sidang perdana gugatan PDIP terhadap KPU yang digelar di Ruang Kartika, PTUN Jakarta, Kamis hari ini dilaksanakan secara tertutup. Sidang turut dihadiri pihak penggugat dan tergugat.

Gayus mengatakan, KPU melakukan perbuatan melawan hukum karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," ungkap dia.

Sementara itu, Anggota Tim Hukum PDIP Erna Ratnaningsih, KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Hal itu sama saja melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, dimana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut.

Menurut dia, KPU menerima pendaftaran capres-cawapres pada 27 Oktober 2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19. Persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Sedangkan, KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 per 3 November pada tahun yang sama atau lebih dari sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Dengan demikian, KPU melakukan pendaftaran pada 25 dan 27 Oktober 2024.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto