tirto.id - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan Ketua MK buntut putusan permohonan perkara batas usia capres dan cawapres. Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik berat.
Politisi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan putusan MKMK itu menunjukkan putusan MK yang dipimpin Anwar Usman sebelumnya perihal batas usia capres dan cawapres, cacat prosedur.
"Belakangan ini yang dipertanyakan oleh publik adalah tentang adanya unsur dari kalau saya membahasakan itu, ada unsur penyelundupan sebenarnya dengan kita lihat putusan MK itu, ya," kata Masinton yang hadir secara daring rilis survei Poltracking Indonesia, Jumat (10/11/2023).
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP itu mengatakan dirinya memandang putusan batas usia capres-cawapres cacat prosedur terbukti ketika MKMK memutus Anwar Usman melanggar kode etik. Masinton berpandangan bahwa pemilu 2024 diawali dengan penyelundupan hukum.
"Kalau kemarin Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi itu sudah menyampaikan adanya pelanggaran-pelanggaran [Anwar Usman] itu. Tentu bagi saya pemilu ini diawali dengan adanya potensi penyelundupan hukum," kata Masinton.
Dia mengingatkan semua pihak bahwa pemilu tidak hanya sekadar ajang ritual lima tahunan, tetapi harus melahirkan pemimpin yang menghormati proses jujur, adil, terpercaya, dan tanpa campur tangan kekuasaan.
"Ini yang harus menjadi consent utama kita dalam menyelenggarakan momentum demokrasi lima tahunan ini," kata Masinton Pasaribu.
Sementara itu, Bendahara Umum Partai Nasdem, Ahmad Sahroni berharap Pemilu 2024 berjalan dengan lancar, aman, dan tidak ada perpecahan.
Selain itu, Sahroni berharap tidak ada lagi cawe-cawe yang melibatkan institusi yang semestinya netral, tetapi malah tidak netral.
"Nah inilah yang kita harapkan pemilu 2024 mendatang adalah pemilu yang sangat keren tidak dalam kondisi melibatkan dalam struktur institusi terkait yang ada di republik ini," kata Sahroni.
Sahroni mengingatkan semua pihak agar membangun narasi pemilu dengan yang positif, agar proses dalam belajar politik tidak berimbas pada periode berikutnya.
"Jangan sampai berimbas pada periode-periode selanjutnya. Ini nanti cuma ada urusannya dendam sesaat karena hasil pemilu. Siapa pun pemenangnya harus kita hormati," tutup Sahroni.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat