Menuju konten utama

12 Poin Penting Draf Revisi RUU Polri, Mengapa Kontroversial?

Kenapa RUU Polri kontroversial dan poin-poin apa yang menjadi perhatian publik? Simak penjelasannya berikut ini.

12 Poin Penting Draf Revisi RUU Polri, Mengapa Kontroversial?
Anggota kepolisian melakukan hormat saat mengikuti apel gelar pasukan Operasi Keselamatan Candi dan Pencanangan Aksi Kesalamatan Jalan di Lapangan Pancasila, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (2/3/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar.

tirto.id - DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) menjadi usulan RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna pada Selasa (28/5/2024).

Revisi UU ini tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Publik menilai beberapa poin penting dalam draf revisi UU Polri ini dikhawatirkan dapat memperluas kewenangan Polri dan melemahkan akuntabilitasnya.

Daftar Poin Penting Revisi RUU Polri

UU Polri No. 2 Tahun 2002 Pasal 16 mengatur 12 wewenang Polri dalam proses pidana. Adapun revisi UU Polri menambahkan kewenangan baru, termasuk:

Pasal 14: Pengawasan dan Blokir Ruang Siber

  • Kekhawatiran Penyalahgunaan Kekuasaan: Pemberian kewenangan luas kepada Polri untuk mengawasi, membina, dan mengamankan ruang siber dikhawatirkan dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
  • Pemblokiran Ruang Siber: RUU ini memungkinkan Polri untuk memblokir atau memutus akses ruang siber untuk mencegah kejahatan, namun mekanisme dan kriterianya belum jelas, sehingga dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik dan membatasi kebebasan berekspresi.

Pasal 16: Penyadapan dan Intelijen

  • Kewenangan Penyadapan: Pasal 16A huruf b memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai UU tentang Penyadapan, namun dikhawatirkan dapat melanggar privasi dan hak asasi manusia.
  • Kegiatan Intelijen: Polri dapat melaksanakan kegiatan intelijen keamanan, termasuk penyelidikan dan penggalangan intelijen. Kekhawatiran muncul terkait minimnya pengawasan terhadap kegiatan intelijen ini, dan potensi penyalahgunaannya untuk kepentingan politik atau represif.

Usia Pensiun

Pasal 30 ayat (2) huruf a dan b mengatur perpanjangan batas usia pensiun anggota Polri:

  • Bintara dan tamtama: 58 tahun (dapat diperpanjang menjadi 60 tahun jika dibutuhkan organisasi).
  • Perwira: 60 tahun (dapat diperpanjang 2 tahun untuk keahlian khusus yang sangat dibutuhkan).
  • Jabatan fungsional: 65 tahun.

Pasal 30 ayat (4)

  • Batas usia pensiun Kapolri (perwira tinggi bintang 4) dapat diperpanjang melalui Keppres setelah mendapat pertimbangan DPR.
  • Tidak ada ketentuan rinci tentang batas maksimum perpanjangan usia pensiun Kapolri.

Mengapa Revisi RUU Polri Kontroversial?

Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri menuai kontroversi karena beberapa poin pentingnya dikhawatirkan dapat:

1. Melemahkan Akuntabilitas Polri

Kewenangan Polri, seperti dalam Pasal 14 (pengawasan ruang siber) dan Pasal 16 (penyadapan dan intelijen), dikhawatirkan dapat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan dan minimnya pengawasan.

Selain itu mekanisme dan kriteria dalam penggunaan kewenangan baru tersebut belum jelas, sehingga dikhawatirkan tidak transparan dan akuntabel.

2. Membahayakan Demokrasi dan Kebebasan Sipil

Pemberian kewenangan kepada Polri untuk memblokir atau memutus akses ruang siber dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik dan membatasi kebebasan berekspresi.

Kewenangan penyadapan dan intelijen yang luas bagi Polri dikhawatirkan dapat melanggar privasi dan hak asasi manusia, serta digunakan untuk kepentingan politik atau represif.

3. Memperkuat Kekuasaan Individu dan Melemahkan Regenerasi

Pasal 30 ayat (2) huruf a dan b mengatur perpanjangan batas usia pensiun anggota Polri, dikhawatirkan dapat menghambat regenerasi dan memperkuat kekuasaan individu.

Sementata Pasal 30 ayat (4) mengatur batas usia pensiun Kapolri dapat diperpanjang melalui Keppres setelah mendapat persetujuan DPR, namun tidak ada batasan maksimal. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu politisasi dan melemahkan independensi Polri.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Ruhma Syifwatul Jinan

tirto.id - Hukum
Kontributor: Ruhma Syifwatul Jinan
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Dipna Videlia Putsanra