tirto.id - Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira tidak serta-merta menerima jika partai oposisi selama Pilpres 2019 hendak merapat ke barisan partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.
Andreas menilai koalisi yang sehat seharusnya dibentuk sejak awal Pemilu 2019. Jika setelah hasil pemilu ada yang mau merapat ke barisan pemenang, Andreas menilai hal itu adalah langkah untuk mencari keuntungan belaka.
"Koalisi dalam pemilihan serentak Pilpres dan Pileg biasanya dilakukan sebelum Pilpres sehingga sama-sama memahami, mendukung format pemerintahan dan berjuang memenangkan paslon yang diusung. Kalau setelah Pilpres baru mau gabung koalisi itu namanya 'dagang sapi'," kata Andreas kepada Tirto, Rabu (3/7/2019).
Andreas memandang situasi ini berbeda dengan Pilpres 2014. Kala itu, Partai Golkar juga beralih bersama dengan PAN ketika Jokowi menang. Namun, kali ini ketika Jokowi mencalonkan diri kembali, posisi kedua partai itu sudah jelas. PAN memang tak satu visi dengan Jokowi.
"Masuk 2019, PG [Partai Golkar] gabung dengan koalisi Jokowi, PAN kembali ke habitat lamanya. Itu fakta," tegasnya lagi.
Andreas mengatakan kehadiran mereka yang awalnya oposisi dalam pemerintahan bukanlah suatu bahaya. Hanya saja ada krisis integritas yang patut diwaspadai.
"Soal integritas. Buruk bagi pendidikan politik dan buruk di mata masyarakat kalau partai-partai hanya berorientasi 'power seeker' alias politik dagang sapi," katanya.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade sempat menyatakan bahwa rekonsiliasi penting karena polarisasi Pilpres 2019. Dia menyebut rekonsiliasi tidak bisa disamakan dengan politik daging sapi.
"Jangan sampai silaturahmi atau rekonsiliasi ini disalahartikan menjadi politik dagang sapi atau bagi-bagi kursi menteri," kata Andre melalui akun Twitternya, Minggu (30/6/2019).
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri