tirto.id - Program "Para Petualang Cantik" yang ditayangkan stasiun televisi Trans7 pada Minggu (22/4) menuai kritik publik. Sebabnya tayangan itu menampilkan adegan pembawa acara dan beberapa masyarakat di Kepulauan Derawan, Kabupaten, Berau, Kalimantan Timur memakan kima. Padahal, kima atau kerang besar dilindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan dan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Berdasarkan PP tersebut ada 7 jenis Kima yang masuk daftar dilindungi: yakni kima tapak kuda dan kima kuku beruang, kima Cina, kima raksasa, kima selatan, kima kecil, kima sisik dan kima seruling, kima kunia dan kima lubang. "Itu program tidak mendidik," kritik aktivis perlindungan satwa sekaligus pendiri Indonesia Animal Welfare Society Mariso Gurciano kepada Tirto, Senin (23/4).
Bagi Marison, adegan memakan kima dalam program "Para Petualang Cantik" menunjukkan kesadaran terhadap kesejahteraan hewan di kalangan pekerja stasiun TV belum memadai. "Tidak paham dan mengerti tentang persoalan kesejahteraan satwa dan upaya perlindungan satwa langka," ujarnya.
Marison bahkan menganggap program "Para Petualang Cantik" tidak menambah pengetahuan tentang keindahan alam dan upaya perlindungannya, akan tetapi sebatas menonjolkan kecantikan para pembawa acaranya. "Ini mirip program gosip selebritas yang menjual kecantikan daripada pengetahuan," katanya.
Eksploitasi hewan dalam program televisi bukan baru kali ini saja terjadi. Pada Juni 2018 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat teguran untuk program "Aladin" yang tayang di MNC TV pada 28 Juni 2012. Dalam program itu terdapat adegan binatang kukang yang dilempar anak-anak untuk menjahili temannya. Program "Petualangan Panji" dan "Steve Ewon Sang Pemburu" di Global TV juga pernah mendapat kritik dari ProFauna Indonesia.
Mereka meminta KPI menghentikan kedua tayangan itu karena dianggap telah melanggar kaidah animal welfare, karena bisa mengakibatkan satwa menjadi stres dan menderita. Apalagi dalam beberapa tayangan ditampilkan tentang penangkapan satwa liar termasuk jenis yang dilindungi. Sementara menurut UU nomor 5 tahun 1990, setiap orang dilarang menangkap, membunuh, membeli atau memelihara satwa dilindungi tanpa izin.
Malam setelah episode kontroversial itu tayang, Trans7 melalui akun Instagram @parapetualangcantikt7 sebenarnya telah mengklarifikasi pemanfaatan Kima sebagai objek acara.
"Mohon maaf sebelumnya untuk kontroversi pembuatan makanan dari Kima. Jika teman-teman menonton dan memperhatikan, ada penjelasan dari narsum tentang bagaimana masyarakat Derawan tetap memelihara Kima. Terimakasih untuk masukan, saran, dan kritik untuk kami. Kami akan riset dan survei lebih mendalam mengenai item-item yang kami jalani," bunyi penjelasan dalam akun Instagram program itu.
Penjelasan tak hanya diberikan sekali oleh Trans7. Beberapa jam setelah klarifikasi pertama muncul, akun Instagram yang sama kembali mengunggah sebuah foto hitam disertai keterangan dan permohonan maaf.
"Terkait tayangan Para Petualang Cantik episode Derawan yang tayang hari Minggu, 22 April 2018, sekali lagi kami dari Tim Para Petualang Cantik TRANS7, seluruh crew yang bertugas, serta host meminta maaf sebesar-besarnya atas kelalaian dan kesalahan kami dalam mencari informasi. Kejadian ini akan kami jadikan pembelajaran ke depannya agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini. Perwakilan Tim PPC dan TRANS7 akan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait."
Saat dihubungi Tirto, pihak Trans7 menolak memberi keterangan. Namun, seorang produser di Trans7 bernama Wisnu Mursabdo menyatakan tayangan "Para Petualang Cantik" yang menjadi kontroversi sudah ditangani manajemen televisi swasta itu.
"Masalah ini sudah ditangani manajemen. Nanti akan ada dari divisi Produksi dan PR akan memberi keterangan," ujar Wisnu kepada Tirto, Senin (23/4/2018).
KPI Selidiki
Komisioner KPI Hardly Stefano Fanelon berkata, lembaganya akan memeriksa tayangan episode "Para Petualang Cantik" yang dipermasalahkan warganet. "Hari ini akan dilakukan pemeriksaan pada bukti tayang acara TRANS7 yang dimaksud, setelah itu barulah diambil keputusan tindak lanjutnya," ujar Hardly.
KPI berpegang pada peraturannya tentang Standar Program Siaran yang terbit 2012 silam. Berdasarkan beleid itu, ada 7 jenis sanksi administratif bisa diberikan kepada program yang melanggar Standar Program Siaran.
"Jika suatu program acara belum pernah mendapat sanksi KPI sebelumnya, ditemukan adanya pelanggaran, maka sanksi yang pertama kali dikenakan adalah teguran pertama," ujar Hardly.
Teguran tertulis bisa diberikan dua kali untuk satu program yang melanggar aturan KPI. Setelah itu, KPI bisa memberi sanksi pengurangan durasi tayang atau penghentian sementara program acara. "Trans7 maupun seluruh lembaga penyiaran untuk berhati-hati dan selalu melakukan pengecekan terhadap suatu muatan yang ditampilkan dalam sebuah program," ujarnya.
Pemerintah Panggil Trans7
Dugaan pelanggaran yang dilakukan Trans7 mendapat perhatian pemerintah. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rifki Effendi, kima jelas tidak boleh dikonsumsi apalagi dengan cara dipertunjukkan ke khalayak. "Itu jelas hewan dilindungi. Jadi tak boleh dimakan dan dikonsumsi, apalagi dipertunjukkan di depan publik itu ya tidak boleh, sebuah pelanggaran [...] Tentu kami menentang penayangan hal-hal seperti itu," ujar Rifki.
Berdasarkan keterangan KKP, kima hanya dapat dimanfaatkan dari hasil budidaya turunan kedua. Penggunaan hasil budidaya kima turunan pertama dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari menteri, berdasarkan rekomendasi dari otoritas ilmiah.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi berkata, lembaganya telah memanggil produser program "Para Petualang Cantik" untuk dimintai keterangan ihwal tayangan konsumsi kima. Pemanggilan sang produser disebutnya berlangsung hari ini. "Produsernya diminta untuk dipanggil KKP sama Ditjen saya [...] Intinya kita edukasi," kata pria yang kerap disapa Tyo itu.
Menurut Tyo, konsumsi Kima oleh masyarakat di Derawan memang masih jamak dilakukan. KKP melalui timnya di daerah diklaim sudah menindaklanjuti berlanjutnya konsumsi kima hingga kini.
Tyo berkata, saat ini tim Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Balikpapan sudah bergerak untuk menggencarkan edukasi dan menindak para pengepul kima di Derawan. "Kalau [yang melanggar] masyarakat kan bisa ada sanksi sosial. Kalau ada pengepulnya ya bisa kita sikat [dengan sanksi pidana]. Nanti tim di lokasi yang akan lakukan edukasi dan memastikan dan cek ke restoran-restoran di sana," kata Tyo.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Jay Akbar