Menuju konten utama

Para "Biarawati" yang Meracik Ganja Demi Pengobatan

Misi "biarawati" Sister of the Valley adalah menanam, meracik dan menjual obat ganja demi kesembuhan orang-orang.

Para
Christine Meeusen atau dikenal dengan nama Sister Kate (kanan) dan biarawati India Delgado, bekerja di dapur mengolah ganja untuk dijadikan obat. REUTERS/Lucy Nicholson

tirto.id - Haru biru menyertai kabar tentang vonis yang diterima Fidelis Arie. Pengadilan menyatakan Fidelis bersalah dan dihukum 8 bulan penjara serta dendam 1 milyar karena telah menanam ganja. Fidelis menanam ganja semata untuk mengobati istrinya yang menderita penyakit langka Syringomyeila. Setelah Fidelis ditangkap, istrinya tak lagi mendapatkan terapi dari ganja dan akhirnya meninggal.

Sudah banyak penelitian yang menjelaskan manfaat ganja. Desakan untuk melegalkan ganja secara terbatas demi kepentingan medis juga tak henti-hentinya bergulir. Kejadian yang menimpa Fidelis pun kembali meledakkan perdebatan lama ini.

Terkait kasus Fidelis ini, ada satu nama yang menarik untuk diingat: Christine Meeusen. Ia pertama kali mengisap ganja pada usia 16 tahun. Ia melakukannya di dalam mobil temannya. Peristiwa menentukan bagi hidup Christine itu terjadi di Wincossin, Amerika Serikat.

Christine mencicipi pendidikan dengan disiplin keras sekolah Katolik. Selama 12 tahun ia belajar di bawah bimbingan penuh disiplin para biarawati. Berbagai larangan dan pantangan menjadi keseharian yang jamak baginya. Ia tahu mengkonsumsi ganja bisa membuatnya dihukum oleh sekolah, maka ia menyimpan pengalaman itu sebagai rahasia pribadi.

Usai lulus dari Universitas Wincossin, Christine berjuang keras di dunia bisnis hingga mampu mendirikan firma konsultasi bisnis butik. Pada pertengahan 1990-an, bersama suami dan ketiga anaknya, ia pindah ke Amsterdam. Di kota itulah ia menyaksikan, dan akhirnya bisa mengkhidmati lagi, kultur menghisap mariyuana.

Usai bercerai dengan suaminya pada 2008, Christine mudik permanen ke California dan tinggal bersama saudara laki-lakinya. Krisis menghantam ekonomi AS. Christine, yang hidup di sebuah rumah kecil bersama anak-anaknya, kebingungan untuk menata kehidupan ekonominya. Ia tak tahu harus berbisnis apa.

Pengalaman di Amsterdam kemudian melahirkan gagasan: industri ganja kecil-kecilan.

Batu ganjalan pertama-tama ia dapatkan dari orang-orang terdekat. Dua keponakannya menentang keras saat ia akan membentuk kelompok kolektif industri ganja. Kakaknya mengusirnya dari rumah dan membuat anak-anaknya terlantar selama empat bulan. Rasa kecewa dan marah ia tumpahkan pada gerakan menduduki Wall Street. Di sana ia bertemu para aktivis yang, lambat-laun, mempengaruhi gaya berpikirnya.

Dalam gerakan pendudukan Wall Street di tahun 2011 itulah lahir Sister Kate, alter ego Christine. Kepada Daily Beast, Christine mengingat sejarah kecilnya berawal dari pernyataan Kongres AS yang akan mendeklarasikan secara resmi bahwa pizza tergolong sayuran. Ia marah betul, lalu mengucap janji pada diri sendiri: “Jika pizza adalah sayuran, maka aku adalah biarawati.”

Dengan terus berpakaian ala biarawati Katolik, ia pun memulai kembali bisnis ganjanya pada 2014. Kali ini visinya makin jelas. Ganja yang ia produksi ditujukan untuk pengobatan segala macam penyakit, mulai dari kanker hingga Alzheimer, dan bukan dipasarkan pada mereka yang hanya cari efek psikotropikanya saja.

Ia menyewa rumah kecil beserta halaman yang ia manfaatkan menanam pohon ganja di daerah Merced, California. Dibantu Sister Darcy, kawan seperjuangannya, ia menanam, memanem, hingga mengolah ganjanya hingga menjadi minyak atau salep botol untuk dijual secara e-commerce melalui kanal Etsy. Pelanggannya bertambah banyak dan ia menerima ulasan bernada positif yang isinya ucapan terima kasih dari mereka yang tersembuhkan berkat obat racikan Sister Kate.

“Aku menderita rasa sakit dan mual-mual selama sepuluh tahun. Aku telah mencoba berbagai macam resep obat sampai aku lupa berapa jumlahnya. Akhirnya aku bisa bilang bahwa aku telah menemukan obat yang mampu meredakan rasa sakitku,” demikian salah satu ulasan yang dikirim salah satu konsumen obat Kate.

Kate bahagia. Karyawannya bertambah, dan memasuki 2017, bisnisnya telah diperhatikan berbagai media massa terkemuka. Setiap kali diwawancarai, Kate selalu menegaskan bahwa kelompoknya tak punya afiliasi apapun dengan ordo Katolik manapun. Pakaian yang dikenakannya bukan bentuk hujatan, dan para pendeta yang sempat mengunjunginya justru memuji bisnis Kate sebab menolong orang banyak.

Kate dan para pekerja lain dipandang sedang mempraktikkan spiritualisme jenis New Age. Mereka memanen ganja sesuai siklus bulanan dan mereka merapal doa khusus saat meracik obat-obatannya. Mereka juga digolongkan sebagai enviromentalis. Puncak kehormatannya ia letakkan pada ganja sebagai berkah ilahiah yang telah diberikan oleh Ibu Bumi. Tak lupa, semangat pemberdayaan perempuan juga membuat mereka punya nyala semangat feminisme.

Kate menamai bisnis dan kelompok persaudaraannya dengan nama Sister of the Valley. Popularitasnya yang membesar membuat Kate berharap bisa pindah ke ladang yang lebih luas. Ia juga berharap lebih banyak perempuan yang bergabung dengannya. Promosi Kate kepada kalangan luar komunitas bertumpu pada ajaran Katolik yang mengajarkannya membantu sebanyak mungkin orang. Kata Kate, bedanya, di komunitasnya tak ada ancaman dosa.

“Kami tak setuju dengan konsep penderitaan dalam hidup itu normal dan mesti dijalani sebagaimana adanya. Kami kira itu hanya omong kosong. Penderitaan bukanlah bagian dari hidup. Jika memang demikian, maka mereka mengkriminalisasi obat yang berasal dari tumbuhan,” katanya.

infografik biarawati ganja

Kate mengaku selalu mengagumi semangat kerja para biarawati yang sebenarnya. Dalam pengalamannya dahulu di sekolah, ia melihat etika disiplin itu saat para biarawati menjalankan fungsi gereja. Sayang, doktrin membentuk para biarawati untuk tunduk. Kate selalu ingin jadi biarawati, namun bukan yang tinggal di lingkungan yang -- baginya -- melemahkan diri sendiri. Untuk itu ia menciptakan lingkungannya sendiri.

Gereja bukanlah pihak yang menghambat masa depan bisnis Kate. Tantangan itu justru datang dari otoritas California.

Bulan Oktober 2015 Gubernur California Jerry Brown menandatangani rancangan Medical Marijuana Regulation and Safety Act dan sejak saat itu resmi berlaku sebagai hukum baru. Kota yang ada di California harus menyusun aturan ganja mereka sendiri-sendiri yang sudah harus selesai per 1 Maret 2016. Jika tidak mampu menyelesaikannya hingga batas waktu yang ditentukan, negara bagian California punya wewenang untuk mengambil alih.

Efek dari aturan tersebut terasa di 19 kota di California, termasuk kota yang ditinggali Sister of the Valley, Merced. Anggota parlemen Merced pun memberlakukan moratorium penanaman ganja untuk kepentingan medis sampai mereka mengeluarkan kebijakan yang tepat atas apa yang mesti dilakukan di masa mendatang.

California sesungguhnya telah 19 tahun melegalkan ganja untuk kepentingan medis. Keluarnya peraturan tersebut otomatis memunculkan larangan penanaman, pendistribusian, dan penjualan obat dari ekstrak ganja, termasuk di Merced.

Kate tentu menjadi penentang paling vokal. Bisnis yang menghidupinya selama ini, yang membuatnya senang sebab bisa membantu menyembuhkan penyakit yang diderita orang-orang, dicap ilegal. Perjuangannya masih berlanjut. Ia tak rela jika peraturan negara justu mengalahkan kemanusiaan, idealisme yang dulu menjadi standar perjuangan para biarawati di gereja.

“Aku mencoba meniru standar keunggulan dari para biarawati Katolik. Mereka membela sesuatu. Aku pun akan berupaya yang sama,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait GANJA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Zen RS