tirto.id - Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menilai penerapan herd immunity untuk mengatasi Corona COVID-19 di Indonesia sama sekali tidak boleh dijadikan pilihan. Alasannya cukup tegas: cara itu dapat menghilangkan satu generasi, alih-alih menghentikan pandemi.
Kajian PAPDI ini ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 Doni Monardo dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih pada Jumat (27/3/2020) kemarin.
"Dampaknya adalah peningkatan jumlah kematian. Kematian massal ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi," demikian tertulis dalam surat pengantar kajian tersebut.
Herd immunity jadi kata kunci yang paling banyak dicari warganet di Google pada 23 Maret lalu, seiring dengan semakin masifnya COVID-19. Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, herd immunity atau kekebalan kelompok adalah keadaan ketika sebagian besar orang kebal terhadap penularan penyakit tertentu.
Herd immunity bisa tercipta dengan dua cara, salah satunya dengan menyuntikkan vaksin untuk penyakit tertentu secara masif. Ini biasa dilakukan dalam bentuk imunisasi. Semakin besar cakupan imunisasi, semakin tinggi pula herd immunity.
Cara kedua adalah dengan mekanisme alami. Herd immunity diupayakan dengan membiarkan virus menginfeksi sebagian besar orang. Ini dilakukan ketika virus tertentu belum ditemukan atau sedang diupayakan vaksinnya.
Di atas kertas, herd immunity pada COVID-19 hanya dapat dilakukan dengan cara kedua karena sampai saat ini vaksinnya memang belum ditemukan. Masalahnya, mengupayakan cara ini sama saja bunuh diri karena virus ini sangat mematikan.
PAPDI berkesimpulan herd immunity untuk COVID-19 di Indonesia dapat memusnahkan satu generasi karena faktanya tingkat penyebaran penyakit ini sangat tinggi, sementara di satu sisi populasi di Indonesia sangat besar.
Jumlah penyakit penyerta juga tinggi, yang membuat seseorang semakin rentan seandainya terinfeksi COVID-19.
PAPDI mencatat ada 1,5 persen orang yang menderita penyakit penyerta kardiovaskular, lalu diabetes (10,9 persen), paru kronis (3,7 persen), hipertensi (34 persen), kanker (1,8 per 1 juta penduduk), dan autoimun (3 persen).
"Sehingga jumlah populasi yang berisiko terkena infeksi dengan teori herd immunity akan berjumlah fantastis," tertulis dalam surat tersebut.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino