Menuju konten utama

Panja RUU KUHP: Semua Fraksi Setuju Pasal Penghinaan Presiden

Anggota Panja RUU KUHP ari Fraksi PPP dan Nasdem menyatakan, semua fraksi di DPR telah sepakat pasal penghinaan Presiden masuk dalam KUHP.

Panja RUU KUHP: Semua Fraksi Setuju Pasal Penghinaan Presiden
Ilustrasi. Suasana rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/9/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) dari F-PPP, Arsul Sani menyatakan, seluruh perwakilan fraksi di DPR telah menyetujui pasal penghinaan Presiden masuk dalam KUHP.

“Kemarin dalam tim perumus, yang hari terakhir Pak Benny memimpin semua setuju dan enggak ada yang menolak," kata Arsul di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

Menurut Arsul, tim perumus dalam rapat yang berlangsung Senin (5/2/2018) belum menyepakati jenis delik yang akan digunakan untuk pasal penghinaan Presiden. “Ada yang mengusulkan sebagai delik aduan, ada yang delik umum,” kata Arsul.

Fraksi PPP sendiri, kata Arsul, mengusulkan agar pasal penghinaan Presiden masuk ke dalam delik aduan. Karena, menurutnya, bila itu termasuk delik umum maka akan mengaburkan batasan-batasan pasal tersebut.

Selain itu, kata Arsul, yang belum disepakati adalah beban hukuman bagi pelaku penghinaan pada Presiden. F-PPP, kata dia, mengusulkan agar hukuman yang diberikan di bawah lima tahun.

"Supaya kalau ada orang yang disangka menghina tidak bisa langsung ditahan sebelum diselidiki dengan benar," kata Arsul.

Senada dengan Arsul, anggota Panja KUHP F-Nasdem, Taufiqulhadi juga menyatakan pasal penghinaan Presiden telah disepakati oleh semua fraksi. Ia pun menolak bila dikatakan hanya PDIP dan Nasdem yang menginginkan agar pasal penghinaan Presiden masuk dalam KUHP.

"Fraksi mungkin belum membuat pernyataan. Tetapi anggota fraksi yang hadir di timus (tim perumus), semua setuju masalah itu. Tidak ada perbedaan pendapat," kata Taufiqulhadi di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

Taufiqulhadi juga membantah bila pasal penghinaan Presiden semata karena kepentingan pemerintahan Presiden Jokowi. Karena, menurutnya, KUHP baru akan berlaku dalam waktu yang cukup lama dan bisa digunakan oleh presiden-presiden periode selanjutnya.

"RKUHP ini untuk seratus yang akan datang, jadi kita tidak boleh personal ketika membahas masalah. Jadi harus menjaga jarak, karena ini untuk bangsa," kata Taufiqulhadi.

Tidak hanya itu, Taufiqulhadi pun yakin pasal penghinaan Presiden yang sekarang berbeda dengan pasal sama yang telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.

"Pasal yang dulu kan untuk pemerintahan otoriter, kalau yang sekarang disesuaikan dengan ranah demokrasi," kata Taufiqulhadi.

Ada pun perluasan pasal penghinaan Presiden dalam RUU KUHP hasil pembahasan terakhir pada 10 Januari 2018 terdapat pada pasal 264 yang menyatakan seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan sarana teknologi informasi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Dalam pasal itu dikatakan pula bahwa konten yang disebarluaskan tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan apabila dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran dan pembelaan diri. Hal tersebut ditegaskan sebagai upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi.

Hal ini berbeda dengan Pasal 134 dan 136 UU KUHP sebelumnya yang mengatur penghinaan Presiden. Dalam Pasal 134 dikatakan bagi seorang yang menghina Presiden dapat dikenakan hukuman pidana enam tahun atau lebih rendah satu tahun dari RUU KUHP baru.

Baca juga artikel terkait RUU KUHP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz