Menuju konten utama
Kericuhan Stadion Kanjuruhan

Organisasi Sipil: Ada Potensi Dugaan Pelanggaran HAM Kasus Arema

Sejumlah organisasi masyarakat sipil Indonesia mendesak penyelidikan terkait penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur.

Organisasi Sipil: Ada Potensi Dugaan Pelanggaran HAM Kasus Arema
Seorang warga melintas di samping mobil yang terbakar pasca kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Polda Jatim mencatat data sementara korban jiwa dalam kejadian tersebut berjumlah 127 orang dan 13 kendaraan rusak. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

tirto.id - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengecam keras insiden kerusuhan usai laga Persebaya lawan Arema di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Mereka mendesak pemerintah untuk memberikan pemulihan kepada para korban dan mengusut tuntas kejadian nahas tersebut.

Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menyoroti bahwa panitia sudah sejak awal khawatir pertandingan untuk digelar sore hari demi meminimalisir risiko, tetapi pihak liga menolak dan tetap menjalankan pertandingan di malam hari. Kemudian, mereka juga melihat sejumlah rekaman video aksi kepolisian yang menggunakan gas air mata di tengah keramaian.

"Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan," kata Isnur dalam keterangan, Minggu (2/10/2022).

Isnur juga menilai, situasi Kanjuruhan memburuk karena kapasitas stadion tidak bisa menampung penonton dalam pertandingan besar di malam hari.

Di sisi lain, penggunaan gas air mata dilarang dalam ketentuan pasal 19 Stadium Safety and Security Regulation yang dikeluarkan FIFA bahwa tidak boleh ada penggunaan senjata api dan gas air mata dalam pengamanan stadion.

Mereka juga menilai, polisi yang bertugas mengamankan pertandingan melanggar sederet aturan Perkapolri seperti Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa, Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI, Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara, Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.

"Maka atas pertimbangan di atas, kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan massa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka," kata Isnur.

Oleh karena itu, YLBHI mengecam aksi represif aparat kepada para suporter karena bertindak tidak sesuai aturan. Kemudian, mereka mendesak agar ada penyelidikan dan membentuk tim penyelidik independen dalam kasus yang menewaskan ratusan orang itu.

Ketiga, mereka mendesak pemerintah bertanggung jawab atas korban jiwa dan luka-luka dalam kejadian Kanjuruhan. Mereka juga mendesak Kapolri untuk mengevaluasi dan bertindak tegas serta meminta Propam dan POM TNI untuk mengusut pelanggaran profesionalisme anggota saat bertugas.

Mereka juga menuntut Kompolnas dan Komnas HAM untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM.

"Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas," kata Isnur.

Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menilai kejadian kerusuhan pasca laga Arema lawan Persebaya sebagai tragedi kemanusiaan yang menyeramkan. Ia turut berduka atas kejadian yang merenggut nyawa ratusan jiwa itu.

"Hak hidup ratusan orang melayang begitu saja pasca pertandingan bola, ini betul-betul tragedi kemanusiaan yang menyeramkan sekaligus memilukan. Perempuan dan laki-laki dewasa, remaja dan anak di bawah umur, menjadi korban jiwa dalam tragedi ini. Kami sampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban, pun kepada korban luka yang saat ini sedang dirawat, kami berharap pemulihan kondisi yang segera," kata Usman dalam keterangan, Minggu (2/10/2022).

Tragedi Kanjuruhan Ingatkan Insiden Peru Tewaskan 300 Orang

Usman mengaitkan kejadian Kanjuruhan dengan peristiwa berdarah di Stadion Nasional Lima, Peru pada 26 Mei 1964. Kala itu, Peru tengah bertanding melawan Argentina saat kualifikasi Olimpiade. Penonton turun ke lapangan karena kecewa dengan keputusan wasit yang menganulir gol Peru. Sejumlah penonton terinjak-injak saat kerumunan panik berjalan ke arah luar untuk menghindari polisi, gas air mata, dan anjing. Dalam catatan, lebih dari 300 orang meninggal saat insiden tersebut.

Menurut Usman, aparat seharusnya bisa memahami regulasi penggunaan gas air mata. Ia memahami polisi tengah menjalankan tugas, tetapi tetap harus memastikan penghormatan pada korban. Ia menduga, aparat menggunakan kekuatan berlebihan dalam penanganan insiden Kanjuruhan.

“Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta. Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen,” kata Usman.

Usman menilai, perlu ada akuntabilitas dalam penanganan kasus Kanjuruhan. Ia juga mendorong agar ada penyelidikan secara independen, transparan dan menyeluruh dalam kasus Kanjuruhan.

“Akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang,” kata Usman.

Pertandingan BRI Liga 1 2022/2023 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya yang berakhir 2-3 untuk tim tamu berakhir ricuh. Ribuan suporter Arema FC turun ke lapangan meluapkan emosi karena timnya kalah.

Emosi tersebut menjadi tidak terkontrol hingga akhirnya menelan korban jiwa. Dalam keterangan yang dirilis Polda Jawa Timur per Minggu (2/10/2022) pukul 10.30 WIB, ada 129 orang meninggal, 2 diantaranya anggota Polri dan 34 penonton meninggal di Stadion, kemudian yang lain meninggal di rumah sakit pada saat proses upaya pertolongan.

Sementara itu, sekitar 13 mobil rusak dalam kejadian tersebut, 10 di antaranya mobil dinas milik Polri, mobil patroli, mobil truk Brimob, mobil Patwal, mobil K9 dan juga ada mobil pribadi.

Selain itu, kerusuhan pasca pertandingan Arema melawan Persebaya berpotensi dilirik FIFA. Salah satu hal yang disorot adalah upaya penanganan huru-hara yang dilakukan aparat yang dinilai melanggar aturan pengamanan dan keamanan stadion FIFA pada poin 19b tentang pengaman di pinggir lapangan.

Presiden Jokowi sudah mengambil sikap atas kejadian yang menewaskan ratusan jiwa tersebut. Ia memerintahkan ada pemberian pengobatan kepada para korban. Jokowi juga menginstruksikan penghentian Liga 1 serta pengusutan atas kerusuhan tersebut.

"Khusus kepada kapolri, saya minta melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus ini. Untuk itu, saya juga memerintahkan PSSI untuk menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan," kata Jokowi dalam keterangan, Minggu (2/10/2022).

Baca juga artikel terkait KERICUHAN SUPORTER atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri