Menuju konten utama

Ombudsman Temukan Maladministrasi pada Sertifikat Tanah Pulau Pari

Dua poin yang ditemukan Ombudsman yaitu penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum.

Ombudsman Temukan Maladministrasi pada Sertifikat Tanah Pulau Pari
Peserta Aksi demo tuntut penangguhan penahanan Nelayan Pulau Pari di Kejaksaan Jakarta Utara, Selasa (23/5). tirto.id/Arimacs Wilaner

tirto.id - Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menemukan maladministrasi dalam penerbitan 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Pulau Pari.

Menurut Plt Kepala ORI Jakarta Raya Dominikus Dalu, terdapat penyimpangan prosedur, wewenang dan pengabaian kewajiban hukum dalam penerbitan SHM dan SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri (SHM dan SHGB) dan PT Bumi Raya Griyanusa (SHGB).

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang terangkum dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), Ombudsman menemukan 62 SHM di Pulau Pari tidak mengikuti mengikuti prosedur yang diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat 1, 2, 3, dan 4 serta Pasal 26 Ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah khususnya soal keterlibatan warga Pulau Pari dalam penerbitan sertifikat tersebut.

"Pertama proses pengukuran tidak diinformasikan atau tidak diketahui oleh warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah. Kedua, hasil pengukuran/daftar peta bidang tanah tidak diumumkan sehingga warga Pulau Pari tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan keberatan," ucap Dominikus di Kantor Ombudsman, Kuningan Jakarta Selatan Senin (9/4/2018)

Sedangkan untuk poin penyalahgunaan wewenang, Ombudsman menemukan jika penerbitan SHM tersebut menyebabkan terjadinya monopoli kepemilikan tanah dan peralihan fungsi lahan di Pulau Pari. "Sehingga bertentangan dengan ketentuan pasal 6,7 dan 13 ayar 2 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria," tambahnya

Terkait penerbitan 14 SHGB, ada dua poin yang ditemukan Ombudsman yaitu penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum.

Menurut Ombudsman penerbitan SHGB Pulau Pari bertentangan dengan banyak pasal seperti Pasal 6,7 dan 13 Ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Pasal 2 huruf g UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 171 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf e Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

"Pada pokoknya penerbitan 14 SHGB di Pulau Pari mengabaikan fungsi sosial tanah, adanya monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang, melanggar RT/RW kawasan pemukiman dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik" ucap Dominikus.

Sementara itu, soal pengabaian kewajiban hukum, pihak Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang SHGB yaitu PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa karena sejak tahun 2015 korporasi selaku pemegang SHGB tidak melakukan aktivitas di atas tanah atau membiarkan tanah terlantar.

"Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 35 huruf b PP 40/1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, seharusnya Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang hak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai diatur dalam Pasal 30 huruf b dan c PP 40/1996," ucapnya.

Ombudsman memberikan beberapa poin yang harus dilakukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta dan Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN RI untuk melakukan audit dan evaluasi serta harus disampaikan kepada Ombudsman dalam waktu 30 hari. Sedangkan kepada kepada Pemprov DKI untuk segera melakukan inventarisasi seluruh aset-aset di Pulau Pari.

"Pelaksanaan tindakan korektif kepada Pemprov DKI Jakarta dan Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta disampaikan perkembangannya kepada Ombudsman dalam waktu 60 hari," kata Dominikus.

Penyampaian LAHP tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, Made Ngurah Priyatna selaku Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, dan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Najib Taufik.

Baca juga artikel terkait SENGKETA LAHAN atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Dipna Videlia Putsanra