Menuju konten utama

Ombudsman Beberkan Potensi Malaadministrasi oleh BPJS Kesehatan

Ombudsman menyoroti aduan masyarakat terkait fasilitas kesehatan yang masih menerapkan kuota layanan dalam menangani pasien BPJS Kesehatan.

Ombudsman Beberkan Potensi Malaadministrasi oleh BPJS Kesehatan
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (17/6/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.

tirto.id - Ombudsman RI menyampaikan potensi maladministrasi dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Asisten Keasistenan Utama VI Ombudsman RI Bellinda Wastitiana Dewanty mencatat peningkatan aduan masyarakat terkait fasilitas kesehatan.

Pengaduan masyarakat yang diterima Ombudsman RI terkait pelayanan kesehatan meningkat dari sekitar 300 pada 2021 menjadi sekitar 400 pada 2022.

"Potensi maladministrasi ini berangkat dari adanya pengabaian kewajiban hukum dan penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) yang seharusnya melakukan audit secara internal dan masif," ujar Bellinda pada diskusi daring Ombudsman RI bertema Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan, Selasa (28/2/2023).

Bellinda mengatakan masalahnya tidak semua daerah memiliki BPRS. Fungsi pengawasan, pemeriksaan, dan evaluasi dijalankan oleh dinas kesehatan masing-masing kabupaten/kota.

Kemudian, Ombudsman menyoroti aduan masyarakat terkait fasilitas kesehatan yang masih menerapkan kuota layanan dalam menangani pasien BPJS Kesehatan.

"Kami juga menyoroti ada peran penting dari BPJS Kesehatan dalam mengawasi kuota layanan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang ada di masing-masing faskes. Kami melihat BPJS Kesehatan belum maksimal dalam menerapkan fungsi pengawasan," kata Bellinda.

Menurutnya, BPJS Kesehatan harus memastikan dan mengoordinasikan jumlah peserta BPJS yang mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun tingkat rujukan lanjutan (FKTRL) tidak mendapatkan penolakan. Ia menuturkan masih banyak aduan masyarakat ditolak dalam mengakses fasilitas kesehatan.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menegaskan masyarakat memiliki hak atas jaminan kesehatan. Pada sisi lain, negara wajib memenuhi hal tersebut.

"Ombudsman mencatat dalam rangka terkait dengan pelayanan BPJS Kesehatan, kerangka masalahnya itu selalu berada pada kisaran soal pertama kepesertaan, kedua pembiayaan dan ketiga pelayanan," ujar Robert.

Menaggapi itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memaklumi adanya aduan terhadap pelayanan lembaganya. Ia mengklaim BPJS Kesehatan telah meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya.

"Untuk diketahui dengan peserta lebih dari 250 juta orang, maka masih ada yang mengeluh merupakan hal yang bisa dimaklumi, tetapi sudah jauh berkurang. Dengan peserta 250 juta orang, (BPJS Kesehatan) jadi skema tunggal terintegrasi terbesar di dunia, bahkan hanya pakai KTP bisa," ujar Ghufron ketika dihubungi reporter Tirto, Selasa (28/2).

Ghufron mengakui masih ada beberapa rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menerapkan kuota layanan. Padahal, kata dia, BPJS Kesehatan selalu memerhatikan keuangan rumah sakit atau faskes.

"BPJS sudah tidak defisit, BPJS memerhatikan cash-flow RS, sekarang kalau BPJS punya utang ke RS, untuk dilaporkan, kami akan selesaikan segera, bahkan BPJS memberikan uang muka ke RS sebelum diverifikasi," kata dia.

"BPJS sekarang tidak saja lebih mengedukasi, tetapi juga memonitor dan membuka aduan, membentuk tim anti fraud dll," tambahnya.

Baca juga artikel terkait MALAADMINISTRASI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan