Menuju konten utama

Ombudsman: Ada Indikasi Penimbunan di Balik Minyak Goreng Langka

Penimbunan dan mengalihkan penjualan minyak dari retail ke pasar tradisional juga menimbulkan adanya lonjakan harga di atas HET yang sudah ditetapkan.

Ombudsman: Ada Indikasi Penimbunan di Balik Minyak Goreng Langka
Karyawan melayani pembeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19/1/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengungkap ada indikasi penimbunan di balik kelangkaan minyak goreng murah. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menjelaskan, indikasi itu muncul karena masyarakat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) malah yang tersedia di pasar adalah minyak goreng dengan harga yang mahal.

"Barang di pasar modern itu langka karena ada oknum yang menawarkan ke pasar tradisional. Pengalihan di pasar modern itu dengan menjual ke pasar tradisional dengan harga Rp 15.000 misalnya," jelas dia dalam Diskusi Pelayanan Publik Menjamin Ketersediaan Minyak Goreng, Selasa (8/2/2022).

Yeka menjelaskan, dari adanya kecurigaan tersebut pihaknya meminta Satgas Pangan melakukan investigasi mengenai adanya indikasi tersebut.

"Saya harap Satgas Pangan bereaksi cepat, jika ketegasan diberikan begitu Satgas Pangan tegas, upaya penimbunan bisa terselesaikan," kata dia.

Adapun kata dia, dari langkah oknum yang melakukan penimbunan dan mengalihkan penjualan minyak dari retail ke pasar tradisional juga menimbulkan adanya lonjakan harga di atas HET yang sudah ditetapkan. Dari permasalahan itu ia meminta Satgas Pangan segera bertindak dan masyarakat bijak untuk membeli minyak goreng sesuai dengan kebutuhan.

"Ombudsman mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan panic buying," terang dia.

Sebelumnya, harga minyak goreng di pasar mengalami lonjakan sampai di angka Rp20.000/liter. Dari permasalahan itu ditemukan bahwa produsen minyak sawit lebih banyak mengekspor komoditas ke luar negeri karena harga minyak sawit tengah tinggi.

Dari sana, komoditas minyak goreng akhirnya langka. Pun ada, minyak goreng dijual dengan harga yang hampir sama seperti harga komoditas yang diekspor.

Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah memberlakukan domestic mandatory obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi eksportir minyak goreng untuk menjual 20 persen kuota ekspornya khusus untuk kebutuhan di dalam negeri. Kebijakan DPO juga diterapkan dengan penetapan harga yaitu Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 per kg untuk olein.

Adapun langkah tersebut dilakukan untuk memutus keterkaitan antara harga minyak goreng dan harga CPO internasional.

Langkah itu dilakukan untuk mendukung penerapan harga minyak goreng di dalam negeri dijual sesuai dengan HET. Yaitu minyak goreng curah, hanya boleh dijual paling mahal Rp11.500/liter, kemudian minyak goreng dengan kemasan sederhana wajib dijual paling mahal Rp13.500/liter, kemudian minyak goreng dengan kemasan premium tidak boleh dijual lebih dari harga Rp14.000/liter.

Sebagai informasi kebutuhan minyak goreng nasional saat ini mencapai 5,7 juga kiloliter yang terdiri dari kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan industri.

Adapun ia memaparkan kebutuhan rumah tangga di tahun ini mencapai 3,9 juta kiloliter dan yang terdiri dari 1,2 juta kiloliter kemasan premium, 231 ribu kiloliter kemasan sederhana dan 2,4 juta kiloliter curah. Kemudian untuk kebutuhan industri diperkirakan sebesar 1,8 juta kiloliter.

Baca juga artikel terkait MINYAK GORENG atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Restu Diantina Putri