tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pasar modal dan lembaga keuangan masih dalam kondisi yang aman jika dilihat dari sisi risiko di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
OJK mencermati adanya tekanan eksternal pada nilai tukar dan Surat Berharga Negara (SBN), terutama berasal dari ekspektasi lanjutan kenaikan Fed Funds Rate dan sentimen dari perang dagang antara pemerintah AS dan mitra dagang utamanya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan hal itu dapat tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai dengan akhir Triwulan II/2018 secara umum mengalami pelemahan yang diiringi dengan aksi jual non-residen.
"Sementara itu, kinerja intermediasi sektor jasa keuangan secara umum mengalami moderasi walau masih terjaga. Dari sisi risiko, OJK menilai risiko yang dihadapi lembaga jasa keuangan masih berada pada level yang manageable," kata Wimboh di Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta pada Selasa (31/7/2018).
Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan pada Juni 2018 tercatat sebesar 2,67 persen, turun dari posisi Mei 2,79 persen. Lalu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,15 persen, yang sedikit meningkat dari posisi Mei 3,12 persen.
Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan (LJK), dikatakan Wimbo, juga terjaga dengan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan sebesar 21,9 persen, sedikit menurun dari posisi Mei 22,2 persen.
"Namun jauh di atas threshold," kata Wimboh.
Kemudian, Risk Based Capital (RBC) asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 333 persen dan 455 persen, naik dari posisi Mei yang tercatat masing-masing sebesar 319 persen dan 442 persen.
Sementara kondisi likuiditas di perbankan, lanjut Wimboh, juga masih memadai. Ekses likuiditas di perbankan per 18 Juli 2018 sebesar Rp539,9 triliun, yang ditunjukkan oleh alat likuid yang dimiliki perbankan, dinilai masih cukup untuk mendukung pertumbuhan.
"Angka pertumbuhan kredit pada posisi Juni 2018 tumbuh sebesar 10,75 persen yoy (year on year), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 7,75 persen yoy," ujar Wimboh.
Selanjutnya, di pasar modal, penghimpunan dana hingga Juni 2018 mencapai Rp108 triliun. Emiten baru tercatat sebanyak 31 perusahaan.
Wimboh mengatakan angka itu jauh lebih besar dibanding posisi Januari Mei 2018 yang sebesar 18 perusahaan. Total dana kelolaan investasi hingga Juni 2018 mencapai Rp706,2 triliun dibandingkan Juni 2017 sebesar Rp685,8 triliun.
"OJK akan terus memantau dinamika perekonomian global dan dampaknya terhadap likuiditas pasar keuangan dan kinerja sektor jasa keuangan nasional dan akan mengambil policy measures yang tepat dalam hal tekanan di pasar keuangan terus berlanjut," ujar Wimbo.
Sementara itu, dalam jangka menengah dan panjang, lanjut Wimboh, OJK akan terus mengupayakan peningkatan fungsi intermediasi melalui beberapa opsi kebijakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan industri berorientasi ekspor, pembiayaan kepada proyek-proyek infrastruktur, dan dukungan pengembangan sektor pariwisata serta perumahan.
"OJK juga akan mengupayakan penguatan terhadap ketahanan pasar keuangan domestik antara lain melalui upaya pendalaman pasar keuangan baik dari sisi permintaan maupun penawaran serta penguatan infrastruktur pasar," ujar Wimboh.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri