tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang biro travel umrah menghimpun dana dari para calon jemaah dengan metode mencicil pembayaran. OJK mengeluarkan larangan itu sebab menilai biro travel umrah tidak memiliki kewenangan sebagai tempat deposito dan mengelola dana masyarakat.
“Apabila jemaah belum cukup uang, menabunglah di bank daripada menyicil di biro travel. Cicilan itu dilarang,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing di kantornya, Jakarta, pada Jumat (20/4/2018).
Tongam mencatat di sejumlah kasus, ada biro travel umrah yang memiliki program dana talangan. Melalui dana itu, masyarakat bisa menunaikan ibadah umrah terlebih dahulu untuk kemudian mengembalikan uang talangan dengan mencicil dalam kurun waktu yang disepakati.
Akan tetapi, pada kasus-kasus tertentu, jumlah dana yang harus dikembalikan jemaah malah mencapai dua kali lipat dari harga sebenarnya.
“Jadi niatnya bukan untuk memberangkatkan, tapi mendapatkan uang,” kata Tongam.
Selain melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai prosedur, biro travel umrah bermasalah juga menawarkan promo harga yang tidak wajar. Kementerian Agama telah menetapkan standar biaya umrah adalah sebesar Rp20 juta.
Menurut Tongam, biro travel umrah yang menawarkan biaya di bawah standar tersebut karena menerapkan sistem subsidi bagi para jemaahnya. Cara kerjanya pun menggunakan Skema Ponzi atau saling rekrut oleh jamaah dengan iming-iming bonus.
“Makanya mereka terus mengharapkan para peserta baru,” kata Tongam.
Dia menambahkan masyarakat sudah mulai banyak yang melapor terkait biro travel umrah pemakai skema ponzi. Modus ini terjadi di kasus penipuan First Travel dan Abu Tours. Karena itu, OJK telah berkoordinasi dengan Kementerian Agama untuk mencegah kasus penipuan seperti itu terulang.
Menurut Tongam, masih ada sejumlah biro travel umrah yang dicurigai menerapkan sistem multi level marketing (MLM). Mayoritas biro travel tersebut berada di Pulau Jawa.
“Satgas akan merapatkan itu pada Mei, kami juga akan membahas beberapa entitas yang diduga melakukan investasi ilegal,” ujar Tongam.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom