tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan mengimbau masyarakat segera melaporkan Financial Techology (Fintech) terutama jasa Peer to Peer (P2P) Lending yang meresahkan kepada kepolisian.
Hal itu mencangkup cara penagihan yang intimidatif hingga berujung pelecehan seksual, P2P Lending tidak terdaftar di OJK, pelanggaran privasi, dan identitas P2P Lending yang tidak lengkap.
Merespon laporan Tirto.id yang memuat tindakan intimidatif dalam penagihan P2P Lending, Slamet selaku Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan hal itu sudah melanggar peraturan lain. Hal itu dapat dilaporkan kepada kepolisian. Kemudian untuk kepentingan penegakan hukum, polisi dapat meminta data P2P Lending tersebut kepada OJK.
"Kalau itu kan sudah melanggar peraturan yang lain. Kalau ada pelanggaran, ke polisi saja," ucap Slamet ketika ditemui di lantai dasar Wisma Mulia pada Selasa (13/11/2018).
Slamet mengatakan OJK sudah memberikan sejumlah rambu yang harus dipatuhi fintech saat mendirikan perusahaannya. Salah satunya adalah P2P Lending tidak diperbolehkan mengambil data pribadi masyarakat.
Meskipun demikian, kebocoran data pribadi dapat tetap terjadi bila masyarakat yang memberikan data pribadinya secara consent (sadar). Misalnya melalui persetujuan syarat dan ketentuan dalam aplikasi P2P Lending.
Akan tetapi, Slamet juga memastikan bahwa bila P2P Lending tersebut sudah menerima data pribadi masyarakat, ia harus tunduk pada UU yang berlaku. Misalnya peraturan yang mengatur data-data yang diterbitkan oleh Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Dengan kata lain bila terdapat P2P Lending yang meminta fotokopi KTP masyarakat sebagai syarat pinjaman, perusahaan fintech memang dapat menyimpan sesuai izin pemilik, tetapi tidak boleh menyalahgunakannya.
"Memang dikasi consent tapi dia nggak boleh sembarangan," ucap Slamet.
Slamet juga mengingatkan agar masyarakat hanya menggunakan fintech yang terdaftar di OJK. Bila masyarakat mendapati P2P Lending tersebut tidak terdaftar, masyarakat juga dapat melaporkannya.
Ketika ditanya mengenai perusahaan P2P Lending yang tidak memiliki alamat kantor dan kontak yang jelas, Slamet berpandangan bahwa hal itu keliru. Menurutnya, setiap P2P Lending yang terdaftar tetap harus melampirkan informasi itu sejelas-jelasnya. Ditambah lagi, informasi mengenai server yang dipakai oleh P2P Lending tersebut juga harus didaftarkan.
"O harus dong semuanya. Harus jelas data fintech-nya," ucap Slamet.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Yantina Debora