tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat permintaan instrumen investasi di pasar modal terus menunjukan peningkatan seiring lonjakan jumlah investor retail baru yang mencapai 4 juta orang selama tahun 2020. Peningkatan ini membuat otoritas harus berpikir keras untuk menyeimbangkan permintaan dengan suplai instrumen investasi yang memadai.
“Untuk itu kami ingin menjaga, menyeimbangkan, dan mendorong suplai karena demand tinggi,” ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/2/2021).
Lonjakan investor retail ini bisa dipahami lantaran banyak masyarakat tidak dapat membelanjakan uangnya akibat pembatasan aktivitas masyarakat sehingga berdampak pada penurunan pengeluaran sekaligus kelebihan simpanan. Sebagian besar masyarakat akhirnya memilih pasar modal untuk menggelontorkan kelebihan uang ini untuk sesuatu yang lebih produktif.
Wimboh menjelaskan langkah untuk menyeimbangkan permintaan ini telah ditempuh dengan peluncuran skema Securities crowdfunding (SCF) di awal tahun 2021. Melalui mekanisme ini, setiap orang dapat mengumpulkan dana dengan mudah sekaligus menyerap permintaan instrumen investasi selain saham.
Wimboh menarget SCF dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang telah mengantongi Surat Perintah Kerja (SPK) proyek pemerintah. Ia mengestimasikan ada potensi Rp75 triliun SPK yang memerlukan pembiayaan.
Dalam kesempatan terpisah, Wimboh mengingatkan kehadiran suplai yang mencukupi ini menurutnya penting di pasar modal. Tujuannya agar investor retail yang jumlahnya semakin banyak tidak rentan terhadap lonjakan harga dari instrumen investasi. Belum lagi sebagian produk di pasar modal memiliki tingkat volatilitasnya masing-masing.
“Apabila instrumen tidak ditambah, supply-demand tidak match dan harga jadi tinggi. Ini perlu kami kendalikan di 2021,” ucap Wimboh dalam diskusi virtual, Selasa (26/1/2021).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan