Menuju konten utama

OJK Bongkar Penyebab Pengembangan Ekonomi Syariah RI Tak Mulus

Dalam pengembangan ekonomi syariah, Indonesia menghadapi tantangan rendahnya indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah.

OJK Bongkar Penyebab Pengembangan Ekonomi Syariah RI Tak Mulus
Pengunjung mencari informasi di salah satu stan pameran Festival Ekonomi Syariah (FESyar) di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (25/8). ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan pangsa pasar industri halal dan keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Berdasarkan State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan konsumen produk halal di dunia.

Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah OJK, Muhammad Ismail Riyadi mengatakan hal ini menjadi awal yang cukup baik untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen halal terkemuka di dunia. Namun sayangnya masih ada pekerjaan rumah (PR) mesti dihadapi Indonesia.

"Kita masih menghadapi rendahnya tantangan indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah," katanya dalam pernyataanya, dikutip Selasa (4/7/2023).

Berdasarkan survei OJK 2022, literasinya (keuangan syariah) masih diangka 9,14 persen namun inklusinya sudah sampai 12,12 persen. Untuk indeks literasi ekonomi syariah memang sudah naik 23,3 persen tapi ini harus didorong lebih tinggi lagi menjadi 50 persen di 2024.

Dia melihat bahwa, peningkatan literasi dan inklusi keuangan menjadi bagian yang harus dilakukan secara kolaboratif baik oleh OJK, pemerintah, KNEKS, pelaku industri keuangan maupun elemen masyarakat lainnya. Karena industri halal dan literasi dan inklusi keuangan syariah harus saling menguatkan untuk berkembang.

"Dan pendekatan sekarang yang harus dilakukan dalam pengembangan keuangan syariah memang harus masuk ke ekosistemnya," tuturnya.

Oleh sebab itu, regulator memiliki tiga arah kebijakan strategis khusus literasi dan inklusi keuangan. Pertama, mengembangkan infrastrukturnya baik itu literasi dan inklusi keuangan syariah.

Kedua, akselerasi dan edukasi keuangan syariah secara masif dan kolaboratif dan ketiga pengembangan produk dan akses keuangan syariah melalui pendekatan ekosistem.

Sementara itu, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS, Sutan Emir Hidayat menuturkan, untuk menggenjot indeks literasi dan inklusi ekonomi dan keuangan syariah bisa difokuskan kepada generasi muda melalui pendekatan gaya hidup halal.

Generasi muda sendiri sangat potensial untuk mendorong pengembangan produk dan jasa keuangan syariah. Hal ini lantaran generasi Z (1997-2012; usia 8-23 tahun) menyumbang 27,94 persen dalam komposisi kependudukan di Indonesia. Sementara generasi Y (1981-1996)/Milenial (usia 24-39 tahun) menyumbang komposisi kependudukan di Indonesia sebanyak 25,87 persen.

"Dengan prediksi dan tren sosial berkembang tersebut maka sangat tepat jika pengembangan ekonomi syariah dan industri halal

dikembangkan dengan pendekatan halal lifestyle, karena mampu mengkombinasikan antara sisi spiritual, psikologis, aktivitas sehari-hari, hobi, dan tren bisnis dalam satu tarikan nafas," ungkapnya.

Senada, Kepala Unit Pengembangan Produk Syariah Bursa Efek Indonesia (BEI), Yunan Akbar mengungkapkan, hambatan di pasar modal syariah meliputi pelaku, instrumen dan infrastruktur.

"Mengenai pelaku, tingkat literasi kita (pasar modal syariah) sangat rendah itu cuma 4,11 persen di 2022 jauh di bawah perbankan. Banyak masyarakat yang belum tersentuh karena mayoritas investor yang masuk pasar modal syariah adalah milenial," katanya.

Dari sisi instrumen datang dari sisi supply di mana varian instrumen pasar modal syariah sangat sedikit. Kemudian dari sisi infrastruktur seperti masih ada leg ketika melakukan transaksi dan pembukaan rekening.

Baca juga artikel terkait EKONOMI SYARIAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang