Menuju konten utama

ODI: Kesenjangan dan Kemiskinan Dunia Harus Segera Diatasi

Lembaga Pembangunan Lintas Negara (ODI) memperingatkan PBB untuk segera atasi kesenjangan dan kemiskinan yang terjadi di dunia. ODI menyebut negara Sub-Sahara Afrika tertinggal dalam upaya pengentasan kemiskinan karena penghasilan warga negaranya kurang dari 1 dolar Amerika Serikat

ODI: Kesenjangan dan Kemiskinan Dunia Harus Segera Diatasi
Lambang PBB.foto/shutterstock

tirto.id - Lembaga Pembangunan Lintas Negara (ODI) memperingatkan tekad Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk segera mengatasi kesenjangan dan kemiskinan parah di dunia yang telah disepakati tahun lalu.

ODI merupakan kelompok pemikir masalah pembangunan dan kemanusiaan Inggris. Kelompok tersebut, pada Senin (11/7/2016) menunjukkan salah satu program dunia PBB, bertajuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan mengalami kelambatan dalam penerapan sehingga berpotensi untuk menghambat kemajuan upaya menghentikan pertumbuhan kemiskinan dan kesenjangan dunia.

Program tersebut berisi 17 tugas ambisisus dan 169 sasaran demi mengatasi persoalan paling bermasalah di dunia. Cetak biru pembangunan tersebut berjangka waktu kurang lebih 15 tahun pada September.

Laporan ODI berjudul "Leaving No One Behind" mengenai kesenjangan dan kemiskinan dunia disiarkan menjelang pertemuan pejabat tinggi politik di New York pada 11 hingga 12 Juli. Dalam forum tersebut, dibahas pula langkah menindaklanjuti rencana program PBB tersebut.

Peneliti ODI, Liz Stuart mengatakan, dampak SDGs yang menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), dalam seribu hari pertamanya pada 1 Januari tahun ini cukup penting untuk segera terlihat.

"Laporan itu merupakan pengingat keras bahwa tiga tahun merupakan waktu yang cukup telat untuk implementasi program, mengingat misi di dalamnya telah dirancang bersama pemerintah terkait, sehingga mestinya tak ada alasan lambatnya kebijakan penerapannya dari pihak terkait," kata Stuart.

Stuart mengatakan, sejumlah negara telah merancang strategi guna mulai menerapkan SDGs, tetapi anggota lain terlihat belum membuat kebijakan penerapan program.

Seluruh negara anggota diperbolehkan menyesuaikan penerapan program dengan keadaan negerinya, asalkan misi itu dapat tercapai sesuai target, yaitu pada 2030.

Laporan ODI menekankan, negara kawasan Sub-Sahara Afrika dinilai cukup tertinggal dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrim, mengingat masyarakatnya hidup dengan penghasilan kurang dari satu dolar Amerika Serikat per harinya.

Alhasil, tingkat kemajuan penerapan program perlu dilipat-gandakan.

Kajian ODI juga memperlihatkan, negara di Afrika perlu mengurangi tingkat kematian anak dari penyakit yang dapat dicegah, setidaknya sekitar tujuh persen per tahun dari 2015 sampai 2030 guna mencapai target misi pembangunan dunia.

"Jika tak ada aksi yang dicanangkan sampai 2018, tingkat kematian itu akan meningkat hingga lebih dari sembilan persen per tahun, atau 12 persen pada 2021," kata laporan tersebut.

Stuart menerangkan, jika kebijakan implementasi program tak segera dibuat pada beberapa tahun di periode awal, target yang dicanangkan akan sulit tercapai pada 2030.

Ia menekankan, dampak utama program mestinya dapat dirasakan dalam waktu tiga tahun ini.

Perempuan itu mencontohkan, Eritrea telah membuat program pendidikan, menempatkan lima ribu anak penggembala nomaden ke sekolah dalam waktu dua tahun.

Langkah lain turut dibuat Senegal, program negara itu mampu meningkatkan jumlah penduduk yang mendapat akses listrik sebanyak 90 ribu orang di 191 desa pada 2012.

Dua tahun sebelumnya, hanya 17 ribu penduduk yang mampu mengakses fasilitas tersebut.

"Program tersebut nyatanya dapat dijalankan, bukan kebijakan khayalan belaka," katanya mengakhiri.

Baca juga artikel terkait KESENJANGAN SOSIAL

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh