tirto.id - Puluhan ribu penggemar musik tanah air yang menyaksikan penampilan grup musik Coldplay, mungkin tengah terkantuk dengan perasaan gembira hari ini. Tadi malam, Rabu (15/11/2023) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, mereka dimanjakan penampilan sekitar 120 menit oleh grup musik yang dipunggawai Chris Martin cs itu. Konser bertaraf internasional bertajuk “Spheres World Tour Jakarta” tersebut, ditargetkan menghimpun 70.000-80.000 penonton.
Kendati demikian, di antara puluhan ribu dada penonton yang dipenuhi sukacita tadi malam, tersisip pengalaman tak mengenakkan yang dialami lusinan orang. Seperti hal-hal terang dan megah lainnya, tersimpan kekacauan di baliknya. Konser Coldplay yang telah terselenggara dengan gegap gempita pun tak lepas darinya.
Seperti kisah yang dibagikan Jennifer Slavina (20), mahasiswi asal Surabaya, Jawa Timur, yang ditemui reporter Tirto pada hari H konser Coldplay. Ia datang ke Jakarta untuk menonton penampilan Coldplay bersama ketiga temannya. Nahas, ia justru menjadi salah satu korban penipuan tiket konser Coldplay oleh pihak tak bertanggung jawab.
Penipuan itu bermula saat Jennifer dkk membeli empat tiket Coldplay dari akun Instagram @thisyourtix pada Juli 2023. Per tiket dalam Categori 6 yang dibelinya, dibanderol Rp2 juta atau naik Rp500 ribu dari harga resmi. Jennifer mengaku tertarik untuk membeli tiket tersebut karena kenaikan harganya tak terlalu tinggi.
“Karena harganya enggak gila-gilaan. Misal cat 6 itu [harga asli] Rp1,5 juta, dijual seharga Rp2 juta,” kata dia, ditemui di Gerbang 10 GBK, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023).
Ia lantas membeli empat tiket dengan total harga Rp8 juta itu. Jennifer mengaku membayar keempat tiket itu melalui transfer. Kemudian, pihak akun Instagram @thisyourtix mengirimkan invoice pembelian tiket tersebut.
Tak disangka-sangka, hingga hari H konser, pihak @thisyourtix tak memunculkan batang hidungnya di Mal FX, tempat mereka seharusnya bertemu memberikan tiket. Alih-alih mendapat titik terang, Jennifer justru bertemu dengan korban penipuan lain yang dibohongi @thisyourtix.
Sebagian korban penjual tiket bodong itu melaporkan penipuan ini ke Polda Metro Jaya. Karena sudah jauh-jauh ke Ibu Kota, Jennifer tetap menuju kawasan GBK dan berharap ada orang lain yang menjual tiket.
Ia menyampaikan, total kerugian dia dan temannya lebih dari Rp10 juta hanya untuk nonton konser Coldplay. Nominal ini terbilang dari kalkulasi empat tiket, penginapan, serta transportasi dari Jakarta-Surabaya dan sebaliknya.
Nasib apes tak hanya dialami Jennifer dan kawan-kawan. Setelah konser megah tersebut terhelat, lusinan pengguna media sosial (medsos) mencurahkan kekesalannya terhadap perhelatan tersebut. Umumnya, banyak calon penonton yang tertipu tiket bodong yang dijual dari jalur resmi. Di sisi lain, kesigapan keamanan dan persiapan penyelenggara juga menjadi sorotan.
Seperti sebuah utas yang dibuat oleh akun X (Twitter) @adnardn yang menghimpun komentar netizen soal kekacauan yang terjadi pada konser Coldplay. Reporter Tirto sudah meminta izin pembuat utas untuk menukil kisah-kisah yang dihimpun dalam cuitan akunnya.
Dalam utas tersebut, nampak netizen yang mengeluh karena sudah merasa membeli tiket dari jalur resmi yang dijual promotor. Sayangnya, pihak panitia penyelenggara tetap tidak memperbolehkan mereka masuk karena gelang penanda penonton ludes. Kabarnya, mereka baru diperbolehkan masuk di penghujung konser.
Terbanyak dihimpun utas tersebut, netizen yang tertipu karena makelar atau calo tiket yang berjanji akan memberikan tiket tidak kunjung muncul. Padahal, sudah banyak calon penonton yang datang ke lokasi konser dan terluntang-lantung tanpa kejelasan.
Modus lainnya, ada penonton yang mendapatkan tiket, namun ketika barcode mereka discan, pihak panitia menyatakan bahwa tiket sudah digunakan. Para penonton merasa kesal karena pihak penyelenggara dan panitia tidak memberikan solusi atas masalah mereka.
Di sisi lain, ada penonton yang mengeluhkan alur antrean tiket yang tidak tertata rapi. Tempat penyedia makanan dan minuman juga dinilai kurang sehingga ada beberapa penonton yang lemas di lokasi konser.
Parahnya, terekam juga postingan netizen yang melaporkan bahwa salah satu gerbang penonton konser berhasil dijebol. Alhasil penonton yang berada di luar arena konser bisa menerobos masuk ke pelataran GBK. Beberapa di antaranya bahkan melaporkan bisa masuk sampai ke panggung utama konser Coldplay.
Sementara itu, di luar arena stadion GBK dikabarkan bahwa sempat terjadi gesekan antara aparat keamanan dan driver ojek online. Jalan di depan gate 10 GBK juga terpantau mengalami kemacetan karena banyak driver ojek online yang berhenti di bahu jalan.
Sebelumnya, pada sore hari, kericuhan juga terjadi antara aparat keamanan dengan massa aksi yang menolak konser Coldplay. Massa aksi yang tergabung dalam Geranati (Gerakan Nasional Tolak LGBT) ini memboikot konser Coldplay karena dituding menyebarkan paham pro-LGBT. Dari pantauan Tirto di lokasi, sempat terjadi kericuhan disaat peserta aksi diminta membubarkan diri oleh pihak kepolisian.
Coreng Hitam Industri Pertunjukan
Pengamat musik sekaligus etnomusikolog lulusan ISI Yogyakarta, Aris Setyawan, menyampaikan kekacauan di konser Coldplay berpotensi menambah coreng hitam industri pertunjukan Indonesia. Khawatirnya, kata Aris, jika musisi atau industri musik internasional kemudian memasukkan Indonesia ke daftar merah (red flag).
“Akan jadi sulit kan mengundang musisi luar negeri konser di Indonesia. Memikirkan profit itu penting, tapi tata kelola konser yang ideal harus dipikirkan juga agar industri konser/pertunjukan di Indonesia tetap sustainable,” kata Aris dihubungi reporter Tirto, Kamis (16/11/2023).
Aris menyoroti, pascapandemi memang banyak terjadi perhelatan musik yang gagal dilangsungkan. Atau bisa diselenggarakan, tapi berakhir ricuh, baik sejak perizinan menghelat acara atau dalam pelaksanaan. Ia menilai ini terjadi saat para promotor atau penyelenggara perhelatan musik berlomba-lomba mencari keuntungan setelah terjadi jeda cukup panjang selama pandemi.
“Saran saya sih ada baiknya para promotor/EO jangan hanya memikirkan profit dari mengadakan konser musik. Tapi juga harus memikirkan benar segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan konser,” kata dia.
Terkait konser Coldplay yang menyisakan banyak keluhan, Aris menilai permasalahan sudah terjadi bahkan pada saat penjualan tiket beberapa bulan lalu. Mendapatkan tiket secara resmi menjadi mustahil karena harus berebut dengan para calo yang banyak memborong untuk dijual lebih mahal.
Alhasil, banyak penonton gagal masuk karena ternyata tiket mereka sudah dipakai orang lain. Tidak sedikit juga yang tidak bisa masuk karena tertipu calo/makelar yang tidak datang saat hari H, atau tidak bisa memberikan tiket yang dijanjikan.
“Permasalahan ini bisa terjadi karena sistem pengelolaan ticketing yang masih kacau balau. Entah di database, atau infrastruktur lainnya, sistem ticketing konser yang berskala internasional ini masih jauh dari ideal dan harus diperbaiki,” ujar Aris.
Ia menambahkan, untuk konser dengan kapasitas internasional seperti Coldplay, harus diterapkan apa yang disebutnya “risk level assessment,” untuk keamanan konser. Penyelenggara harus menentukan apakah konser ini masuk tingkat risiko yang dapat diterima, atau tingkat risiko yang harus dipantau, namun mencakup rencana yang dapat menyeimbangkan tingkat risiko jika terjadi eskalasi.
“Setelah menentukan level risiko ini, baru disesuaikan bagaimana petugas keamanan yang harus bertugas. Idealnya, harus ada 5 orang petugas keamanan terlatih per 100 orang penonton, atau 25 petugas keamanan terlatih untuk 500 orang penonton,” tegas Aris.
Ia mengimbau agar para promotor konser mempersiapkan dengan baik perhelatan, baik dari segi ticketing, teknis panggung, keamanan, hingga faktor kenyamanan musisi yang tampil. Dan yang paling utama, kenyamanan dan keamanan penonton sebagai konsumen.
Tanggapan Kepolisian
Reporter Tirto sudah meminta tanggapan salah satu pihak promotor konser Coldplay yaitu PK Entertainment, namun permintaan konfirmasi yang dilayangkan ke akun Instagram resmi mereka tidak berbalas.
Di sisi lain, Tirto juga telah menghubungi Adita Putri, selaku PR Consultant dari Image Dynamics yang mewakili publikasi PK Entertainment terkait konser Coldplay. Adita bersedia meneruskan pertanyaan Tirto untuk PK Entertainment. Namun hingga berita ini dirilis, belum ada balasan resmi dari pihak promotor konser.
“Saya infokan ke management (PK Entertainment) ya,” kata Adita dihubungi Tirto, Kamis (16/11/2023).
Sementara itu, Polres Metro Jakarta Pusat sudah menerima laporan terkait penipuan tiket Coldplay dengan total kerugian mencapai Rp1,3 miliar. Uang miliaran rupiah itu terdiri dari total penjualan 400 tiket bodong. Hal ini disampaikan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro.
“Saat ini masih kami lakukan penyelidikan dan penyidikan maupun upaya lainnya agar yang bersangkutan itu bisa mengembalikan uang tiket,” kata Susatyo dalam keterangan yang diterima, Kamis (15/11/2023).
Modusnya, kata Susatyo, calo tiket tersebut berjanji akan mencarikan tiket yang dipesan. Namun sampai dengan hari pelaksanaan konser, belum ada tiket yang bisa diberikan kepada pemesan. Ia menerangkan bahwa korban penipuan dari Jakarta dan luar kota.
Susatyo menambahkan, pihak panitia penyelenggara sudah menyiapkan posko pengaduan apabila ada masyarakat yang ingin melaporkan keluhan. Posko tersebut merupakan hasil dari koordinasi pihak keamanan dan panitia penyelenggara.
“Nanti bersama pihak kepolisian akan menyelesaikan apakah mungkin apabila ada tiket palsu ataupun scan barcode yang tidak berfungsi dan sebagainya. Tentunya ada spot-spot penyelesaian tiket tersebut,” jelas Susatyo.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz