tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani (NTP) sebesar 110,53 pada Februari 2023. Nilai tersebut meningkat 0,63 persen dibandingkan pada bulan sebelumnya sebesar 109,84.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, kenaikan NTP tersebut dikarenakan indeks harga yang diterima petani (lt) meningkat 0,89 persen menjadi 128,12. Sedangkan, indeks harga yang dibayar petani (lb) hanya tumbuh 0,26 persen menjadi 115,91.
"Kenaikan NTP pada Februari 2023 juga disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal," kata dia dalam rilis BPS, di Kantornya, Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Jika dilihat sebanyak dua subsektor NTP terpantau mengalami kenaikan. Secara rinci, subsektor tanaman pangan naik 1,23 persen menjadi 105,09. Lalu, subsektor tanaman perkebunan rakyat tumbuh 0,89 persen menjadi 127,01.
Sedangkan, NTP di tiga subsektor lainnya mencatatkan penurunan pada Februari 2023. Tercatat NTP subsektor hortikultura turun 1,01 persen menjadi 111,03. NTP di subsektor peternakan terkoreksi 0,59 persen menjadi 99,76. Kemudian, NTP subsektor perikanan mengalami penurunan sebesar 0,14 persen menjadi 105,33.
Berdasarkan wilayahnya, sebanyak 24 provinsi mengalami kenaikan NTP. Sedangkan, 10 provinsi lainnya mengalami penurunan NTP.
Sumatera Selatan tercatat mengalami kenaikan NTP tertinggi sebesar 2,41 persen. Sementara, penurunan NTP paling dalam terjadi di Bangka Belitung sebesar 2,25 persen.
Sebagai informasi, Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat