tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai tukar petani (NTP) pada Oktober 2024 tercatat sebesar 120,70 atau naik 0,33 persen dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 120,30. Menurut Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, kenaikan NTP Oktober 2024 disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani (it) naik 0,38 persen menjadi 145,56.
“Yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani atau ib yang sebesar 0,04 persen (menjadi 120,54),” ujar Amalia dalam Rilis BPS 1 November 2024 di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2024).
Komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani adalah kelapa sawit, karet, bawang merah, dan tomat. Sedangkan komoditas penyumbang indeks harga yang dibayar petani adalah bawang merah, tomat, sigaret kretek mesin, dan daging ayam ras.
Peningkatan NTP tertinggi terjadi pada sub sektor perkebunan rakyat, yakni sebesar 1,65 persen menjadi 156,32. Sebaliknya, penurunan NTP terdalam terjadi pada sub sektor tanaman pangan yang turun sebesar 0,46 persen menjadi 110,86, disusul sub sektor peternakan yang turun sebesar 0,02 persen menjadi 102,23.
“Selanjutnya, nilai tukar usaha petani (NTUP) Oktober 2024 tercatat sebesar 122,78 atau naik 0,35 persen dibandingkan September 2024,” lanjut Amalia.
Kenaikan NTUP ini disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,38 persen dari bulan sebelumnya menjadi 145,56. Indeks ini juga lebih tinggi dibanding indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) yang hanya mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen menjadi 118,55.
“Komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal nasional adalah upah pemanenan, bibit bawang merah, benih padi, dan upah membajak,” imbuhnya.
Sementara itu, peningkatan NTUP tertinggi terjadi pada sub sektor perkebunan rakyat, dengan kenaikan sebesar 1,57 persen menjadi 157,62. Sedangkan penurunan NTUP terdalam terjadi pada sub sektor tanaman pangan, yakni sebesar 0,40 persen menjadi 112,83.
“Sebanyak 25 provinsi mengalami kenaikan NTP, dengan peningkatan tertinggi di Riau sebesar 3,18 persen. Peningkatan NTP di provinsi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas kelapa sawit dan karet. Sementara itu, 12 provinsi mengalami penurunan NTP. Penurunan terdalam terjadi di Sulawesi Tenggara sebesar 2,07 persen, disebabkan penurunan harga kakao, cokelat biji, dan gabah,” jelas dia.
Kemudian ada 1 provinsi yang tidak mengalami perubahan NTP dari bulan sebelumnya, yaitu DKI Jakarta
Sedangkan NTUP kenaikan terjadi di 25 provinsi, dengan Riau juga menjadi daerah dengan kenaikan NTUP tertinggi. Sebaliknya, ada 12 provinsi yang justru mengalami penurunan NTUP, dengan penurunan terdalam juga terjadi di Sulawesi Tenggara.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi