tirto.id - Aksi 2 Desember atau Aksi Bela Islam III kembali digelar oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, pada Jumat ini. Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Habib Rizieq (Dewan Pembina GNPF MUI) sepakat bahwa aksi akan berlangsung super damai.
Kesepakatan di antara polisi dan GNPF MUI dilakukan di Kantor MUI dan difasilitiasi Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, pada Senin (28/11/2016). Menurut Ma'ruf Amin, pertemuan perlu dilakukan karena masing-masing pihak tak menemukan titik temu soal lokasi Aksi Bela Islam III. Selain itu, kedua belah pihak juga meminta agar pertemuan untuk mencapai kesepakatan dilakukan di tempat netral.
“Kalau ada demo, mengadakannya jangan di Jalan Thamrin dan Sudirman, sebab polisi keberatan. Kalau Masjid Istiqal, pihak GNPF yang keberatan,” kata KH Ma'ruf Amin kepada Reja Hidayat dari Tirto.ID, Kamis (1/12/2016).
Lalu bagaimana tanggapan KH Ma'ruf Amin soal Kapolri yang sempat mempertanyakan kepentingan MUI di balik Aksi Bela Islam I, II dan III? Bagaimana dengan Wakil Sekjen MUI yang ternyata juga menjadi Wakil Ketua GNPF MUI?
GNPF MUI dan Kapolri sudah melakukan kesepakatan. Bagaimana tanggapan Anda soal masih adanya penghadangan massa dari daerah yang akan ikut Aksi 2 Desember oleh aparat?
Kalau dari pembicaraan dan kesepakatan, memang sudah tidak ada lagi penghadangan. Tidak ada lagi pelarangan bus ke Jakarta. Sebab acara 212 itu zikir, shalawat dan doa untuk keselamatan bangsa. Tapi saya tidak tahu kalau masih ada. Tapi sebaiknya sudah tidak ada lagi, ya.
Apa yang Anda ketahui tentang GNPF MUI?
GNPF itu lembaga yang dibangun oleh masyarakat. Tidak ada hubungannya secara kelembagaan dengan MUI. Ada fatwa ulama, terus mereka mengawal. Jadi inisiatifnya terbentuk sendiri.
Siapa saja yang terlibat awal dalam pembentukan GNPF MUI?
Saya nggak tahu. Tokoh-tokoh yang muncul, itulah mereka. Tapi saya tidak tahu siapa persisnya.
MUI telah memfasilitasi pertemuan GNPF dan Kapolri untuk membuat kesepakatan. Bagaimana prosesnya sebelum terjadi kesepakatan tersebut?
Sebelumnya ada keinginan masing-masing pihak yang tidak ketemu. GNPF MUI awalnya mau menyelenggarakan aksi di Jalan Thamrin dan Sudirman. Mereka menilai, di jalan raya lebih aman, luas, tidak ada hambatan dan pintu terbuka lebar, sehingga tidak ada kesulitan masyarakat untuk datang.
Sementara Kapolri, maunya di Masjid Istiqlal. Tapi tidak muat untuk menampung jamaah dan mereka keberatan kalau di masjid. Mereka takut terinjak-injak karena terlalu banyak massa. Tapi Kapolri keberatan kalau di Thamrin karena mengganggu jalan umum. Dan itu melanggar aturan.
Setelah dialog, maka disepakati di tempat yang luas yakni Monas dengan akses dan pintu-pintu tambahan. Jadi juga untuk menghindari provokasi-provokasi. Makanya dilakukan menggelar sajadah, lalu zikir dan selawat. Tidak ada orasi, tapi tausiyah. Jadi kesepakatannya bagus sekali itu.
Sebelum ada kesepakatan, berapa kali komunikasi dibangun dengan Kapolri?
Persisnya tidak tahu. Tapi komunikasi terus dilakukan sejak mengumumkan akan Aksi 2 Desember. Ada upaya-upaya jangan ada demo. Kalau ada demo, mengadakannya jangan di Jalan Thamrin dan Sudirman, sebab polisi keberatan. Kalau Masjid Istiqal, pihak GNPF yang keberatan. Saya tidak tahu persis berapa kali. Tapi dalam perjalanan itu, akhirnya dicapai kesepakatan. Komunikasi tentu banyak.
Bukankah Wakil Sekjen MUI ternyata juga menjadi Wakil Ketua GNPF MUI?
Dia tidak merepresentasikan MUI. Tapi merepresentasikan ormas. Pak Zaitun (Muhammad Zaitun Rasmin) itu sebagai pimpinan ormas Islam Al Wahdah Islamiyah. Kalau Anda terlibat di sana, bukan mewakili MUI. MUI tidak ada wakilnya di sana.
Saat dilakukan rapat tertutup GNPF MUI di Petamburan dekat Markas FPI untuk membahas Aksi 2 Desember, pada Rabu (30/11/2016), ada peserta rapat yang menyebut berasal dari MUI saat melewati pengamanan di pintu gerbang?
Oh... Enggak ada kita. MUI tidak ikut ke sana. MUI tidak ikut kalau rapat internal GNPF MUI. Itu orang nggak jelas. Pasti ormas. MUI tidak terlibat dengan GNPF secara organisasi. Kita hanya terlibat menyelesaikan perbedaan pendapat antara Kapolri dan GNPF MUI. Kita baru ikut saat melakukan komunikasi. Kalau rapat nggak ada kaitan.
Kapolri sempat mempertanyakan kepentingan MUI terkait Aksi Bela Islam GNPF?
Saya kira kepentingan politik apa untuk MUI? Nggak ada kepentingan politik, MUI hanya kepentingan keagamaan saja. Agar tidak ada pelecehan-pelecehan agama. Urusan politiknya tidak ada. Urusan politiknya apa MUI? MUI bukan partai. Saya kira nggak ada pernyataan Kapolri yang seperti itu.
Kapolri menyatakannya di Kompas TV
Kalau MUI nggak ada. Kami membuat pernyataan fatwa saja. Kalau gerakan (Aksi Bela Islam) itu bukan MUI tapi GNPF. Dan GNPF tidak ada hubungannya dengan MUI.
Nama Anda dulu pernah ditulis menjadi Dewan Penasehat Revolusi Islam di tahun 2011?
Nggak untuk apa Dewan Revolusi Islam? Saya tidak terlibat. Untuk apa revolusi Islam?
Dewan Revolusi Islam muncul saat marak kasus Ahmadiyah?
Kalau Ahmadiyah ada fatwa MUI. Tapi kalau revolusi Islam tidak ada. Nggak ada. Mungkin dia mencatut nama saya. Saya ada hanya di MUI dan NU. Di NU sebagai Rais Aam PBNU, di MUI jadi Ketua Umum. Saya di dua lembaga itu. Tidak ada di tempat lain.
Ada yang mengatakan GNPF MUI ditumpangi kepentingan politis?
Tidak ada itu. Dia ingin membela fatwa MUI. Itu masyarakat. Mereka mau bergabung dan tidak ada hubungan kelembagaannya dengan MUI. Buat apa MUI punya kendaraan politik? Kita juga tidak punya anggota. Itu kan representasi dari ormas-ormas. Ya sudah, anggotanya di ormas-ormas itu. Jadi MUI itu hanya fatwa-fatwa dan pendapat yang keluar. Nggak ada gerakan, soalnya tidak ada massa.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Zen RS