tirto.id - Lima anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) berjaga di pintu pagar sebuah rumah di Jalan Paksi, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lepas salat zuhur, pada Rabu (30/12/2016), berdatangan para tamu yang hendak mengikuti rapat persiapan Aksi 2 Desember. Mereka yang belum dikenal oleh para Laskar, wajib menyebut asal organisasi agar diizinkan masuk.
“Anda dari mana?” tanya salah satu Laskar.
“Saya dari PB HMI,” kata seorang pria sebelum kemudian diizinkan masuk rumah. Seorang pria lain membuntutinya. Pria berikutnya mengaku berasal dari MUI sebelum masuk.
Rumah di Jalan Paksi itu terletak sekitar 500 meter dari Markas FPI, di Jalan Petamburan III Nomor 17. Reporter Tirto yang bertanya kepada salah satu laskar yang tampak bersahabat, mendapat informasi bahwa di dalam sudah ada Habib Rizieq Shihab, Imam Besar FPI yang juga Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI.
Selain itu sudah ada JUGA Munarman, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Bela Islam II, merangkap juru bicara FPI. Tokoh GNPF lainnya yang sudah hadir di antaranya: Bachtiar Nasir (Ketua Umum GNPF MUI) atau Muhammad Zaitun Rasmin (Wakil Ketua GNPF MUI).
“Juga ada wakil dari buruh. Cuma saya nggak tahu buruh mana,” kata laskar tersebut.
Sayang, rapat koordinasi itu tak bisa diliput dan tak ada pernyataan pers dari GNPF MUI. Reporter Tirto.ID yang berusaha menghimpun keterangan justru mendapat perlakuan kasar dari seorang anggota laskar, sebelum diusir pergi.
Mobilisasi Pelajar SMP-SMA
Kesibukan pada Rabu itu ternyata tak hanya terjadi di sekitar Markas FPI. Di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, bahkan sejak pagi sudah terlihat keramaian para peserta yang bakal mengikuti kegiatan “Apel Nusantara Bersatu”.
Apel yang digagas Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo itu seolah menjadi “tandingan” sebelum Aksi Bela Islam III hari Jumat ini. Jenderal Gatot dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian ikut hadir di antara sekitar puluhan ribu peserta.
“Apel Nusantara Bersatu” bahkan tak hanya digelar di Jakarta, tetapi juga di berbagai kota. Sebut saja Bogor dan Bandung di Jawa Barat, Karanganyar di Jawa Tengah, Tarakan di Kalimantan Utara, Denpasar Bali, atau Maluku Utara.
Di Monas, para peserta “Apel Nusantara Bersatu” tentu saja berasal dari aparat TNI, anggota organisasi kepemudaan, mahasiswa, dan bahkan pelajar SMP dan SMA yang memang sengaja didatangkan dari berbagai sekolah di Jakarta, Bekasi atau Depok.
Beberapa sekolah yang mengirimkan anak didik di antaranya SMP Negeri 232 Pisangan Pulo Gadung sekitar 30 murid, SMP Kartika VIII-I, Pasar Rebo Jaktim sekitar 90 murid, SMUN 4 Bekasi yang mengirim 17 siswa dan 3 guru pendamping, SMK Ki Hajar Dewantara, Jatiasih, Bekasi 26 murid, atau SMUN 9 Bekasi 15 murid.
Menurut Michrobi (53), guru SMUN 9 Bekasi, pihaknya berangkat atas instruksi Dinas Pendidikan Kota Bekasi. "Iya diundang dari Kota Bekasi. Beberapa sekolah diminta perwakilan, masing-masing 15 murid," katanya kepada Tirto.id sembari menyebut telah disiapkan bus untuk mengangkut para siswa dan gurunya.
Senada dengan SMUN 9 Bekasi, SMUN 2 Depok yang mengirim sekitar 60 murid diminta berpartisipasi oleh pihak Koramil 03/Sukmajaya. Permintaan disampaikan melalui surat berkop Koramil 03/Sukmajaya, nomor B/58XI/2016, tertanggal Selasa, 29 November 2016. Surat yang mencantukan perihal “Permohonan Pengerahan Siswa/Siswi Sekolah” itu ditujukan kepada Kepala Sekolah SMUN 2 Depok. Ditandatangani langsung oleh Danramil 03/Sumajaya Kapten Inf Kholidi, SE.
Pihak SMUN 2 Depok diminta mengirim 60 murid untuk mengikuti kegiatan “Apel Nusantara Bersatu”. Surat dari Koramil itu menyebut bahwa dasar pembuatan surat adalah ST Pangdam Jaya Nomor ST/1174/2016, tertanggal 28 November. Kemudian ditindaklanjuti surat Dandim 0508/Depok tertanggal 29 November tentang “Permohonan Bantuan Pengarahan Anak Sekolah” ke pihak Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok.
Para murid yang mengikuti “Apel Nusantara Bersatu” memiliki pendapat beragam. Muhammad Sulthan (16), siswa kelas XI SMUN 4 Bekasi, mengaku mengetahui mengapa kegiatan itu digelar. "Akhir-akhir ini, kan, mungkin ada sedikit perpecahan. Ada yang ingin memecah belah NKRI dengan cara yang kita tidak tahu," katanya kepada Tirto.ID.
Sedangkan Raja Alexander (12), siswa kelas VII SMPN 232, justru memilih duduk-duduk di pinggiran trotoar, jauh dari panggung yang menampilkan Slank. "Nggak. Males," ujarnya.
MUI Membantah
Tampaknya tak hanya Jenderal Gatot Nurmantyo yang sibuk menggelar “Apel Nusantara Bersatu”. Kapolri Jenderal Tito Karnavian justru lebih sibuk lagi. Maklum, selain harus melakukan lobi ke berbagai kalangan masyarakat demi meredam Aksi 2 Desember, Tito juga harus berpikir tentang proses hukum terhadap tersangka dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Belum lagi harus melakukan “tawar menawar” dengan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) yang menjadi inisiator Aksi 2 Desember. Tawar menawar harus dilakukan karena GNPF MUI sempat bersikeras agar diizinkan melakukan salat Jumat di Jalan Thamrin dan Sudirman dengan alasan jumlah massa yang besar. Sedangkan Tito, dengan dasar pemikiran bakal menggangu arus lalu-lintas, menghendaki agar salat Jumat dilakukan di Masjid Istiqlal.
Kesepakatan akhirnya tercapai. Setelah dilakukan pertemuan antara Kapolri dan GNPF di tempat netral, yakni Kantor MUI di Jalan Proklamasi, Jakpus, pada Senin (28/11/2016), dengan ditengahi Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, disepakati bahwa aksi dilakukan di Monas. Tak hanya itu, aksi 2 Desember juga diberi tajuk "Aksi Super Damai".
“Sebelumnya ada keinginan masing-masing pihak yang tidak ketemu. GNPF MUI awalnya mau menyelenggarakan aksi di Jalan Thamrin dan Sudirman. Mereka menilai, di jalan raya lebih aman, luas, tidak ada hambatan,” kata KH Ma'ruf Amin kepada Tirto.ID, pada Kamis (1/12/2016).
Sejatinya, sebelum melakukan pertemuan di Kantor MUI untk melakukan kesepakatan, Tito sudah lebih dulu bertemu KH Ma'ruf Amin pada Jumat (18/11/2016). Untuk apa Tito bertemu Ketua Umum MUI?
"Kita mau mengetahui sebenarnya apa keinginan MUI. Apakah MUI betul memiliki fokus masalah proses hukum ataukah punya agenda lain juga?" ujar Tito dalam "Program Rosi" yang ditayangkan KompasTV, Senin malam (21/11/2016).
Lebih dari itu, Tito meminta ketegasan sikap MUI terkait Aksi Bela Islam yang menuntut proses hukum terhadap Ahok. Sebab di mata Kapolri, MUI seolah memberi payung legalisasi bagi GNPF MUI dalam Aksi 2 Desember.
"Setahu saya, MUI ormas keagamaan, bukan lembaga politik. Kita harap betul marwah MUI murni masalah keagamaan, terutama perkumpulan utama-ulama Islam yang membawa nilai keagamaan Islam," kata Tito sembari menyebut tak ingin MUI menjadi kendaraan politik segelintir kelompok.
Menanggapi kecurigaan Kapolri ini, KH Ma'ruf Amin membantah. “Nggak ada kepentingan politik, MUI hanya kepentingan keagamaan saja. Agar tidak ada pelecehan-pelecehan agama. Urusan politiknya tidak ada,” katanya.
Saat Kritis 13.00-14.00
Setelah bertemu KH Ma'ruf Amin, Tito mendatangi Kantor Pengurus Pusat Muhammadiyah, pada Rabu (23/11/2016). Pasca pertemuan, Haedar Natsir, Ketua PP Muhammadiyah, mengimbau umat Islam untuk tidak lagi berunjuka rasa terkait kasus Ahok.
Tak berhenti di situ, pada Minggu (27/11/2016), Tito bertemu dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj. Selain bersilaturahim, Tito sempat mengajak NU untuk bersama-sama memerangi paham radikal.
Entah kebetulan atau tidak, dua hari setelah pertemuan itu, para kiai di sejumlah pondok pesantren NU di beberapa daerah melarang para santrinya bergabung dengan Aksi 2 Desember. Sebut saja pernyataan yang dikeluarkan sejumlah pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Pengasuh Ponpes Mambaul Ma’arif, Denanyar, KH Abdussalam Sokhib melarang santrinya berangkat ke Jakarta. “Karena sangat rentan ditunggangi kepentingan politik dan gerakan makar,” kata Gus Salam, penggilan akrabnya.
Imbauan senada juga muncul di Bogor. "Kami mengimbau warga NU agar tidak berangkat ke Jakarta tanggal 2 Desember 2016. Adakan acara salat Jumat di tempat masing–masing dan doakan bangsa negara ini biar aman kondusif dan terkendali," kata KH Romdoni, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bogor.
Pada Kamis (1/12/2016), Khofifah Indar Parawansa, Ketua Muslimat NU yang juga Menteri Sosial itu, mengimbau anggota Muslimat di seluruh Indonesia tidak ikut Aksi 2 Desember. "Muslimat (NU) seluruh Indonesia, saya mendorong tidak usah aksi di luar," katanya, di Mataram.
Setelah berbagai ikhtiar yang dilakukan Tito, bagaimana kira-kira Aksi 2 Desember akan berlangsung?
“Demo 2 Desember lebih terkendali dari kemarin (demo 4 November). Saya juga melihat kebijakan Kapolri dan Menkopolhukam Wiranto cukup tegas. Di mana dalam aksi besok, kelompok ekstrem tidak dilibatkan, sehingga dalam rapat-rapat di pusat dan daerah mereka tidak terlibat,” kata Zaki Mubarak, penelitik politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah kepada Tirto.ID, Kamis (1/12/2016).
Menurut Zaki, mobilisasi aksi yang terjadi hari ini lebih melibatkan kelompok santri yang tidak radikal. Termasuk para ulama yang akan berbicara di mimbar juga dibatasi. “Kalau kemarin liar. Besok hanya beberapa kyai yang boleh bicara,” ujarnya.
Adakah peluang terjadi keributan setelah Aksi 2 Desember, seperti demo 4 November pada malam hari?
Menurut Zaki, saat kritis berkisar antara pukul 13.00-15.00 WIB. “Karena panitia tidak bertanggung jawab lagi. Semua kemudian diserahkan ke Korlap masing-masing. Di sini free rider bisa bermain,” katanya.
Prediksi Zaki ini perlu dicermati karena sekitar pukul 14.00, bakal muncul aksi buruh anggota KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) di Jalan Medan Merdeka Selatan, di sebelah Monas. “Kami mencari momen,” kata Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia soal pemilihan aksi buruh di 2 Desember, pada Selasa (29/11/2016).
Menurutnya, bagi buruh aksi 4 Desember gerakan rakyat, bukan sekadar penistaan agama. Ada persoalan korupsi, perusak lingkungan, upah murah. “Apa yangg salah ketika buruh bersama gerakan rakyat,” katanya.
Berbagai upaya pengamanan tentu telah disiapkan secara matang oleh Kapolri, Panglima TNI, maupun pihak GNPF MUI. Ketiga pihak pastilah tak menginginkan terjadi kerusuhan yang pasti bakal merugikan banyak orang dan bangsa Indonesia.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Zen RS