Menuju konten utama

Kabar Makar dan Pemakzulan Selimuti GNPF MUI

"Kalau saya terburu-buru dan punya ambisi kekuasaan dan ambisi politik, kalau GNPF punya ambisi itu, mungkin saat ini bisa kita Mesir-kan Indonesia," kata Bachtiar Natsir

Kabar Makar dan Pemakzulan Selimuti GNPF MUI
Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) melakukan unjuk rasa di Jakarta, Jumat (4/11). Dalam aksinya mereka menuntut dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diusut tuntas. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/16.

tirto.id - Nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkibar karena berhasil menggelar Aksi 4 November atau Aksi 411 yang gegap gempita, diikuti massa yang sangat banyak, dan efektif menekan pihak-pihak yang disasar. Kini, mereka kembali melakukan Aksi 2 Desember atau Aksi 212.

GNPF pertama kali muncul menjelang Aksi Bela Islam I yang berlangsung pada 14 Oktober 2016. GNPF didirikan oleh sejumlah tokoh, di antaranya Habib Rizieq Shihab (Imam Besar FPI), Muhammad Al Khathath, Bachtiar Nasir, Munarman (juru bicara FPI), dan beberapa tokoh lainnya.

Bachtiar Natsir dipercaya sebagai Ketua Umum GNPF MUI. Dia pemimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center dan merupakan ustaz kondang. Sementara Habib Rizieq didaulat sebagai ketua Dewan Pembina dan Munarman dipasrahi tanggung jawab sebagai Panglima.

Pembentukan GNPF ini, diakui Bachtiar, hanya karena spontanitas. Mereka tidak memiliki agenda khusus bagaimana dan akan di bawa ke mana GNPF. Menurut Bachtiar, GNPF muncul murni untuk mengawal fatwa MUI terkait kasus dugaan penistaaan agama yang dilakukan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

“Demi Allah, saya selalu ditanya, Bachtiar Nasir sebagai Ketua GNPF dan Habib Rizieq sebagai Pembina GNPF, apa, sih, grand design-nya? Saya bocorin, nggak ada,” kata Bachtiar saat menggelar Tabliq Akbar, di Masjid Al Munawar, Mampang, Rabu malam (30/11/2016).

Jika dicermati, kemunculan GNPF tidak lepas dari selembar kertas “Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI” yang dikeluarkan 11 Oktober 2016 dan ditandatangani Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin. Pendapat atau fatwa itu terkait dengan Surat Al-Maidah 51 yang berisi tentang larangan bagi umat muslim memilih pemimpin Yahudi dan Nasrani.

Selain itu, dalam pendapatnya, MUI juga mengritisi pernyataan Ahok saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada akhir September. Dalam pernyataannya, Ahok menyebut jika warga jangan mau dibodohi memakai Surat Al-Maidah 51. Pernyataan Ahok itulah yang dinilai MUI sebagai penodaan terhadap Al Quran.

Setelah MUI mengeluarkan fatwa, rencana aksi menuntut Ahok agar diproses hukum pun bergejolak. GNPF berada di garis depan. Demo 4 November menjadi aksi terbesar pascareformasi 1998. Ratusan ribu orang datang dari berbagai daerah mengikuti aksi long march dari Masjid Istiqlal menuju Istana dan kawasan Monas.

Kabar Makar dan Pemakzulan

Pada 1 November menjelang demo, pengamat terorisme Sidney Jones mendapatkan informasi jika ISIS turut bergabung menunggangi Aksi Bela Islam II tersebut. Faktanya, tidak ada aksi teror seperti yang dikhawatirkan. Hanya bentrokan menjelang aksi berakhir selepas Isya. Skalanya bentrokan pun masih jauh dari horor yang dibayangkan sebelumnya -- apalagi jika merujuk ISIS, bentrokan tentu masih terhitung biasa saja.

Tuntutan massa aksi saat itu tidak sekadar meminta Ahok diproses hukum, namun sudah muncul ancaman akan berusaha melengserkan Presiden Joko Widodo jika terus melindungi Ahok.

Munculnya isu pemakzulan terhadap presiden itu ditangkap pihak Kepolisian. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan menyampaikan ada kemungkinan munculnya makar dalam aksi yang akan digelar pada 2 Desember ini.

Infografik HL Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI

Tudingan makar oleh Kapolri itu langsung dibantah Bachtiar. Menurutnya, perjuangan yang dilakukan oleh GNPF adalah jihad konstitusional, tidak terkait dengan membuat rusuh apalagi upaya makar.

“Seorang ulama dari Mesir, pada 5 November bertanya bagaimana kondisi di Indonesia? Saya menjawab, kalau saya terburu-buru dan punya ambisi kekuasaan dan ambisi politik, kalau GNPF punya ambisi itu mungkin saat ini bisa kita Mesir-kan Indonesia, tapi kami tidak punya ambisi itu,” tegas Bachtiar.

Wacana penggulingan terhadap Presiden oleh kelompok Islam sebenarnya bukan pertama kali muncul. Pada Maret 2011, beredar kabar pembentukan susunan “Dewan Revolusi Islam” (DRI) yang siap mengambil alih kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam susunan itu, Habib Rizieq didapuk sebagai Kepala Negara didampingi Abu Jibril sebagai Wakil Kepala Negara. Nama Munarman juga dicatat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Muhammad Al Khathath, Sekretaris Jendral Forum Umat Islam (FUI) pada waktu itu, menjadi salah satu penggagas susunan Dewan Revolusi Islam. Dalam wawancara dengan viva.co.id, pada 30 Maret 2011, Al Khathath mengatakan DRI dipersiapkan jika terjadi chaos karena beredar kabar Presiden SBY dan Wapres Budiono akan ditahan terkait kasus Bank Century.

Beberapa nama yang dikaitkan dengan DRI merupakan orang-orang sama, yang saat ini terlibat dalam GNPF dan Aksi Bela Islam. Misalnya Habib Rizieq, Munarman, Abu Jibril dan Ma'ruf Amin.

Saat dikonfirmasi apakah ada keterkaitan antara DRI, GNPF dan Aksi Bela Islam, Al Khathath segera menepisnya. “Dewan Revolusi Islam? Nggak ada itu, nggak ada, belum ada,” kata Al Khathath kepada Tirto.ID, di Universitas Bung Karno, Kamis (30/11/2016).

Meski agenda Aksi Bela Islam masih fokus pada kasus Ahok, namun bukan tidak mungkin isu melebar. Seandainya Ahok bebas, ancaman menurunkan Jokowi pun sudah dilontarkan sejak awal. Akankah GNPF bakal bernasib seperti DRI yang hanya sebatas kabar angin?

Baca juga artikel terkait DEMO 2 DESEMBER atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna & Reja Hidayat
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Zen RS