tirto.id - Beberapa negara maju sepakat menginvestasikan USD1,7 Miliar untuk membantu masyarakat adat dan komunitas lokal melindungi hutan tropis.
Komitmen tersebut disampaikan Inggris, Jerman, AS, dan beberapa negara lain dalam gelaran KTT COP26 2 November lalu. Mereka mengumumkan kerjasama dengan 17 kontributor untuk melindungi bumi dari perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan resiko pandemi.
Indonesia juga ikut dalam KTT COP26, dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim melalui rehabilitasi hutan mangrove dan lahan kritis yang ditargetkan pada 2030 untuk menyerap karbon bersih.
Di lain sisi masyarakat adat Indonesia memegang peranan penting sebagai pelindung salah satu hutan tropis terbesar yang tersisa di dunia.
“Kita perlu mendorong masyarakat adat dan komunitas lokal untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan membangun kemitraan dengan pemerintah untuk melindungi hutan tropis Indonesia,” kata Alexander Irwan, Direktur Regional Ford Foundation Jakarta dalam siaran pers Rabu, (17/11/2021).
Masyarakat adat dan komunitas lokal mengelola setengah dari lahan yang ada di dunia serta merawat 80 persen keanekaragaman hayati dunia.
Namun, studi terbaru menunjukkan mereka menerima kurang dari 1 persen dana perubahan iklim yang diperuntukkan untuk mencegah deforestasi. Oleh sebab itu para kontributor di KTT COP26 menunjukkan komitmen dengan pembiayaan awal bersama sebesar USD1.7 miliar untuk tahun 2021-2025.
Pembiayaan ini diperuntukkan dalam membantu memantapkan posisi masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai pelindung hutan dan alam.
Mengapa Perlu Pembiayaan kepada Masyarakat Adat?
“Masyarakat adat dan komunitas lokal harus menjadi jantung dari solusi darurat iklim yang berdasar pada alam,” ujar Menteri lingkungan hidup Inggris, Zac Goldsmith.
Baginya investasi pada komunitas di hutan tropis dapat mengembangkan hak-hak komunitas sekaligus melakukan penanganan kemiskinan, polusi, dan pandemi. Selama bertahun-tahun hanya sekitar USD270 juta dari pembiayaan perubahan iklim ditujukan untuk perlindungan hutan.
Masyarakat adat dan komunitas lokal yang secara langsung melindungi hutan hanya menerima USD46 juta.
Menurut penelitian, hutan berkontribusi sebesar 37 persen dalam target mitigasi iklim yang telah mendapat komitmen dari berbagai negara dalam Perjanjian Paris tahun 2015.
Melindungi hutan yang merupakan tempat keanekaragaman hayati, dapat mencegah pertemuan antara manusia dan satwa liar, sehingga mengurangi masuknya patogen berbahaya ke populasi.
“Tidak akan ada solusi yang masuk akal terhadap krisis iklim tanpa pengelolaan hutan dan tanah oleh masyarakat adat. Mereka terbukti sebagai pelindung terbaik bagi hutan-hutan dunia,” ujar Presiden Ford Foundation, Darren Walker.
Pernyataan ini menguatkan komitmen para penandatangan untuk mendorong partisipasi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mengambil keputusan.
Mereka perlu dilibatkan dalam merancang, mengimplementasikan program-program relevan termasuk instrumen finansial, sehingga kepentingan kelompok marginal dan rentan, termasuk perempuan, orang dengan disabilitas, dan kaum muda diakui.
Editor: Yantina Debora