Menuju konten utama

Nasib Nakes: Nihil Data Infeksi Sejawat tapi Diminta Bersolidaritas

Nakes bekerja dengan cara spartan. Mereka bahkan tidak tahu data infeksi para sejawatnya. Di sisi lain pemerintah meminta mereka bersolidaritas.

Nasib Nakes: Nihil Data Infeksi Sejawat tapi Diminta Bersolidaritas
Sejumlah perawat bersiaga dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6/2020). ANTARA FOTO/FB Anggoro/pras.

tirto.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendesak pemerintah membuka data tenaga kesehatan (nakes) yang terinfeksi COVID-19. Ini penting salah satunya agar penularan lebih jauh bisa diantisipasi.

Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban mengatakan misalnya diketahui ada seorang nakes positif, maka ia bisa dengan mudah dijauhkan dari orang-orang agar tak menularkan virus dengan diliburkan dua pekan dan mengisolasi diri.

IDI pernah secara resmi meminta data ini ke pemerintah lewat surat. “Tapi belum dapat jawaban,” ujar Zubairi kepada reporter Tirto, Senin (28/9/2020).

Melakukan pendataan secara mandiri nakes yang terinfeksi lebih sulit ketimbang mendata dokter meninggal karena Corona, yang telah IDI lakukan sejak tujuh bulan masa pandemi. Zubairi bilang hal ini terjadi “karena laporannya tidak melalui IDI.”

Pendataan dokter meninggal dilakukan dari bawah. “Dari IDI cabang infokan ke IDI pusat,” katanya.

Per 26 September, IDI menyebut sudah ada 123 dokter meninggal dunia karena COVID-19.

Selain pencegahan, data infeksi juga penting untuk mengetahui besaran permasalahan. “Kalau lebih dari 10 persen [yang terinfeksi], artinya ada sesuatu yang salah dan mesti dibenarkan,” katanya. “Kalau sampai tidak terbuka disebut scandal situation. Amat berbahaya bagi keseluruhan. Kita tidak tahu mengantisipasinya, tahu-tahu kehabisan dokter.”

Ketiadaan data juga membuat permintaan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu sulit terealisasi, kata Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono.

Statement [Menko] PMK tentu akan semakin susah dilakukan jika IDI tidak mendapatkan informasi dan data,” ujarnya kepada reporter Tirto, Senin.

Muhadjir meminta agar para nakes khususnya dokter untuk saling menjaga dan tidak lupa menjaga keselamatan diri sendiri, meskipun tetap harus mengutamakan tanggung jawab sosial. Muhadjir juga meminta IDI untuk bertanggung jawab melindungi dan memfasilitasi para rekan dokter yang berjuang di garis terdepan penanganan COVID-19. Ia berharap IDI membuat rumusan keamanan dalam pelaksanaan tugas dokter.

“Bangun solidaritas dengan rasa senasib sepenanggungan. Rasa kesejawatan dan tanggung jawab bersama mengemban amanah profesi dokter,” katanya.

Buktikan Data Itu Ada

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada Satria Aji Imawan menilai pemerintah perlu membuka data karena itu adalah keharusan.

“Bukan lagi urgensi, tapi keharusan untuk membuka data. Apalagi dalam inisiasi Satu Data Indonesia dan Open Government indonesia, sektor kesehatan menjadi prioritas,” ujarnya kepada reporter Tirto, Senin.

Satu Data Indonesia adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan daerah. Satu Data Indonesia sudah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2019.

Satria khawatir jika pemerintah tidak juga membuka data nakes, itu akan berdampak pada ketidaktahuan publik terhadap perkembangan COVID-19 dan juga menghambat pembangunan ekonomi.

Ketiadaan data membuat para nakes “spartan dalam menghadapi wabah,” menurut Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar. Itu pula yang membuat banyak dari mereka berguguran. Kepada reporter Tirto, Senin, Haris bilang keterbukaan data nakes terinfeksi COVID-19 penting sebab “mereka butuh support alat, jaminan, dan informasi soal musuh: virus dan sebarannya.”

Jika data tersebut tak juga dipublikasikan, Haris menduga pemerintah memang tidak memiliki data nakes terinfeksi. Atau, kemungkinan lain, data tersebut berbahaya dan tidak dibuka atas dasar non-kesehatan. “Misal, data tersebut mengandung kedahsyatan wabah dan kegagalan negara menanganinya.”

April lalu Presiden Joko Widodo sebenarnya mengatakan “jangan ada yang menganggap lagi kita ini menutup-nutupi [data].” “Tidak ada sejak awal kita ingin menutup-nutupi masalah yang ada,” kata Jokowi.

Reporter Tirto telah mengirimkan pesan singkat dan menelepon Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito serta Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19 Dewi Nur Aisyah terkait permintaan IDI. Hingga naskah ini tayang tidak ada respons.

Baca juga artikel terkait TENAGA KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino