Menuju konten utama

Musisi & Fansnya di Pusaran Politik, Bisa Kerek Elektabilitas?

Dukungan dari para musisi membuat para tim pasangan calon presiden-wakil presiden optimistis bisa meraup suara dari masyarakat di Pilpres 2024.

Musisi & Fansnya di Pusaran Politik, Bisa Kerek Elektabilitas?
Vokalis Kotak Tantri tampil saat kampanye akbar terbuka pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (3/2/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Musik memiliki peran kuat dalam budaya dan politik. Di Indonesia partai politik tidak pernah absen menggunakan para musisi untuk berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu), legislatif, kepala daerah, hingga pemilihan presiden.

Beberapa musisi Tanah Air selalu muncul pada musim Pemilu. Seperti Slank yang turun berkampanye politik pada 2014. Grup band yang bermarkas di Gang Potlot, Jakarta saat itu melakukan konser Salam 2 Jari untuk mendukung Jokowi-JK.

Pada pilpres 2024 kini, Slank berlabuh untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Alasannya, karena mereka yakin keduanya menjadi pilihan tetap untuk mewujudkan nilai dan cita-cita yang sering didengungkan sejak 2014.

“Di luar sana kita mendengar banyak orang yang tidak bersuara. Kenapa Slank harus mendeklarasikan dukungan? Supaya kita menjadi corong pendukung Ganjar-Mahfud untuk bersuara,” kata personel Slank, Abdee.

Selain Abdee, deklarasi dukungan juga disampaikan personel Slank lainnya, yakni Bimo Setiawan Almachzumi yang akrab disapa Bimbim, Akhadi Wira Satriaji alias Kaka, Ivan Kurniawan Arifin atau Ivanka, dan Muhammad Ridwan Hafiedz yang karib disapa Ridho.

Tidak hanya Slank, Dewa 19 juga terang-terangan mendukung capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo dan Gibran. Terakhir, Raja Dangdut, Rhoma Irama, juga secara implisit memberi dukungan kepada paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Tetapi, masih ada beberapa musisi tidak mau masuk dalam pusaran politik Tanah Air. Iwan Fals, penyanyi legendaris tersebut menyatakan sikap netral dan tidak mau terikat pada partai dan pasangan calon manapun. Hal itu disampaikan Iwan Fals dalam akun media sosialnya @iwanfals mengatasnamakan manajemennya, Tiga Rambu.

Lalu apakah kehadiran musisi yang memiliki banyak penggemar dalam kampanye akan memikat hati rakyat sehingga bisa meraup suara?

Juru bicara Timnas AMIN, Surya Tjandra, mengatakan, kekuatan musik dalam politik terletak pada kemampuannya untuk terhubung dengan rakyat pada tingkat emosi. Melalui musik, para musisi mengangkat suara untuk memberikan simbol ketidakadilan, gendang yang bertalu bisa memotivasi gerakan.

Timnas AMIN sendiri berharap keterlibatan musisi, seperti Rhoma Irama, tidak hanya memperluas dukungan dari para penggemar tetapi untuk membantu Anies dan Cak Imin mendengar langsung perasaan rakyat seperti yang disuarakan oleh para musisi melalui lagu-lagunya.

"Khususnya lagu-lagu yang mengangkat masalah-masalah sosial, seperti ketimpangan, kemiskinan, perubahan iklim, ketidakadilan, dan sebagainya. Dari sini baru kita bisa bicara elektabilitas," kata Surya kepada Tirto, Rabu (7/2/2024).

Slank deklarasi dukung Ganjar Mahfud

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kedua kanan) bersama cawapres Mahfud MD (kiri) menerima surat dukungan dari personel grup musik Slank Bimbim (kanan) dan Kaka (kedua kiri) saat deklarasi dukungan di jalan Potlot, Jakarta, Sabtu (20/1/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nz

Tidak hanya mengerek suara, adanya musisi juga menjadi modal besar untuk para paslon. Dihubungi terpisah, Wakil Komandan Komunikasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Cheryl Tanzil, mengatakan, dukungan musisi, seperti Dewa 19 yang organik menunjukkan kepercayaan dari para pekerja kreatif pada sosok Prabowo dan Gibran.

"Tentunya bisa jadi inspirasi bagi pekerja kreatif dan pendukung sektor seni dan industri kreatif dalam menentukan paslon yang akan dipilih tanggal 14 Februari nanti," kata Cheryl.

Dukungan dari para musisi juga membuat para tim paslon optimistis. Wakil Direktur Representatif TPN Ganjar-Mahfud, Charles Honoris, mengakui, dukungan dari Slank memberikan dampak elektoral.

"Grup band legendaris ini memiliki lebih dari empat juta pendukung fanatik. Jika Prabowo-Gibran dapat Maruarar, maka kami dapat Slank," kata Charles kepada Tirto.

Mampu Mempengaruhi Elektabilitas?

Etnomusikolog sekaligus musisi, Aris Setyawan, menilai dukungan para musisi kepada capres dan cawapres tidak serta merta mempengaruhi elektabilitas mereka. Kehadiran musisi dan musik nilainya hanya efektif menggaet massa serta mengumpulkan mereka di satu titik kampanye saja.

Argumentasi itu bukan tanda dasar. Hasil penelitian yang dilakukan Aris pada Pemilu 2014, tentang musik dangdut yang digunakan sebagai media kampanye politik menemukan fakta baru. Dari seluruh sampel diambil, mayoritas jawabannya sama. Mereka datang murni, karena keinginan untuk menonton musik dangdut secara gratis.

“Tapi ketika saya tanya apakah kemudian itu mempengaruhi bahwa saudara akan memilih partai itu, ternyata jawabannya tidak kebanyakan,” kata Aris saat dihubungi Tirto, Rabu (7/2/2024).

Sementara itu,saat ditanya kepada para musisi apakah mereka mau tampil di acara kampanye, secara profesional mereka menjawab sebagai seniman dibayar dan tidak terikat dengan partai itu. Kemudian, jika ada partai lain yang mengajak untuk tampil dalam kampanyenya, mereka tetap mengambilnya jika harganya cocok.

“Poinnya mungkin kalau ditarik ke sekarang [Pemilu 2024] tidak terlalu mempengaruhi elektabilitas. Karena kita tahu sekarang masyarakat sudah pada cerdas,” kata Aris.

Anies Baswedan bertemu Rhoma Irama

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kiri) berfoto bersama Rhoma Irama saat berkunjung ke markas Soneta Record, Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (20/1/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.

Tetapi, dia menuturkan, saat ini terjadi pergeseran musik dangdut yang notabene sudah digunakan sebagai media kampanye politik 70-an hingga periode kedua Jokowi pada 2019. Para paslon, kali ini menangkap generasi gen Z dan milenial untuk menyesuaikan musisi yang relate dengan mereka.

"Mereka memang calon pemilih potensial tapi mereka sudah sangat cerdas. Mereka punya akses untuk mempelajari capres dari berbagai sumber. Jadi tidak semudah itu dirayu untuk kemudian mau," kata Aris.

Aris mencontohkan, sekalipun ada fans fanatik Slank, Dewa 19, maupun Rhoma Irama, tidak kemudian juga secara membabi buta ikut memilih paslon yang mereka dukung. Karena sikap pilihan politik bisa saja berbeda dengan sang idola.

"Mereka cerdas mereka bisa mencari referensi dari banyak tempat untuk kemudian memutuskan apa yang mereka pilih," kata Aris.

Aris pun tidak menutup kemungkinan, para musisi secara terang-terangan mengajak dan ikut intervensi pilihan politik fans-nya. Karena memang sebagian ada penggemar biasanya cenderung akan mengikuti apa yang musisi mereka lakukan, termasuk sikap pilihan politiknya.

"Jadi misal Slankers itu masih banyak. Tapi tidak serta merta Slankers juga akan ikut nyoblos nomor 3 hanya karena Slank main di situ. Ada banyak faktor untuk orang mau memutuskan untuk memilih," ungkap Aris.

"Kesimpulannya menurut saya musik itu efektif dan bisa menggaet para pendengar dan pendengar hadir di satu kampanye, tapi tidak serta merta menggenjot elektabilitas dari paslon itu," tambah Aris.

KONSER DEWA 19 DI JIS

Pentolan grup musik Dewa 19 Ahmad Dhani tampil dalam konser Dewa 19 di Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta, Sabtu (4/2/2023). Konser bertajuk 'Pesta Rakyat Dewa 19' dalam rangka 30 tahun grup musik Dewa 19 berkarya. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tom.

Sementara itu, Analis Politik Ipsos Public Affairs, Arif Nurul Iman, melihat musik seringkali digunakan untuk memobilisasi massa. Karena kehadiran musisi itu diharapkan bisa mengerek para fans untuk mendukung paslon atau tokoh politik yang didukung.

"Musik dalam politik berfungsi untuk memobilisasi politik terutama para penggemarnya," kata Arif Nurul.

Secara tidak langsung, dukungan politik dari musisi bisa membawa pengaruh besar bagi penggemarnya. Dia mencontohkan Slank misalnya. Bisa jadi penggemar loyal Slank akan mengikuti secara alamiah.

"Kalau soal besar atau tidak mungkin perlu dikalkulasi. Tapi setiap grup band atau artis itu punya fans minimal menarik lumayan tetap menambah suara. Jika persentase nambah 1 persen 2 persen saja sudah hebat," pungkas Arif.

Baca juga artikel terkait KAMPANYE POLITIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Musik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin