Menuju konten utama

Mungkinkah Menghapus Jejak Digital?

E-mail merupakan kunci menghapus jejak digital yang ditinggalkan pengguna internet.

Mungkinkah Menghapus Jejak Digital?
Ilustrasi jejak digital. Getty Image/iStockphoto

tirto.id - Pada Juli 1993, The New Yorker menerbitkan kartun fenomenal karya Peter Steiner. Kartun itu memuat dua ekor anjing bermain internet via komputer. Steiner lantas membubuhkan tulisan: “On the internet, nobody knows you’re a dog.”

Setelah 25 tahun berlalu, tulisan yang dibubuhkan Steiner nampak konyol. Ini karena perkembangan teknologi telah bisa melakukan banyak hal. Dengan kode-kode pelacakan, seperti Google Analytics, hingga data-data yang diberikan pengguna yang termuat dalam "jejak digital", perusahaan internet bisa tahu dengan pasti siapa pengakses layanan mereka.

Jejak digital, atau digital universe, atau yang disebut IDC (International Data Corp) sebagai “digital shadow” merupakan suatu kapsul yang menampung segala informasi aktivitas pengguna internet. Video YouTube apa saja yang ditonton, kata-kunci apa saja yang pernah dicari via Google, berapa kali kunjungan ke Wordpress, titik-titik lokasi dan perjalanan kita yang terekam dalam Google Maps, merupakan jejak digital yang pasti tertinggal sadar atau tak sadar.

Dalam publikasi Intel, terdapat dua jenis jejak digital: pasif dan aktif. Pasif merupakan jejak digital yang tercipta tanpa sadar alias secara otomatis. Misalnya browsing history atau cookies. Jejak aktif adalah rekam digital yang tercipta secara sadar, pengguna memberikannya pada layanan internet yang mereka gunakan. Semisal mendaftar pada Facebook atau melakukan “share-location” melalui WhatsApp atau Foursquare.

Jejak digital selain membekas di masing-masing perangkat pengguna, juga tersimpan di server-server perusahaan internet. Pada 2007, IDC pernah memperkirakan jejak digital yang ditampung perusahaan-perusahaan internet sudah sebesar 281 exabyte. Satu exabyte, setara dengan satu miliar gigabyte.

Editor The New York Times Steve Lohr, dalam tulisan lawasnya berjudul Measuring the Size of Your Digital Shadow, mengatakan satu exabyte lebih besar 50 ribu kali lipat dari semua dokumen/buku yang tersimpan di Library of Congress jika di-scan, didigitalkan. Kini, angkanya diprediksi jauh lebih besar. Terutama atas kehadiran artificial intelligence hingga machine learning.

Jejak digital sanggup mendeskripsikan dengan baik siapa seseorang. Direktur Electronic Privacy Information Center Marc Rotenberg pada The Times, mengatakan jejak digital “sangat menakutkan daripada yang diduga.” Jejak digital, sebut Rotenberg, “merekam preferensi, harapan, kekhawatiran, hingga ketakutan” tiap pengguna internet.

Chief Advertising Strategist Microsoft Michael Galgon mengatakan jejak digital dipergunakan bagi perusahaan internet terutama untuk iklan. “Pengguna internet akan memperoleh konten atau pesan (iklan) yang tepat tentang siapa Anda,” kata Galgon.

Infografik Jejak Digital

Menghapus Jejak Digital

Jejak digital punya dua sisi. Ia sukses membuat layanan-layanan internet jadi lebih personal. Sesuai dengan kepribadian seorang pengguna. Di sisi lain, jejak digital punya dampak buruk. Misalnya digunakan untuk tujuan-tujuan politis, seperti yang dilakukan Cambridge Analytica yang memanfaatkan jejak digital pengguna Facebook memenangkan Donald Trump.

Direktur eksekutif National Cyber Security Alliance Michael Kaiser mengatakan jejak digital “berada dalam bentuk yang kecil, hingga seringkali pengguna tak menganggapnya sebagai masalah. Namun, jika diakumulasikan jejak digital bisa sangat memusingkan tatkala hilang atau dicuri.”

Hampir segala kegiatan manusia kini berhubungan dengan internet, Alex Manfrediz, analis IDC, mengatakan “tak ada jalan yang sebenar-benarnya hilang dari jejak digital, kecuali Anda ialah seorang pertapa.”

Benarkah demikian?

Technical Consultant PT Prosperita ESET Indonesia Yudhi Kukuh mengatakan jejak digital bisa dihapus. Kuncinya, ada di handphone atau smartphone yang digunakan penggunanya. “Privasi kita ada di handphone. Ke mana-mana bawa dia. Ini kunci tracking,” terang Yudhi.

Menurutnya pengguna internet yang ingin menghilangkan jejak digital, hal pertama yang harus dilakukan ialah jangan mengkoneksikan smartphone lama dengan akun layanan yang digunakan, misalnya Google Account.

Selain smartphone, menurut Yudhi, yang mesti diperhatikan untuk menghapus jejak digital ialah e-mail. Dalam dunia digital, e-mail ialah kunci memasuki layanan-layanan yang tersedia. Tatkala e-mail sukses diambilalih penjahat maya, segala tindak-tanduk penggunanya bisa mudah diketahui. Menghapus jejak digital artinya mengamankan e-mail yang digunakan untuk mendaftar di layanan internet.

Robb Lewis, penggagas Justdelete.me, situsweb menyampaikan layanan internet mana saja yang mudah/sedang/susah menghapus data para penggunanya, sebagaimana termuat dalam The Sydney Morning Herald, mengatakan manusia yang memiliki jejak digital “secara mendasar, tak bisa menghapus hal tersebut.” Menurutnya, pengguna internet hanya mampu untuk “menonaktifkan.”

Pada Justdelete.me ada banyak layanan internet yang disurvei tingkat kesusahan penghapusan data. Facebook diberi simbol “kuning” oleh situsweb itu yang berarti “sedang.” Ini terjadi lantaran, saat pengguna menghapus akun Facebook, perpesanan yang pernah dikirim masih disimpan media sosial bikinan Mark Zuckerberg itu.

Evernote, aplikasi dokumen populer, diberi simbol “hitam.” Artinya, seseorang yang telanjur memiliki akun di Evernote tak memiliki kesempatan untuk menghapus apa yang telah mereka berikan di layanan itu. YouTube pun juga sama, Justdelete.me memberikan label “hitam.” Seseorang tak dapat menghapus jejaknya di YouTube kecuali orang itu juga menghapus akun Google yang terkoneksi.

Penulis Wired, Lily Hay Newman memberikan beberapa tips menghapus jejak digital. Pertama, perangkat elektronik, semisal smartphone, mesti dibereskan. Khususnya perangkat-perangkat lama, yang lawas tetapi masih menyimpan data-data digital.

“Hancurkan CD lawas, HDD, HDD eksternal [...] pikirkanlah komputer yang sudah tak terpakai, konsol gim, peralatan smarthome. Cadangkan data yang diinginkan, lalu hancurkanlah,” tulis Newman.

Selepas mengurus perangkat lama, Newman lantas menyebut perangkat yang baru digunakan mesti diperhatikan dan dijaga keamanan akses datanya. Newman mengatakan pengguna internet yang ingin menghapus jejak digitalnya harus melihat lebih dalam pada layanan internet atau cloud yang mereka gunakan, lantas hapus pada data yang tidak diinginkan seperti di e-mail.

Abby Ohlheiser dari Washington Post, merujuk Bradley Shear, pengacara yang berfokus pada masalah media sosial dan privasi, mengatakan menghapus jejak digital sangat sulit. Salah satu cara yang bisa diperbuat ialah melahirkan informasi alternatif di internet. Informasi alternatif ialah memberikan informasi yang bukan sebenarnya pada layanan-layanan internet yang digunakan.

“Jangan pernah memberikan tanggal lahir yang sebenarnya,” kata Shear. “Selalu gunakan tanggal lahir palsu,” tambahnya. “Sediakan fakta alternatif lain sebanyak-banyaknya,” tambah Shear.

Dengan melahirkan informasi alternatif, layanan internet yang memiliki jejak digital tak akan tahu siapa diri Anda. Langkah ini memang bisa jadi alternatif dibandingkan berusaha susah payah menghapus jejak digital. Namun, bersikap selalu berhati-hati dalam urusan berinternet dan menjaga perangkat gadget yang kita miliki dengan banyak menggali informasi produser keamanan bisa jadi pilihan bijak.

Baca juga artikel terkait JEJAK DIGITAL atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra