tirto.id - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengaku masih ada praktik suap dan pungli di jajaran pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penyataan itu ia lontarkan saat menyampaikan capaian strategi nasional (Stranas) pencegahan korupsi (PK) tahun 2019-2020, sekaligus merilis strategi untuk 2021-2022 bersama Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) yang terdiri dari KPK, Kemendagri, KemenPANRB, Bappenas, dan KSP.
Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB ini awalnya menjelaskan turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2020 berdasarkan survei Transparency International Indonesia (TII).
IPK Indonesia 2020 berada di skor 37, turun 3 poin ketimbang IPK 2019 di angka 40. Dengan skor 37, Indonesia menempati posisi 102 dari 180 negara yang dipersepsikan bersih dari korupsi.
Kata Moeldoko, turunnya IPK 2020 membuktikan masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan Timnas PK untuk menutup celah korupsi. Sebab Moeldoko tak menampik masih ada oknum di pemerintah yang terlibat korupsi.
"Dua tahun pelaksanaan Stranas, di satu sisi masih banyak PR yang harus kita lakukan untuk menutup celah korupsi secara sistemik. Harus diakui kita masih menghadapi masalah dalam mengubah persepsi publik terhadap korupsi, adanya oknum di pemerintah karena masih terjadi suap dan kick back, pungli dalam perizinan dan layanan publik, serta belum baiknya integritas sebagian oknum aparat penegak hukum," kata Moeldoko dalam konferensi pers Stranas PK 2021-2022 secara daring, Selasa (13/4/2021).
Padahal, kata Moeldoko, Presiden Jokowi telah berulangkali menyampaikan arahan pada rapat kabinet agar jajarannya menutup celah korupsi dan tidak menyelewengkan anggaran negara. Dia menegaskan korupsi bisa merampas hak-hak rakyat.
"Jangan korupsi apa pun atas hak rakyat, jangan salah gunakan kewenangan, jangan mau disuap, serta jangan melakukan pungli, karena pada dasarnya dan pada akhirnya yang jadi korban adalah rakyat. Kalimat ini seringkali diulang-ulang oleh Presiden, oleh karena itu harus jadi perhatian kita semua," tegasnya.
Kendati banyak catatan, Moeldoko mengklaim Stranas PK 2019-2020 sudah terdapat kemajuan. Seperti di sektor perizinan dan tata niaga, di mana layanan perizinan semakin cepat dan bisa menghemat waktu 5 sampai 14 hari karena dihapusnya Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) dan izin gangguan, serta diterapkannya online single submission.
Kemajuan kedua, lanjut dia, terkait pencegahan korupsi di sektor keuangan negara. Moeldoko mengklaim tata kelola pengadaan barang jasa pemerintah sudah semakin transparan dan akuntabel.
Pasalnya sudah diterapkannya e-katalog lokal di 6 provinsi seperti NTB, Jabar, DKI Jakarta, Riau, Gorontalo dan Aceh, serta e-katalog sektor di 4 Kementerian/Lembaga: Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perhubungan.
Moeldoko menambahkan, kemajuan di sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi. "Kemajuan dengan penguatan pengawasan sistem merit untuk mencegah jual beli jabatan, penguatan APIP untuk pengawasan internal, serta percepatan penerapan SPBE [Sistem Pemerintahan Berbasis Elektroni]," tuturnya.
Sementara, fokus aksi Stranas PK tahun 2021-2021 pemerintah ke depan yaitu mempercepat perizinan dan tata kelola ekspor impor, efektivitas dan efisien pengadaan barang dan jasa.
Kemudian pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk ketepatan subsidi, penguatan SPBE termasuk sinkronisasi perencanaan penganggaran. Lalu penguatan pengendalian internal pemerintah.
"Terakhir penguatan integritas aparat penegak hukum," jelasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto