tirto.id -
Seorang warga negara Cina melakukan aktivitas penambangan ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Aktivitas penambangan ilegal tersebut mengeruk cadangan emas sebanyak 774,27 kilogram dan cadangan perak sebanyak 937,7 kg dengan nilai total kerugian Rp1,02 triliun.
“Hal ini terungkap pada persidangan kasus pertambangan tanpa izin yang dilakukan warga negara asing Tiongkok (YH) di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat (29/8),” tulis laporan yang diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dikutip dari laman resmi Ditjen Minerba, Jumat (27/9/2024).
Dari hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Minerba, terungkap bahwa YH berhasil mengeruk batuan bijih emas hingga 2.687,4 m3. Batuan itu berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang sampai saat ini belum memiliki persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi tahun 2024-2026.
Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.
Sementara itu, untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lainnya, YH menggunakan merkuri atau air raksa (Hg), di mana dari sampel hasil olahan, ditemukan merkuri dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.
“Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel (terowongan) pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal,” jelas laporan tersebut.
Setelah dilakukan pemurnian di dalam terowongan, emas dibawa keluar untuk kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.
Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar. Meski begitu, Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.
“Selanjutnya akan dilakukan enam tahap sidang, yaitu saksi dari pihak penasehat hukum, ahli dari penasihat hukum, pembacaan tuntutan pidana (requisitoir), pengajuan/pembacaan nota pembelaan (pledoi), pengajuan/pembacaan tanggapan-tanggapan(replik dan duplik), dan terakhir sidang pembacaan putusan,” tutup laporan itu.
Baca juga artikel terkait TAMBANG ILEGAL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra
tirto.id - Hukum
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher