Menuju konten utama

MK Layangkan Surat Keberatan ke Oesman Sapta Odang

"Perbuatan OSO dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang merendahkan kehormatan, harkat, martabat MK dan para hakim MK."

MK Layangkan Surat Keberatan ke Oesman Sapta Odang
Oesman Sapta. Foto/mpr.go.id

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) layangkan surat keberatan kepada Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI Oesman Sapta Odang (OSO). Surat dikirim karena MK menganggap OSO telah menyampaikan pernyataan bertendensi negatif dan merendahkan harkat serta martabat lembaga itu.

Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah berkata, pengiriman surat keberatan dilakukan setelah rapat permusyawaratan hakim dilakukan. Hasil rapat memutuskan adanya pemberian surat keberatan kepada OSO.

"Langkah itu diambil setelah mendengar rekaman program acara secara utuh [saat OSO merendahkan martabat MK] dan mengambil kesimpulan perbuatan OSO dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang merendahkan kehormatan, harkat, martabat MK dan para hakim MK," tutur Guntur di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Sikap OSO yang dipermasalahkan MK adalah saat ia menghadiri sebuah acara di salah satu media televisi nasional, 26 Juli 2018. Dalam acara bertajuk "Polemik Larangan Caleg DPD dari Parpol" itu, OSO dianggap menyampaikan pernyataan yang merendahkan MK.

Acara itu membahas nasib para calon anggota DPD RI yang memiliki jabatan di partai politik, namun sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, anggota DPD RI tak boleh rangkap jabatan sebagai pengurus parpol.

Keputusan MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 182 huruf I UU 7/2017 tentang Pemilu itu mendapat tanggapan OSO. Sebabnya, OSO saat ini menjabat Ketua Umum Partai Hanura.

Dalam keputusannya, MK menyatakan frasa "pekerjaan lain" dalam pasal yang digugat bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai pengurus partai politik. Itu artinya, anggota DPD RI tidak boleh diisi pengurus parpol.

"Setiap permohonan [perkara] langsung diumumkan dan diunggah berkas permohonannya ke laman MK. Tidak terdapat alasan siapapun menyatakan tak mengetahui adanya perkara yang masuk di MK, apalagi menuduh MK memutus perkara diam-diam," ujar Guntur.

Dalam putusan uji materi Pasal 182 huruf I UU Pemilu, MK menyebut anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus parpol guna mencegah adanya perwakilan ganda dalam pengambilan keputusan di lembaga legislatif. Keberadaan perwakilan ganda itu dianggap bertentangan dengan Pasal 22D UUD 1945.

KPU RI telah merespon putusan MK. Penyelenggara pemilu berjanji akan merevisi aturan ihwal pencalonan anggota DPD RI. Hingga kini, proses revisi aturan terkait masih berjalan.

Baca juga artikel terkait PILEG 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yulaika Ramadhani