tirto.id - Istilah hoarding disorder kini kerap dibicarakan menyusul viralnya sebuah video tentang kamar kos yang penuh dengan tumpukan sampah. Kamar tersebut tampak sangat kotor dan berantakan, bahkan terlihat genangan air di lantainya sehingga terlihat tak layak huni.
Seorang wanita yang merupakan pemilik kamar itu pun diduga mengidap hoarding disorder. Lalu, apa itu hoarding disorder?
Hoarding disorder adalah kondisi kesehatan mental yang ditunjukkan dengan kebiasaan menyimpan barang hingga barang tersebut menumpuk dalam jumlah banyak. Barang yang disimpan biasanya juga kurang atau tidak bernilai sama sekali, contohnya koran atau baju bekas.
Pengidap hoarding disorder juga kesulitan untuk membuang barang yang disimpannya. Bahkan, ia bisa stres jika disuruh atau mencoba membuang barangnya tersebut.
Sehingga, barang akan terus menumpuk seperti timbunan sampah dan kamar/rumah pengidap hoarding disorder jadi tampak sangat kotor serta tidak layak huni.
Gejala dan Penyebab Hoarding Disorder
Penyebab hoarding disorder belum diketahui secara pasti dan masih terus diteliti. Beberapa hal yang diduga dapat menyebabkan hoarding disorder antara lain faktor genetik, gangguan fungsi otak, serta kejadian traumatis di masa lalu.
Menurut laman Mayo Clinic, hoarding disorder memiliki gejala sebagai berikut:
- Menyimpan dan menimbun banyak barang yang tidak dibutuhkan sampai ruangan penuh sesak.
- Sulit membuang barang yang disimpan atau memisahkannya dari barang pribadi.
- Menyimpan barang sudah menjadi kebutuhan dan merasa tertekan jika mencoba membuangnya.
- Kamar/rumah akan penuh timbunan barang sampai ruangan tersebut tak bisa dihuni/digunakan sebagaimana mestinya.
- Pengidap hoarding disorder selalu berusaha menjadi sempurna. Ia juga sering menghindar atau menunda sebuah keputusan.
- Kesulitan dalam hal perencanaan atau pengelompokan.
Apakah Hoarding Disorder Berbahaya?
Hoarding disorder dianggap berbahaya dan merugikan karena bisa berpengaruh pada kehidupan pengidapnya, mulai dari kehidupan sosial hingga soal kesehatan.
Tak hanya itu, hoarding disorder juga bisa merugikan orang lain, contohnya kasus kamar kos yang viral baru-baru ini. Kebiasaan menimbun barang hingga kamar menjadi kotor tentunya akan merugikan pemilik maupun penghuni kos lainnya.
Secara garis besar, berikut dampak negatif dari hoarding disorder:
1. Kesulitan tinggal di rumahnya sendiri karena sesak dengan timbunan barang
2. Sulit menjaga kebersihan diri sendiri maupun rumah yang ditinggali. Hal ini berpotensi menimbulkan penyakit hingga hama seperti tikus dan berbagai serangga.
3. Performa kerja bisa menurun, bahkan bisa dipecat dari pekerjaan.
4. Sulit menjalin hubungan dengan orang lain
5. Pengidap hoarding disorder biasanya hidup menyendiri dan terisolasi sehingga berujung pada kesepian.
6. Tumpukan barang yang dikumpulkan di rumah bisa memicu kecelakaan seperti terpeleset atau terjatuh.
7. Tumpukan barang bisa memicu kebakaran, sedangkan penghuninya bisa sulit menyelamatkan diri karena akses pintu keluar terhalang oleh tumpukan barang.
8. Rumah mengalami kerusakan karena terlalu banyak timbunan barang.
9. Jika rumah yang ditinggali berstatus sewa (kos/kontrak), pengidap hoarding disorder bisa diusir dan tak punya tempat tinggal lagi atau menjadi tunawisma.
Apakah Hoarding Disorder Bisa Disembuhkan?
Pengidap hoarding disorder umumnya tidak menyadari gangguan yang dialaminya. Mereka merasa dirinya baik-baik saja dan apa yang mereka lakukan adalah hal yang normal.
Pengidap gangguan mental lain seperti kecemasan dan depresi biasanya akan merasa tertekan sehingga berinisiatif untuk mencari pertolongan. Pengidap hoarding disorder justru sebaliknya dan merasakan kesenangan atau kepuasan dengan menimbun barang.
Hal inilah yang membuat hoarding disorder termasuk gangguan kesehatan mental yang cukup sulit diatasi. Namun, bukan berarti tidak bisa disembuhkan.
Dikutip dari situs American Psychological Association, saat ini cara yang dianggap paling tepat untuk mengatasi hoarding disorder adalah dengan psikoterapi seperti cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif.
Program CBT ini meliputi:
- Terapi untuk mengubah persepsi atau keyakinan tentang menyimpan/menimbun barang.
- Melatih pengidap hoarding disorder untuk mengurangi barang dengan membuangnya
- Melatih mengorganisasikan barang dan agar tetap fokus dengan tugasnya
- Sesi konsultasi yang bisa memotivasi
Guna mengatasinya, diperlukan pengobatan berdasarkan rehabilitasi kognitif seperti untuk orang-orang yang mengalami cedera otak traumatis.
Terapi ini melatih untuk mengategorikan barang, termasuk soal perencanaan dan pemecahan masalah. Dengan terapi ini, pengidap hoarding disorder dilatih untuk memutuskan barang mana yang disimpan dan mana yang harus dibuang
Mitos dan Fakta Soal Hoarding Disorder
Terdapat beberapa mitos mengenai pengidap hoarding disorder yang banyak beredar di masyarakat. Berikut beberapa mitos beserta fakta sesungguhnya seperti dilansir dari Good Therapy:
1. Mitos: rumah/kamar pengidap hoarding disorder pasti kotor
Faktanya, hoarding disorder adalah kecenderungan menumpuk barang sehingga tidak berhubungan dengan kebersihan. Sangat mungkin sekali pengidap hoarding disorder memiliki rumah yang relatif bersih meski banyak timbunan barang.
2. Mitos: pengidap hoarding disorder adalah orang yang malas
Faktanya, hoarding disorder bukan bentuk kemalasan, tapi merupakan gangguan kesehatan mental yang berdampak pada kemampuannya dalam hal mengorganisir barang, perencanaan, hingga membuat keputusan.
Tak hanya itu, pengidap hoarding disorder akan merasa berat dan bisa tertekan jika disuruh membuang barangnya.
Hal ini berbeda dengan orang yang sekadar malas bersih-bersih. Orang malas tidak akan keberatan jika barang kotor atau sampah di rumahnya dibersihkan.
3. Mitos: cara mengatasi hoarding disorder adalah dengan melakukan pembersihan rumah besar-besaran
Faktanya, sekadar membersihkan rumah tidak akan menyelesaikan masalah karena inti permasalahannya ada pada pengidapnya. Bahkan, pembersihan rumah ini bisa membuat si penghuni (pengidap hoarding disorder) merasa tertekan atau benci.
Cara mengatasi hoarding disorder haruslah dengan bantuan profesional yang mampu memberikan terapi pengobatan sesuai kebutuhan.
4. Mitos: hoarding disorder sama seperti mengoleksi barang
Faktanya, keduanya adalah hal yang berbeda. Kolektor cenderung mampu mengorganisir barang koleksinya, merawatnya dengan hati-hati, dan biasanya dipamerkan pada orang lain.
Hoarding disorder biasanya tidak bisa mengorganisir barangnya dengan baik sehingga tampak berantakan. Mereka juga tidak akan memamerkannya pada orang lain karena malu jika ketahuan rumahnya berantakan.Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari