Menuju konten utama

Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, PB IDI: Belum Urgen

Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi beralasan masih banyak permasalahan kesehatan yang belum tertangani oleh pemerintah.

Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, PB IDI: Belum Urgen
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (kiri) didampingi Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Djoko Widyarto JS (kanan) mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/4/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.

tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi meminta pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan oleh pemerintah dan DPR RI dihentikan atau tidak diteruskan.

Adib menilai pengesahan RUU Kesehatan saat ini belum urgen. Ia beralasan masih banyak permasalahan kesehatan yang belum tertangani oleh pemerintah.

Selain itu, Adib mencermati berbagai isu sebagai fitnah dan pembingkaian negatif kepada IDI, profesi dokter dan profesi tenaga kesehatan di Indonesia.

“PB IDI telah melakukan upaya proaktif yang konsisten sejak munculnya Draft RUU Kesehatan (Omnibus Law) tahun 2022 yang tidak jelas asal muasalnya meski sudah tersusun sangat rapi dan sistematis hingga diterbitkannya secara resmi Draft RUU Kesehatan (Omnibus Law) sebagai inisiatif DPR pada 14 Februari 2023,” kata Adib, Senin (10/4/2023).

Adib mengklaim PB IDI telah melakukan kajian secara seksama, mendalam dan komprehensif terhadap draf naskah RUU Kesehatan.

Adib menilai IDI adalah satu-satunya organisasi profesi dokter yang berperan strategis sejak awal Indonesia merdeka hingga saat ini dalam peningkatan derajat kesehatan bangsa.

“Terlebih dalam penanganan pandemi CoVID-19 dimana sangat banyak dokter dan tenaga kesehatan Indonesia wafat dalam upaya tersebut,” ujarnya.

Adib menyampaikan tenaga kesehatan masih rentan mendapatkan masalah di jalur hukum. Menurut dia, dokter dalam pelayanan kesehatan semestinya memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh undang-undang.

"Di sinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesinya itu untuk memberikan sebuah perlindungan hukum namun peranan organisasi profesi dihilangkan,” protes Adib.

Hak imunitas tenaga kesehatan tersebut, menurut Adib, juga akan berdampak pada keselamatan pasien.

“Masyarakat akan terdampak pada pelayanan kesehatan berbiaya tinggi karena potensi risiko hukum dan hal ini paradoks dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menerapkan efisiensi pembiayaan,” sambung dia.

Adib menyampaikan sejumlah tantangan di bidang kesehatan, terutama kondisi masyarakat Indonesia yang belum keluar dari himpitan krisis sehingga sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Selain itu, Adib mengatakan masih diperlukan perbaikan fasilitas kesehatan terutama di wilayah terpencil. Hal itu termasuk perbaikan sarana infrastruktur sehingga masyarakat bisa mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah.

Adib berharap penolakan terhadap RUU Kesehatan juga dilakukan oleh para dokter, tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran dan kesehatan, serta masyarakat.

“Ini menjadi perhatian serius karena pasti akan berdampak kepada terganggunya stabilitas nasional, karena pelayanan publik dibidang kesehatan untuk masyarakat akan menjadi terdampak,” kata Adib.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan