Menuju konten utama

Mimpi Indonesia Lifting 1 Juta Barel Minyak/Hari

SKK Migas menyiapkan langkah untuk mencapai target lifting minyak mentah 1 juta barel/hari.

Mimpi Indonesia Lifting 1 Juta Barel Minyak/Hari
ilustrasi pertambangan minyak bumi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengejar peningkatan kapasitas produksi minyak nasional menjadi satu 1 barel per hari (bph) di 2030.

Target tersebut ditetapkan karena Indonesia masih menghadapi tantangan untuk meningkatkan produksi minyak yang ditandai dengan rendahnya angka produksi minyak dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut data British Petroleum (BP) Statistical Review produksi minyak dari kilang di dalam negeri dalam periode yang sama terus mengalami penurunan pascakrisis moneter.

Capaian lifting tertinggi pada era krisis finansial terjadi pada tahun 2000 dengan 987.000 barel/hari.

Setelahnya mengalami penurunan, sehingga mengubah Indonesia bergantung dengan pasokan minyak luar negeri. Misalnya pada 2005 lifting turun menjadi 980.000 barel/hari dan terus menurun jadi 836.000 barel/hari pada 2015. Kini pada 2019 capaian lifting adalah 918.000 barel/hari.

Kondisi sama dialami kapasitas kilang yang stagnan. Selama 19 tahun terakhir tidak banyak yang berubah.

Pada 2000 kapasitas kilang 1,07 juta barel/hari, kemudian pada 2005 turun menjadi 1 juta barel/hari. Di 2010 naik tipis menjadi 1,09 juta barel/hari, lalu 2015 naik lagi menjadi 1,11 juta barel/hari. Selanjutnya pada 2019 kembali sama seperti satu dekade sebelumnya yaitu 1,09 juta barel/hari.

Menurunnya produksi minyak di dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir terjadi karena usia sumur minyak yang sudah uzur.

“Sumur kita itu sudah tua ya dari tahun berapa itu, dia [sumur minyak] sudah capai masa lewat puncaknya. Nah kalau cadangan sudah habis ya dia tidak bisa memproduksi seperti dulu lagi,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa kepada Tirto, Selasa (3/8/2021).

Biaya eksplorasi yang tinggi dengan hasil yang belum pasti memicu pencarian sumur baru tak banyak dilakukan karena tidak menarik minat investor.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, cadangan minyak yang dimiliki Indonesia sudah menipis. Perlunya eksplorasi sumur baru merupakan prioritas yang harus dilakukan.

Terlebih, kata dia, ketergantungan RI pada kendaraan berbasis fosil masih tinggi. Mengingat 90 persen bahan bakar kendaraan masih menggunakan bahan bakar fosil.

“Produksi dan cadangan migas itu kan semakin menurun ya sementara minyak ini gak bisa diperbaharui. Untuk bisa melakukan eksplorasi dan eksploitasi itu dibutuhkan teknologi dengan investasi yang cukup mahal,” jelas dia kepada Tirto, Selasa (3/8/2021).

Meski eksplorasi belum banyak dilakukan, bukan berarti target tersebut tak bisa tercapai mengingat masih banyak potensi sumur minyak yang belum dieksploitasi.

Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan sekitar 7.732,27 juta stock tank barrel. Jumlah itu mampu memenuhi target lifting 1 juta barel/hari pada 2030 kelak.

SKK Migas Siapkan FTG

Untuk memaksimalkan potensi tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah melakukan banyak hal seperti reaktivasi belasan ribu bekas pengeboran di sejumlah daerah.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menjelaskan capaian lifting migas pada Semester I 2021 rata-rata 1,64 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD).

Dari sejumlah itu, lifting minyak sebesar 667 ribu barel/hari (BOPD) atau 95% dari target APBN yang ditetapkan untuk tahun ini sebesar 705 ribu BOPD. Sedangkan lifting gas sebesar 5.430 MMSCFD dari target APBN sebesar 5.638 MMSCFD atau tercapai 96%.

Untuk mengejar capaian target lifting, Dwi menjelaskan SKK Migas dan KKKS sedang bahu membahu merealisasikan program Filling The Gap (FTG).

“Melalui Program FTG telah ada tambahan minyak rata-rata 1.900 BOPD. Tambahan ini di luar rencana tambahan yang direncanakan dalam WP&B (Work, Program & Budget) 2021. Ke depan, kami akan meneruskan Program FTG dan juga mengajak KKKS untuk melakukan akselerasi WP&B-nya sehingga diharapkan target APBN 2021 dapat terpenuhi,” kata Dwi Jumat (16/7/2021) di Jakarta.

Usaha lain yang dilakukan SKK Migas untuk mengejar capaian target adalah mengupayakan 3 insentif hulu migas agar dapat disetujui oleh pemerintah.

Ketiga insentif tersebut adalah tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas, penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$0,22 per MMBTU, dan dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

Realisasi aktivitas utama hulu migas sepanjang Semester I 2021 telah dilakukan 186 pengeboran sumur pengembangan, 309 kegiatan workover, dan 11.307 kegiatan well service.

“Nilai TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) dari kegiatan-kegiatan hulu migas secara keseluruhan juga berada di atas target mencapai 58%,” kata Dwi.

Sedangkan untuk proyek hulu migas 2021 sepanjang Semester I ini sebanyak 7 proyek sudah dapat direalisasi, dan memberikan tambahan produksi sebesar 10.710 BOPD dan gas sebesar 475 MMSCFD.

“Nilai investasi proyek-proyek tersebut mencapai US$1,4 miliar atau setara Rp. 20,9 triliun,” tambahnya.

Selain itu, SKK Migas juga mengawal realisasi proyek hulu migas yang dikategorikan sebagai proyek strategis nasional. SKK Migas berusaha mengawal agar proyek Jambaran Tiung Biru yang saat ini kemajuannya mencapai 91,93% tetap dapat melakukan onstream pada Kuartal IV 2021.

Upaya penggantian cadangan yang telah diproduksikan (Reserve Replacement Ratio-RRR) juga terus dilakukan untuk menjaga kesinambungan produksi migas yang berkelanjutan.

SKK Migas telah memproses persetujuan 14 Plan of Development (POD) yang diajukan KKKS, dari persetujuan tersebut menghasilkan tambahan cadangan migas sebesar 131,2 juta barel oil equivalent (BOE).

Ditambahkan oleh Dwi, sepanjang Semester I 2021 terdapat 7 sumur eksplorasi yang telah selesai di bor/tes (sumur tajak tahun 2021) dengan hasil gas discovery (Maha-02 dan Fanny-02), oil discovery (Hidayah-01 dan MSDE-01A) dan dry (Barakuda-1X, NSD-1 Exp Tail dan Plajawan Dalam).

“Total jumlah sumberdaya post drill (P50 atau 2C recoverable) sebesar 87.25 MMBOE dari Sumur Hidayah-01 sedangkan pre-drill P-50 Sumur Maha-02, Fanny-02 dan MSDE-01A adalah sebesar 154.71 MMBOE,” ungkapnya.

Menyiapkan Survei

Untuk kegiatan eksplorasi lainnya, saat ini sudah dilakukan survei seismik 2D sepanjang 1.917 km, survei seismik 3D sepanjang 673 km2, dan 67 kegiatan studi G&G.

“Khusus untuk kegiatan Survei Full Tensor Gravity Gradiometry (FTG) di wilayah timur Indonesia, FTG Area Akimeugah sedang berjalan hingga Agustus 2021. Pelaksanaan kegiatan saat ini mencapai 13%. Kalau kegiatan ini selesai, kami akan melanjutkan dengan kegiatan FTG Kepala Burung seluas 45,580 km2,” kata Dwi.

Realisasi dari aktivitas industri hulu migas tersebut selama periode Semester I 2021 berhasil membukukan penerimaan negara sekitar US$6,67 miliar atau setara Rp96,7 triliun. Penerimaan sebesar ini adalah 91,7% dari target yang dicanangkan dalam APBN 2021.

“Seperti juga dirasakan oleh sektor lain, pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang cukup berat bagi industri hulu migas. Namun SKK Migas bersama KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) menghadapi pandemi ini dengan melakukan usaha-usaha yang kreatif. Syukur pada Semester I 2021 ini kami berhasil memberikan penerimaan negara yang optimal,” kata dia.

Ia menambahkan bahwa tingginya penerimaan negara tidak lepas dari harga minyak yang berangsur membaik setelah sempat jatuh di tahun 2020 lalu.

“Harga ICP (Indonesian Crude Price) menunjukkan kenaikan, bahkan per Juni 2021 mencapai US$70,23/barel. Momentum ini akan kami gunakan secara maksimal untuk mendorong KKKS agar lebih agresif dalam merealisasikan kegiatan operasi,” ujarnya.

Penerimaan negara yang maksimal juga merupakan sebuah usaha hulu migas mengoptimalkan kegiatan dan biaya. Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui pemilihan prioritas kegiatan work order dan maintenance routine & inspection, efisiensi general administration khususnya akibat adanya pembatasan kegiatan.

“Upaya ini berhasil membuat biaya per barel pada Semester I 2021 sebesar US$12,17/BOE, lebih rendah dibandingkan Semester I 2020 sebesar US$13,71 /BOE,” jelas Dwi.

Baca juga artikel terkait LIFTING MINYAK atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali