Menuju konten utama

Bahlil: Pertamina di Bawah BUMN Picu Lifting Minyak Jeblok

Bahlil juga mengatakan, angka lifting minyak Indonesia sebelumnya capai 1,6 juta di tahun 1996-1997, tetapi saat ini impor hingga 1 juta barel.

Bahlil: Pertamina di Bawah BUMN Picu Lifting Minyak Jeblok
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan saat pembukaan pameran 10th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (18/9/2024).ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/agr

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengeklaim bahwa penyebab turunnya lifting minyak nasional karena komando PT Pertamina dari bawah presiden ke Kementerian BUMN. Bahlil juga menyebut, banyak sumur tua juga membuat lifting minyak Indonesia terus merosot.

“Reformasi, kemudian terjadi perubahan aturan. Pertamina tidak lagi di bawah presiden kemudian Pertamina didorong di bawah Kementerian BUMN. Apa yang terjadi? Lifting kita turun terus, di samping sumur-sumur kita udah lama, tapi regulasi memang yang membuat persoalan ini,” ujarnya, dalam BNI Investor Daily Summit 2024, dikutip dari akun YouTube BeritaSatu, Rabu (9/10/2024).

Bahlil mengatakan, lifting minyak Indonesia dapat mencapai 1,6 juta barel per hari pada 1996-1997. Dengan konsumsi domestik yang mencapai sekitar 600-700 barel per hari, 1 juta barel sisanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak dunia. Besaran surplus minyak ini lah kemudian Indonesia dapat menjadi salah satu anggota OPEC.

30 tahun berselang, kondisi Indonesia menjadi sebaliknya. Alih-alih bisa menaikkan lifting minyak, pemerintah bahkan harus memenuhi kebutuhan minyak domestik melalui impor.

“Sekarang lifting kita hanya di 600 ribu barel per day di 2023. Di 2024 kurang lebih begitu juga dan konsumsi kita sekitar 1,6 juta barel per day. Jadi terbalik dengan 30 tahun lalu, antara lifting dan ekspor berbalik dengan lifting dan impor di tahun 2023. Jadi kalau di tahun 1996 kita ekspor 1 juta barel, di tahun 2023 kita impor 1 juta barel,” imbuh Bahlil.

Pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, faktor lain yang menjadi sebab terus menurunnya lifting minyak Indonesia adalah imbas banyaknya sumur yang sudah tidak produktif atau idle. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, 16.500 dari hampir 45.000 sumur minyak Indonesia dalam posisi idle. Dari 16.500 sumur idle, 5.000 sumur dapat ditingkatkan produksinya lewat intervensi teknologi.

“Kemudian, 5.000 lebih sumur idle ini posisinya dipegang oleh siapa? Ternyata oleh BUMN yang namanya Pertamina,” imbuhnya.

Sementara itu, kondisi lifting minyak Indonesia, menurut Bahlil, sangat tergantung oleh aktivitas eksplorasi dan pengeboran dari dua kontraktor, Pertamina dan ExxonMobil Indonesia. Pasalnya, 65 persen total lifting minyak Indonesia berasal dari aktivitas eksplorasi Pertamina dan 25 persen oleh ExxonMobil Indonesia, sedangkan 10 persen lainnya oleh kontraktor-kontraktor kecil.

Dengan terus menurunnya lifting minyak nasional, Bahlil mengultimatum para kontraktor, termasuk Pertamina. Menurutnya, bagi siapapun kontraktor, jika tak bisa menaikkan produksi minyak, dia akan mencabut izin usaha Pertambangan (IUP) dari kontraktor yang bersangkutan.

“Saya pikir buat pencabutan IUP tahap 2 tampaknya. Kalau kemarin kita cabut 2018 IUP, nah ini berpotensi untuk kita melakukan penataan sumur-sumur yang tidak dikerjakan baik oleh KKKS termasuk BUMN,” tegas dia.

Setelah mencabut izin tambang kontraktor, pemerintah bakal menawarkan IUP tersebut kepada kontraktor lain yang mau berkomitmen untuk mendongkrak lifting minyak nasional.

“Jangan digenggam dong (IUP), kita negara butuh. Gimana? Kita prioritaskan ke BUMN, tapi jangan hanya karena kaca mata kuda, itu BUMN, izin-izinnya pun dibawa tidur. Negara nggak butuh tidur izin, negara butuh produksi,” tutur mantan Menteri Investasi itu.

Baca juga artikel terkait LIFTING MINYAK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher