tirto.id - Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) akan menyelenggarakan Mimbar Selasar malam ini, Senin (28/10) pukul 19.00 WIB di Amphiteater SSAS, Jalan Bukit Pakar Timur No. 100, Cibural, Cimenyan, Bandung.
Mimbar Selasar adalah kegiatan ceramah umum yang dikelola SSAS sejak 2017. Selama dua tahun (2020-2021), kegiatan Mimbar Selasar sempat terhenti karena pandemi, kemudian berlanjut lagi mulai 2022. Dalam setiap pelaksanaannya, Mimbar Selasar menghadirkan pembicara yang diharapkan dapat memaparkan berbagai persoalan kebangsaan melalui perspektif yang unik dan inspiratif.
“Tahun ini, Mimbar Selasar mengusung tajuk Memandang Indonesia dan menghadirkan Raisa Kamila, seorang penulis dan peneliti asal Banda Aceh,” bunyi keterangan yang diterima Tirto.id, Senin (28/10).
Tim SSAS menerangkan, lewat tema Memandang Indonesia, Mimbar Selasar berupaya untuk mengkritisi kembali sebutan Indonesia. Ketika Indonesia merujuk pada salah satu aspek seperti bahasa, diketahui bahwa di antero Indonesia ada lebih dari 700 bahasa. Jika bahasa dianggap penanda kebudayaan, itu artinya ada ratusan (atau bahkan ribuan) jumlah bangsa yang bermukim di kepulauan ini dan bersepakat bersatu menjadi “Bangsa Indonesia”.
Di sisi lain, Bahasa Indonesia baru terakumulasi menjadi bahasa nasional setelah lapisan orang-orang Indonesia yang terdidik oleh sistem pendidikan modern terbentuk. Ben Anderson bahkan mengelaborasinya lebih jauh lagi: sirkulasi kaum terdidik ini, yang kemudian masuk dalam rezim pemerintahan kolonial, kemudian mulai memunculkan bayangan imajiner tentang batas-batas “Negara Indonesia”.
Republik Indonesia yang sejak awal mengambil batas-batas dari kawasan yang disebut Hindia Belanda, tentu eksis bukan tanpa tawar-menawar, perubahan-perubahan mendasar, dan pertumpahan darah.
Mengingat fitrah Indonesia yang begitu beragam, semestinya keberagaman ini didudukkan setara dan tidak dihakimi secara sepihak. Mimbar Selasar 2024 bisa diposisikan sebagai forum yang merayakan keberagaman tentang keindonesiaan, bahkan untuk cara pandang yang paling personal sekalipun. Mimbar Selasar 2024 dapat dianggap sebagai perayaan bagi narasi kecil dalam upaya memandang (dan mendudukkan) Indonesia.
Sekilas Tentang Mimbang Selasar & Raisa Kamila
Mimbar Selasar pertama dan kedua menyoroti berbagai aspek keindonesiaan. Pada Mimbar Selasar pertama, Remy Sylado tampil sebagai pembicara, sedangkan pada Mimbar Selasar kedua giliran Eka Kurniawan ambil bagian.
Mimbar Selasar ketiga menyoroti kehidupan berbangsa dalam hubungannya dengan praktik beragama, dengan Yenny Wahid dan Sakdiyah Ma'ruf bergantian menjadi pembicara. Berikutnya, pada Mimbar Selasar keempat, giliran Bambang Sugiharto dan Bambang Q Anees merefleksikan keberagaman dalam kehidupan berbangsa. Tahun lalu, Karlina Supelli mengisi Mimbar Selasar kelima, memaparkan renungan atas 25 tahun berakhirnya rezim Orde Baru dan bergulirnya agenda-agenda “reformasi”.
Di antara semua nama yang pernah mengisi Mimbar Selasar, Raisa Kamila adalah yang paling muda. Ia lahir di Banda Aceh pada 1991, lalu selepas sekolah menengah atas di kota yang sama melanjutkan pendidikan di Yogyakarta dan Leiden untuk mendalami ilmu filsafat dan sejarah kolonial.
Bersama Perkawanan Perempuan Menulis, Raisa ikut menginisiasi praktik belajar dan menulis kolaboratif antara sastra dan sejarah, lantas menerbitkan kumpulan cerita pendek di bawah lisensi Creative Commons, “Tank Merah Muda: Cerita-Cerita yang Tercecer dari Reformasi” pada 2018. Novel perdananya, “Perkara Keramat” diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2024.
Saat ini Raisa membagi waktunya untuk membersamai keluarga, mengelola penerbit independen Pustaka Pias, dan menyelesaikan pendidikan doktoral dalam bidang kajian Asia Tenggara di SOAS University of London.
Editor: Zulkifli Songyanan