Menuju konten utama

Meski Pergub Direvisi, Anies Sebut Tarif Rusun DKI Tetap Naik

"Aturan Perda-nya mengharuskan [begitu], ada kata penyesuaian, dan kemudian diterjemahkan sebagai kenaikan di situ."

Meski Pergub Direvisi, Anies Sebut Tarif Rusun DKI Tetap Naik
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. FOTO/Andrey Gromico

tirto.id -

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan kenaikan tarif (retribusi) yang dibebankan ke penghuni rusun milik Pemerintah Provinsi akan tetap berlaku. Namun, nantinya akan ada perbedaan tarif untuk rumah susun yang baru dibangun dengan rumah susun yang sudah dihuni oleh warga relokasi.

"Aturan Perda-nya mengharuskan [begitu], ada kata penyesuaian, dan kemudian diterjemahkan sebagai kenaikan di situ," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (21/8/2018).

Akhir Mei lalu, kenaikan tarif rusun disetujui oleh Anies dalam Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Pelayanan Perumahan. Namun, pada awal Agustus lalu Pergub itu ditarik kembali oleh Anies lantaran dianggap perlu untuk direvisi.

Pada beleid tersebut, rata-rata kenaikan tarif yang dibebankan kepada penghuni rusun mencapai 20 persen dan berlaku berlaku pada 17 rumah susun baru dan rumah susun lama.

Kini, besaran kenaikan tarif tersebut dibahas kembali di Dinas Perumahan dan dievaluasi kembali. Evaluasi tarif tersebut juga meliputi spesifikasi bangunan rusun yang ditempati.

Saat ini, Pemprov sendiri memiliki 9.400 unit rumah susun siap huni yang tersebar di beberapa lokasi di Jakarta. Targetnya, semua unit tersebut sudah bisa ditempati mulai Oktober mendatang.

Ia berharap, warga dapat menikmati fasilitas hunian yang baik di rusun-rusun milik Pemprov, dengan catatan, mereka harus menunaikan kewajibannya dengan baik.

"Sedang proses revisi kemarin sore, sudah rapat khusus dengan kepala dinas Kepala Dinas Perumahan. Saya perkirakan dalam waktu seminggu ini (rampung)," imbuh Anies.

Rencana Pemprov DKI Jakarta menaikkan tarif sewa rumah susun (rusun) yang diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 55 Tahun 2018 Tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan mendapat respons beragam. Sebagian warga menolak tegas, namun yang lain pasrah dengan kebijakan tersebut.

Sementara itu, salah seorang penghuni Rusun Jatirawasari Nurmiyati (48 tahun) mengaku keberatan bila Pemprov DKI menaikkan tarif rusun. Alasannya, kebijakan itu memberatkan dirinya dan warga lain yang penghasilannya pas-pasan.

“Dari dulu belum pernah naik. Tapi, kalangan menengah ke bawah mintanya tetap saja tarifnya. Walaupun kesannya [naiknya] sedikit, tetap saja berat,” kata Nurmiyati saat ditemui Tirto, di Kawasan Rusun Jatirawasari, Jakarta, Minggu (19/8/2018).

Pengamat Tata Kota dari Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, Pemprov DKI boleh saja menaikkan tarif retribusi rusun namun dengan syarat. Tidak hanya mempertimbangkan pendapatan Pemprov, tapi juga dari sisi pendapatan masyarakat.

“Jadi saya setuju tarif rusun naik sampai persentase tertentu, tetapi harus cross check lagi dengan kondisi lapangan dan data pendapatan-pengeluaran masyarakat. Dan itu seharusnya yang melakukan pemerintah. Sudahkah pemerintah melakukan itu?” kata Elisa kepada Tirto, pada Minggu (19/8/2018).

Menurut Elisa, suatu kebijakan bisa dinilai buruk apabila tidak dikaji secara hati-hati. “Kalau pemerintah belum melakukan kajian terhadap biaya dan pendapatan masyarakat yang menjadi sasaran, ya itu kebijakan yang buruk,” kata Elisa.

Meskipun tarif sewa harus dinaikkan, Elisa menekankan, perlu adanya perbedaan pemberlakuan tarif antara warga umum dan warga terprogram. “Untuk warga korban penggusuran paksa dan relokasi, jika naik seharusnya tidak dengan komposisi sama dengan warga umum. Alias warga korban relokasi harus lebih rendah,” kata Elisa.

Baca juga artikel terkait RUMAH SUSUN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yulaika Ramadhani