tirto.id - Manajemen PT. Garuda Indonesia Tbk membantah adanya rekasaya keuangan dalam laporan keuangan tahunan tahunan (LKT) sebagaimana hasil pemeriksaan yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Corporate Secretary Garuda Indonesia, M. Ikhsan Rosan, menyampaikan, hasil pemeriksaan yang menyatakan LKT Garuda--khususnya pencatatan kerja sama inflight connectivity dengan Mahata--adalah hasil rekayasa tidak proporsional dan sangat prematur.
"Kami menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan keuangan tersebut, namun kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut. Kami menegaskan kembali bahwa kami tidak pernah melakukan rekayasa," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Tirto, Jumat (28/6/2019).
Menurutnya kontrak kerja sama dengan Mahata baru berjalan delapan bulan dan semua pencatatan telah sesuai ketentuan PSAK yang berlaku dan tidak ada aturan yang dilanggar.
Mahata dan mitra barunya, kata Ikhsan, juga telah memberikan komitmen pembayaran secara tertulis dan disaksikan oleh Notaris, sebesar 30 juta Dolar AS yang akan dibayarkan pada bulan Juli tahun ini atau dalam waktu yang lebih cepat.
"Sisa kewajiban akan dibayarkan ke Garuda Indonesia dalam waktu tiga tahun dan dalam kurun waktu tersebut akan dicover dengan jaminan pembayaran dalam bentuk Stand by Letter Credit (SBLC) dan atau Bank Garansi bank terkemuka," lanjutnya.
Apalagi, menurut Ikhsan, kerja sama inflight connectivity dengan Mahata merupakan upaya Garuda Indonesia untuk meningkatkan layanan kepada para pengguna jasa berupa penyediaan wifi secara gratis. Garuda Indonesia juga tidak mengeluarkan uang sepeserpun dalam kerja sama ini.
"Kerja sama ini sudah menjadi program Garuda Indonesia guna mendapatkan tambahan revenue (ancillary) bagi dari sisi pendapatan iklan untuk cross subsidy terhadap harga tiket sehingga nantinya harga tiket Garuda Indonesia akan lebih terjangkau dan dapat menjawab keluhan masyarakat luas atas mahalnya harga tiket," imbuhnya.
Di sisi lain Ikhsan menegaskan bahwa Garuda Indonesia bakal terus melaksanakan dan menyempurnakan kerja sama dengan Mahata karena dianggap menguntungkan.
Hal ini juga mempertimbangkan potensi ancilary revenue yang akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penumpang Garuda Indonesia group yang saat ini berjumlah lebih kurang 50 juta per tahunnya.
Dalam mengelola perseroan, Ikhsan juga mengklaim bahwa perseroannya telah melaksanakan sesuai dengan kaidah GCG dan seluruh aturan yang berlaku.
Laporan Keuangan Garuda Indonesia Audited 2018 merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen yaitu KAP Tanubrata Sutanto Tanubrata Fahmi Bambang & Rekan ("KAP BDO"), yang dipercaya oleh Garuda telah melakukan proses audit sesuai dengan PSAK dan mengacu pada asas profesionalisme.
Ia menjamin bahwa tak ada campur tangan dari pihak manapun termasuk dari direksi maupun dewan komisaris untuk mengarahkan hasil pada tujuan tertentu. Sebab, KAP BDO ditetapkan oleh Dewan Komisaris Garuda Indonesia setelah melewati proses tender secara terbuka di semester 2 tahun 2018.
"Berdasarkan hal tersebut, KAP BDO memperoleh keyakinan yang memadai atas laporan keuangan Garuda sehingga dapat mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018," imbuh Ikhsan.
Lagi pula, menurutnya, hingga saat ini Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga masih dalam proses pemeriksaan untuk hal yang sama. "Dan Garuda Indonesia selalu terbuka dan kooperatif untuk penyajian semua dokumen terkait," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu Anggota 1 BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan pihak BPK telah melakukan sidang badan yang berisi soal menyelesaikan dan menyampaikan hasil review terhadap kantor akuntan publik yang melakukan pemeriksaan laporan audit keuangan Garuda Indonesia.
"Sejumlah masalah yang sangat signifikan berhasil kita temukan di situ. Secara umum memang kita melihat ada dugaan kuat terjadi financial enginering. Rekayasa [laporan] keuangan, namun nanti akan ada pernyataan yang lebih detil dari BPK," kata Agung, Kamis (20/6/2019).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Irwan Syambudi