tirto.id - Komisi III DPR RI merespons berbeda saat melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon pimpinan KPK Irjen Firli Bahuri. Mantan Kapolda NTB itu dipuji oleh para anggota Komisi III.
Setelah memaparkan makalah dan visi-misi tentang KPK, anggota Komisi III bergantian menyampaikan pertanyaan kepada jenderal bintang dua itu. Pujian pertama disampaikan Arteria Dahlan dari Fraksi PDIP, yang menganggap materi Firli "bagus dan layak" dibagikan kepada masyarakat.
"Mencegah korupsi bukan menjadikan KPK negara di dalam negara ... [Tetapi] bagaimana kerangka konseptualnya. Mudah-mudahan ini bisa dibaca dan dibagikan ke publik," kata Arteria, Kamis malam (12/9/2019).
Pujian terhadap Firli diungkapkan oleh Erma Suryani Ranik, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat.
Menurut Erma, pengalaman Firli sebagai Deputi Penindakan KPK membuat presentasi Firli "sangat rapi dan enak dibaca." Erma berkata mitra kerja Komisi III yang paling rapi menyiapkan paparan adalah KPK.
Tak hanya pujian. Sejumlah anggota Komisi III terang-terangan mendukung Firli. Salah satunya Anwar Rachman dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
"Kami dari PKB terus terang akan mendukung Pak Firli apabila, pertama, menyelesaikan konflik di KPK, baik konflik antarpimpinan, konflik antarpegawai dengan pimpinan. Pak Firli harus bisa menyelesaikan, kalau enggak sanggup kami enggak akan dukung Bapak jadi pimpinan KPK," kata Anwar.
"Bayangkan pegawai negeri dibayar negara berani melakukan pembangkangan terhadap pemerintah dan negara? Berani mengolok-olok DPR, presiden? Mengolok-olok menteri? Ini luar biasa ini harus ditertibkan," ucap Anwar.
Dukungan juga disampaikan Wa Ode Nur Zainab dari Fraksi PAN, yang sangat memuji Firli dan meminta membenahi aturan main pada proses penetapan tersangka.
"Saya, Pak Firli, dari PAN, satu suara buat Bapak. Saya sangat salut dengan pemaparan Bapak, apalagi pernyataan Bapak mengenai perlu diadakan perubahan [di KPK]."
Setelah 12 anggota Komisi III mengajukan pertanyaan, giliran Firli menjawab.
Selama satu jam, Firli meladeninya, salah satunya mengklarifikasi soal pertemuan dia dengan mantan Gubernur NTB Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
Setelah panjang lebar menjawab, Ketua Komisi III Azis Syamsudin menyerahkan kepada majelis anggota Komisi III bila ada yang ingin kembali bertanya atau melakukan pendalaman terhadap Capim KPK Firli. Namun, mereka berkata sudah merasa cukup dengan jawaban-jawaban yang disampaikan Firli.
Bahkan, anggota Komisi III Masinton Pasaribu berseloroh pendalaman bisa dilakukan saat Firli sudah menjadi pimpinan KPK.
"Cukup dan jelas, Pak Ketua. Insyaallah bisa kita dalami saat raker [...]," ucap Masinton.
Anggota Komisi III juga bertepuk tangan terhadap Firli atas performanya. Hal ini berbeda dari delapan Capim KPK lain yang telah menjalani ujian yang sama. Firli membalasnya dengan menyalami satu per satu pimpinan dan anggota Komisi III.
Nama Irjen Firli Bahuri mendapat sorotan saat maju sebagai Capim KPK. Ia disebut melanggar etik saat bertemu dengan mantan Gubernur NTB Tuanku Guru Bajang, saat itu dalam penyelidikan KPK untuk kasus divestasi Newmont. Selain itu, Firli disebut-sebut pernah menjalin kontak dengan politikus besar di Indonesia.
Namun, Firli membantahnya, mengklaim tidak pernah melanggar etik saat bekerja di KPK sebagai deputi penindakan.
Akan tetapi, KPK membantahnya. KPK menyebut Firli melakukan pelanggaran berat. KPK mengumumkan kepada publik bahwa Firli ditarik kembali ke Polri sebelum dijatuhi hukuman.
Irjen Firli Bahuri, kini Kapolda Sumatera Selatan, dianggap oleh ratusan karyawan KPK dan solidaritas pro-demokrasi mendukung KPK sebagai capim bermasalah. Pansel KPK, diisi oleh orang-orang yang dekat dengan Kepolisian Indonesia, meloloskan dia dari tahap administrasi pada Juli lalu hingga tinggal 10 kandidat yang diserahkan kepada Presiden Jokowi.
Pada saat bersamaan, DPR setuju usulan revisi UU KPK. Jokowi pun setuju dan merilis surat presiden untuk pembahasan revisi tersebut. Solidaritas pro-demokrasi dukung KPK menilai nasib KPK yang punya integritas saat ini "di ujung tanduk".
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Andrian Pratama Taher