tirto.id - Setelah tiga hari absen dari agenda Retret Kepala Daerah, Pramono Anung bersama 18 kepala daerah PDIP akhirnya tiba di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Dia datang mengenakan kemeja putih dan celana hitam pada Senin (24/2/2025).
Sebelum tiba di Komplek Akmil, Gubernur Daerah Khusus Jakarta itu sempat melakukan pertemuan dan koordinasi dengan seluruh kepala daerah PDIP yang sebelumnya telah bermalam di wilayah Magelang dan sekitarnya. Dalam pertemuan tertutup di salah satu rumah makan di kawasan Kyai Langgeng, Pramono mengkoordinasikan para kepala daerah PDIP sembari menjaga komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
Hingga akhirnya, pada pukul 13.00 WIB, Pramono berangkat menuju lokasi retret. Dia tak berkenan membuka isi percakapannya dengan DPP PDIP, terkhusus dengan Megawati Soekarnoputri, terkait keputusan untuk mengikuti Retret Kepala Daerah.
Sejak Megawati selaku Ketua Umum PDIP menerbitkan surat instruksi menunda retret, belum ada surat pencabutan atas instruksi tersebut. Namun, Pramono mengeklaim bahwa kehadirannya di Kompleks Akmil tetap sesuai arahan dari Megawati.
"Kenapa baru hari ini? Tentunya saya tidak perlu menjelaskan apa-apa. Tetapi, apa pun saya tetap berkomunikasi dengan Ibu Megawati, dengan DPP partai [PDIP], apa yang kemudian menjadi keputusan bersama," kata Pramono.
Pramono menegaskan bahwa dirinya dan 18 kepala daerah PDIP yang hadir di hari itu adalah rombongan terakhir yang mengikuti retret. Sehingga, terdapat 10 kepala daerah kader PDIP lain yang tak hadir. Mereka nantinya akan digantikan oleh para sekretaris daerah (sekda).
Di antara kepala daerah kader PDIP yang tak hadir itu adalah Gubernur Bali, I Wayan Koster, dan Bupati Asmat, Thomas Safanpo.
"Ada satu provinsi yang karena arahan dari Pak Menteri Dalam Negeri maupun Pak Wamen boleh mengusulkan sekdanya," kata Pramono.
Meski datang terlambat dan surat instruksi penundaan retret belum dicabut, Pramono mengeklaim bahwa hubungan partainya dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih berjalan baik. Dia menuturkan bahwa kehadirannya pada Retret Kepala Daerah adalah sinyal solidnya hubungan pemerintah dan PDIP.
"Ya kalau sudah sampai di sini kan komunikasinya baik-baik saja," katanya.
Sepuluh kepala daerah kader PDIP yang tak menghadiri retret sebenarnya masih berada di sekitar Magelang, tepatnya di Yogyakarta. Hal itu dikonfirmasi oleh Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu.
Meski begitu, Masinton mengaku tidak tahu alasan kolega-koleganya itu masih mengurungkan diri untuk menghadiri retret.
"Enggak tahu, tanyakan ke teman-teman Bali. Mereka masih di Jogja," kata Masinton.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, telah menginstruksikan kepada kepala daerah yang tak hadir ke acara retret untuk mengirimkan pengganti mereka. Baik mengutus wakilnya maupun sekda.
Menurutnya, setiap daerah perlu mengirimkan perwakilan karena urgensi acara yang tak dapat ditinggalkan. Dalam data terbaru, saat ini sudah ada 493 kepala daerah dari total 503 peserta yang sudah hadir di kawasan Akmil.
"Pagi ini, akan kami komunikasikan untuk mengirimkan wakilnya atau sekdanya," kata dia.
Tito Tetap Buka Pintu
Instruksi Megawati agar kepala daerah dari partainya menunda keberangkatan menuju lokasi retret pada akhirnya tak sepenuhnya dilaksanakan. Ada 51 kepala daerah kader PDIP yang ikut retret sejak hari pertama. Keputusan mereka untuk hadir dilandasi berbagai alasan.
Bupati Lebak, Hasbi Jayabaya, misalnya, beralasan bahwa acara tersebut terlampau penting untuk ditinggalkan. Pasalnya, retret itu berkaitan dengan koordinasi pemerintah daerah dan pusat.
"Tapi, yang pasti kan ini untuk sinergitas pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah ya, [untuk] jangka panjang," kata Hasbi.
Kemendagri selaku panitia retret tidak ambil pusing dengan keterlambatan para kepala daerah PDIP. Mendagri, Tito Karnavian, tetap membuka pintu retret untuk mereka. Terbukti, pada saat Pramono akhirnya hadir, Bima Arya menyambutnya secara langsung.
Perlakuan semacam itu ternyata menimbulkan kecemburuan sosial di antara peserta retret lainnya. Berdasar informasi yang dihimpun Tirto, kepala-kepala daerah yang hadir sejak awal meminta agar kader PDIP yang terlambat diikutkan dalam agenda retret berikutnya karena mereka telah tertinggal dalam materi pembelajaran.
Menanggapi hal itu, Tito menegaskan bahwa peserta retret yang ikut sejak awal akan dibedakan dengan mereka yang datang terlambat. Pembeda itu terdapat pada keterangan sertifikat yang akan diberikan. Mereka yang hadir sejak awal akan mendapat keterangan “lulus”, sedangkan mereka yang terlambat akan mendapat keterangan “telah mengikuti”.
"Ya, kami akan bedakan dengan sertifikatnya. Yang 90 persen sertifikatnya lulus. Yang datang di tengah-tengah kami berikan sertifikat telah mengikuti," kata Tito.
Sementara itu, para kepala daerah PDIP tak ambil pusing soal sertifikat retret. Menurut Masinton, urgensi dari retret adalah pendalaman keilmuan untuk diterapkan di masyarakat. Kepala daerah, kata Masinton, sudah mendapat legitimasi melalui proses formal di KPU.
"Ya cukup itu [legitimasi dari KPU] aja menurut saya. Karena, urusan mengurus masyarakat ini kan bukan dilihat dari kelulusan [retret]. Kalau syarat kelulusan itu, secara formal, sudah ada di KPU, syarat-syarat formal pendaftarannya," kata Masinton.
Lobi Pramono
Meski tak lagi punya jabatan struktural di DPP PDIP, Pramono masih memiliki peran krusial di dalam partai tersebut. Salah satunya menjadi pembawa pesan, baik dari PDIP kepada pemerintah maupun pihak lainnya.
Para kepala daerah PDIP yang mengikuti retret juga satu suara dengan Pramono. Dia beberapa kali mengumpulkan para kepala daerah PDIP yang ada di Magelang untuk konsolidasi dan koordinasi.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan CSIS, Arya Fernandes, menduga bahwa keikutsertaan kepala daerah PDIP yang dipimpin oleh Pramono adalah dalam rangka menjaga komunikasi dengan pemerintah. Terlebih, sejak penangkapan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, narasi yang disampaikan oleh DPP PDIP selalu negatif kepada pemerintah.
"Karena narasi-narasi yang disampaikan ketika press conference itu kan narasi-narasi yang konotasinya kurang positif terhadap hubungannya dengan pemerintah. Misalnya, soal kita harus siaga satu, itu kan narasinya kurang positif. Sekarang, Mas Pram berusaha membangun komunikasinya," kata Arya.
Arya juga mempertanyakan sikap PDIP yang tak berani menindaklanjuti instruksi Megawati terkait retret. Agaknya, itulah yang membuat kepala-kepala daerah PDI pada akhirnya tetap menghadiri retret di Akmil.
Menurutnya, jika tak ada pernyataan sikap yang jelas dari PDIP, publik layak untuk menilai bahwa partai ini sedang mengalami gejolak internal.
"Bisa jadi di internal yang namanya gejolak atau perbedaan pendapat. Bisa jadi di internal enggak solid karena buktinya hingga saat ini belum ada yang ikut ataupun berangkat lebih dulu," kata dia.
Juru Bicara PDIP, Ahmad Basarah, juga tak punya tanggapan terkait agenda retret kepala daerah. Basarah menuturkan bahwa dirinya saat ini tengah berkoordinasi dan menjanjikan akan memberikan respons segera mengenai retret.
"Tentu saja, sebelum menyampaikan sikap dan pandangan partai tersebut, saya akan berkoordinasi dan melaporkan terlebih dahulu kepada Ketua Umum PDI Perjuangan," kata Basarah.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi