tirto.id - Sekitar 1.000 orang yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni 212 berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (6/4/2018). Mereka meminta polisi segera menetapkan Sukmawati Soekarnoputri sebagai tersangka terkait penghinaan.
Penetapan status tersangka bagi anak proklamator kemerdekaan Indonesia itu menjadi tujuan utama. Massa tak menginginkan alternatif lain selain status tersangka.
“Kalau Sukmawati dibiarin [bebas], Ahok iri saudara-saudara,” kata seorang orator saat memimpin long march dari Masjid Istiqlal menuju kantor Badan Reserse dan Kriminal Polri yang berada di kawasan kantor KKP.
Unjuk rasa ini merupakan reaksi atas puisi yang dibacakan Sukmawati Soekarnoputri pada ajang Indonesia Fashion Week 2018. Puisi berjudul Ibu Indonesia yang dibuat Sukma, memasukkan kata Azan, Syariat Islam, dan Cadar, yang kemudian dianggap menghina dalam bait-baitnya.
Puisi yang ditulis Sukmawati itu merupakan apresiasinya untuk Anne Avanti yang sudah 29 tahun berkarya di dunia fashion Indonesia. “Puisi Ibu Indonesia yang saya bacakan semata adalah pandangan saya sebagai seniman, budayawati dan murni merupakan karya sastra,” kata Sukmawati, Rabu 4 April 2018.
Bagi Sukmawati, puisi itu hanya karya sastra. Namun, Ketua Dewan Syarikat Islam (DSI) Hamdan Zoelva menilai puisi itu tetap sebuah penistaan.
“Itu kan merendahkan. Membandingkan orang yang pakai cadar dengan tusuk konde, suara azan dengan kidung. Itu kan termasuk merendahkan,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, Kamis 5 April 2018.
Tuntutan Sukmawati Harus Dihukum
Sebelum demonstrasi digelar Jumat (6/4/2018), Sukmawati sudah empat kali dilaporkan terkait dugaan penistaan agama. Pelapor pertama adalah Denny Adrian Kusdayat yang melapor ke Direktorat Reserse Tindak Pidana Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Selasa 3 April 2018. Laporan terakhir dilakukan Azam Khan ke Bareskrim Polri, Rabu 4 April 2018.
Demonstrasi yang terjadi merupakan kelanjutan dari laporan yang sudah masuk ke kepolisian. Pengunjuk rasa yang meminta Sukmawati dibui, sudah berkumpul sekitar pukul 10.00 WIB. Mayoritas mereka mengenakan baju serba putih dengan atribut ormas, beberapa bahkan membawa bendera Palestina.
“Intinya kami mau menuntut kejelasan hukumnya, jangan cuma mentang-mentang seorang Sukmawati yang ngakunya anak proklamator dianakemaskan,” kata Doni, salah seorang pengunjuk rasa.
Tiga setengah jam kemudian, Doni beserta ratusan demonstran lain long march dari Masjid Istiqlal ke kantor Bareskrim. Di tengah massa, tampak narapidana kasus ujaran kebencian Asma Dewi.
Pada kesempatan itu, Asma meminta polisi cepat memeriksa Sukmawati. Ia ingin polisi berlaku adil dalam penanganan kasus, sebab dirinya pernah ditangkap meski dalam persidangan jaksa tak mampu membuktikan dakwaan primernya.
“Dia menghina panggilan Allah SWT. Harusnya dia menghormati. Dia dididik Bung Karno dan ibunya dengan syariat Islam dan dia sebagai Muslimah harusnya dia paham tidak boleh menghina azan karena itu parah bukan di sini aja siksaannya,” kata Asma.
Asma yang pernah ditangkap polisi ini, berharap polisi mau bersikap adil dalam memproses Sukmawati. Permintaan itu lantaran Asma sebelumnya masih merasa penyidikan atas kasus yang dialaminya dilakukan secara tidak adil.
“Ya mudah mudahan sama penanganannya harus adil. Keadilan harus ditegakkan karena jelas-jelas menghina azan sedangkan yang tidak bersalah saja dicari-cari,” kata Asma.
Sukmawati Sudah Meminta Maaf
Di luar demonstrasi yang dilakukan, Sukmawati sebenarnya sudah meminta maaf. Permintaan maafnya dilakukan di depan media massa dan disampaikan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf lahir batin kepada umat Islam Indonesia, khususnya bagi yang merasa tersinggung dan berkeberatan dengan puisi 'Ibu Indonesia',” kata Sukmawati
Permintaan maaf ini pun diterima Ketua Umum MUI Kiai Ma’ruf Amin. Kiai Ma’ruf bahkan berujar, Sukmawati tak punya niat menghina agama Islam. Menurut Kiai Ma’ruf, apa yang dilakukan Sukmawati sebatas ekspresi dari kebebasan berpikir.
“[Sukmawati] langsung menemui kami dan menyampaikan maafnya kepada kami dan khalayak terutama umat Islam bahwa tidak ada niatan menodai [agama Islam],” kata Kiai Ma'ruf.
Permintaan maaf ini yang menurut Ketua ICMI Jimly Ashiddiqie perlu dipertimbangkan. Tuntutan massa agar Sukmawati jadi tersangka dianggap tidak efektif karena ada hal lain yang jauh lebih serius dibandingkan urusan kejadian yang menimpa Sukmawati.
“Saya berharap semua pihak itu menyadari ada masalah yang jauh lebih serius dari sekadar urusan-urusan teknis hukum. polisi pun sebagai penegak kebenaran betul-betul memfungsikan dirinya sebagai pengayom masyarakat, menegakkan keadilan dan kebenaran. Bukan sekadar menegakkan peraturan dan kata-kata," kata Jimly.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih