tirto.id - Setelah mengeluarkan letusan freatik sebanyak 3 kali dalam sehari, status Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah dinaikkan dari Normal (Leval I) menjadi Waspada (Level II) pada Senin (21/5/2018) pukul 23.00 WIB.
Kendati demikian, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menyatakan belum ada tanda-tanda pergerakan magma yang menuju permukaan.
"Kami tidak melihat adanya perubahan deformasi. Belum ada yang menuju ke permukaan, sehingga kami bilang apa yang di dalam tremor tadi adalah gas, material atau hembusan yang dengan tekanan tinggi sehingga menyebabkan tremor," kata Hanik di Yogyakarta, Selasa (22/5/2018).
Hanik menerangkan, tremor dan gejala vulkanik muncul bersamaan dengan erupsi freatik pada Senin (21/5/2018) sore. Hal itulah yang menyebabkan status Merapi dinaikkan jadi Waspada pada Senin malam.
Sebelum berstatus Waspada, Merapi mengalami erupsi freatik pada Jumat (11/5/2018). Pada saat itu, erupsi freatik terjadi selama 5 menit dan mengeluarkan asap putih tebal dengan tinggi kolom 5,5 kilometer. Erupsi ini adalah yang ketujuh usai letusan vulkanik Merapi pada 2010.
Setelah itu, pada Senin (21/5/2018) pukul 01.25 WIB, terjadi erupsi freatik lagi dengan tinggi kolom lebih rendah dari yang 11 Mei. Kemudian, pada hari yang sama pukul 09.38 WIB, erupsi freatik kembali terjadi dan berlangsung selama 6 menit. Tinggi asap tercatat 1.200 meter dengan angin condong ke arah Barat
Erupsi freatik ketiga di Gunung Merapi, pada 21 Mei 2018, terjadi pukul 17.50 WIB selama 3 menit. Tinggi asap tidak terpantau dan amplitudo seismik 50 mm.
"Kalau yang jam 01.25 WIB dan yang jam 09.38 WIB itu tidak diikuti adanya vulkanik. Yang sore ada gempa vulkanik setelah itu diikuti dengan tremor. Tremor artinya ada fluida yang menuju ke permukaan," ujar Hanik.
Menurutnya, fluida ada bermacam-macam, termasuk magma. Akan tetapi yang terpantau adalah gas dan material yang di dalam pipa kepundan sedang menuju ke permukaan.
"Dari data EDM kita, EDM itu untuk menentukan kembang kempis tubuh gunung api. Kalau magma menuju ke permukaan akan membawa tekanan, tekanan mendorong material, kita punya titik-titik untuk membacanya. dari sini kami tidak melihat adanya perubahan deformasi," kata Hanik.
Meski begitu, Hanik mengimbau masyarakat agar tetap harus waspada, terutama yang berada di kawasan Rawan Bencana (KRB) III karena sudah ada vulkanik dan tremor, yang menyebabkan Merapi naik statusnya. Ia pun merekomendasikan, agar tidak ada aktivitas di radius 3 kilometer dari puncak, kecuali untuk penyelidikan.
Setelah dinaikkan statusnya jadi Waspada, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi susulan pada pukul 01.47 WIB, Selasa dini hari, 22 Mei 2018. Erupsi itu berlangsung 3 menit dengan amplitudo maksimum 40 mm.
Saat erupsi itu terjadi, puncak Gunung Merapi mengeluarkan asap dengan tinggi kolom 3.500 meter atau 3,5 km dari puncak Gunung Merapi.
Hanik belum bisa memastikan apakah erupsi yang terakhir terjadi itu freatik atau magmatik, sebab masih dalam analisis tim BPPTKG di laboratorium.
"Kalau dari ciri khas cenderung itu adalah freatik, tapi untuk memastikannya dengan analisis di laboratorium. Sementara masih mengkategorikan freatik. Sampai saat ini juga EDM tidak ada, belum terdeteksi," tandasnya.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra