tirto.id - Status Gunung Merapi naik dari Normal menjadi Waspada atau Level II, pada Senin malam, 21 Mei 2018. Hal itu diumumkan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian ESDM.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan status gunung api di Daerah Istimewa Yogyakarta itu resmi naik menjadi Waspada, pada Pukul 23.00 WIB, 21 Mei 2018. Hanik menjelaskan keputusan menaikkan status Gunung Merapi menjadi Waspada muncul usai ada erupsi freatik pada Senin sore yang diikuti oleh gempa vulkano-tektonik (VT) dan gempa tremor.
"Kami juga mencatat ada gerakan Fluida menuju puncak, itu bisa pergerakan gas atau bisa juga magma," ujar dia saat dihubungi Tirto pada Senin malam (21/5/2018).
Meskipun demikian, menurut Hanik, tidak terlihat ada deformasi yang signifikan pada Gunung Merapi. BPPTKG hanya merekomendasikan pengosongan kawasan dari aktivitas penduduk pada radius 3 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tapi, warga di sekitar Merapi tetap diminta waspada.
Berdasar data rilisan Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunung Merapi sempat mengeluarkan letusan freatik sebanyak tiga kali dalam sehari, pada 21 Mei 2018.
Sebagai catatan, letusan freatik tidak terlalu berbahaya dibandingkan erupsi vulkanik. Sebelum hari ini, sudah terjadi letusan freatik pada Jumat pagi, 11 Mei 2018 lalu. Pada saat itu, erupsi freatik di Gunung Merapi terjadi selama 5 menit dan mengeluarkan asap putih tebal dengan tinggi kolom 5,5 kilometer. Erupsi freatik pada 11 Mei 2018 adalah yang ketujuh usai letusan vulkanik Merapi pada 2010.
Sementara pada 21 Mei 2018, erupsi freatik pertama di Gunung Merapi terjadi pukul 01.25 WIB atau dini hari. Letusan freatik itu berlangsung selama 19 menit dengan ketinggian asap 700 meter yang teramati dari pos Babadan. Saat itu, amplitudo seismik terukur 20 mm.
Sedangkan erupsi freatik kedua di Gunung Merapi, pada 21 Mei 2018, berlangsung pukul 09.38 WIB, dan berlangsung selama 6 menit. Tinggi asap tercatat 1.200 meter dengan angin condong ke arah Barat. Adapun amplitudo seismik tercatat 23 mm.
Untuk erupsi freatik ketiga di Gunung Merapi, pada 21 Mei 2018, terjadi pukul 17.50 WIB selama 3 menit. Tinggi asap tidak terpantau dan amplitudo seismik 50 mm.
Usai erupsi freatik ketiga tersebut, sebaran abu vulkanik tercatat mengarah ke tenggara-selatan. Selain itu, terpantau ada hujan abu di sebagian desa di Kecamatan Cangkringan, Pakem dan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DIY. Desa-desa itu ialah Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo, Purwobinangun, Hargobinangun, Kaliurang dan Widodomartani.
Data BPPD DIY juga mencatat, pada Pukul 18.30 WIB, sebagian warga dusun Kalitengah Lor dan Kalitengah Kidul melakukan evakuasi mandiri ke Balai Desa Glagaharjo. Kawasan itu merupakan salah satu permukiman terdekat dari Puncak Merapi.
Sementara pada Pukul 19:22 WIB hujan abu di Kecamatan Cangkringan terpantau mulai reda disusul dengan hujan air. Pada pukul 20.00 WIB, sebagian warga di Balai Desa Glagaharjo kembali ke dusun Kalitengah Lor dan Kalitengah Kidul. Sekitar 200 jiwa warga usia rentan masih bertahan di Balai Desa Glagaharjo. Mereka terdiri atas lansia, perempuan dan anak-anak.
Kemudian, menurut data rilisan BPBD DIY, pada sekitar Pukul 21.10 WIB, logistik makanan, alas tidur dan dapur umum sudah tersedia di Balai Desa Glagaharjo. Sampai pukul 00.24 WIB, 22 Mei 2018, BPBD DIY mencatat warga yang mengungsi ke balai desa Glagaharjo sebanyak 298 jiwa, di salah satu rumah Dusun Singlar 19 jiwa, di Rumah Dukuh Kalitengah Lor 44 jiwa, dan di Rumah dukuh Kalitengah kidul 20 jiwa.
Selain itu, pada pukul 21.23 WIB, warga di kawasan Ngrangkah juga melakukan evakuasi mandiri ke Huntap Ploso Kerep. Dari 73 jiwa di Ngrangkah, 58 jiwa evakuasi mandiri, dan 15 warga bertahan di permukimannya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom