tirto.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Sofyan Djalil membantah tudingan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bahwa RUU Pertanahan sarat kepentingan bisnis. Sebaliknya, Sofyan berjanji melalui RUU ini pemerintah akan memprioritaskan penyelesaian Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
“Gak. Itu salah pengertian mungkin saya perlu banyak bicara dan komunikasi dengan KPA. Nanti tanah dan apapun itu adalah prioritas TORA. Mereka pikir bank tanah itu dipriotaskan industri padahal bukan,” ucap Sofyan kepada reporter Tirto saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Kamis (16/7/2019).
Sofyan menjelaskan kehadiran RUU Pertanahan ini sebenarnya ditujukan untuk memastikan adanya kepemilikan lahan yang adil bagi masyarakat. Sofyan menyebut ini dengan istilah memperbaiki gini ratio dalam pertanahan.
Kendati demikian, Sofyan tak menampik bila tujuan utama dari RUU ini juga mencakup kepentingan industri. Namun, ia memastikan bahwa kepentingan TORA akan ditangani lebih dulu.
“Semua tanah prioritas pertama adalah TORA. Baru kemudian kepentingan industri,” ucap Sofyan.
Lagipula, menurut Sofyan, bisa saja antara kepentingan industri dan masyarakat, ada titik temu. Ia mencontohkan di atas tanah masyarakat yang sudah diberikan, terdapat pembangunan industri. Ia mengatakan hal ini bisa saja dilakukan dengan sistem kontrak. Dengan demikian, keduanya tetap diuntungkan.
“Itu bukan conflicting. Jadi kesalahpahaman saja,” ucap Sofyan.
Sebelumnya, KPA menyatakan RUU Pertanahan yang ditargetkan pemerintah rampung pada September 2019 sarat kepentingan bisnis. Salah satu poin yang menjadi sorotan KPA adalah adanya bank tanah dan dugaan impunitas pengusaha perkebunan skala besar saat terjadi konflik agraria.
“RUU ini kuat mengakomodasi kepentingan bisnis dan investasi perkebunan skala besar,” ucap keterangan tertulis tertanggal 14 Juli 2019 yang diterima reporter Tirto.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri